Industri Terkait dan Industri Pendukung

5.4.4 Industri Terkait dan Industri Pendukung

Dalam hal ini industri TPT Indonesia masih sangat lemah, dikarenakan masih terkonsentrasinya lokasi industri manufaktur di wilayah Jawa dan Sumatera. Selain itu, dominasi sebagian besar aktivitas industri manufaktur modern di Indonesia terus berlangsung di Pulau Jawa dan Sumatera selama tahun 1976-2001. Inilah yang menjadi permasalahan struktural industri terbesar di Indonesia, yang menyebabkan munculnya permasalahan-permasalahan baru, seperti antara lain: 1. Tingginya kandungan impor bahan baku, bahan antara, dan komponen untuk seluruh industri. 2. Lemahnya penguasaan dan penerapan teknologi karena industri kita masih banyak yang bertipe tukang jahit. 3. Belum terintegrasinya Usaha Kecil dan Menengah UKM di Indonesia dalam satu mata rantai pertambahan nilai dengan industri skala besar dan kurang sehatnya iklim persaingan karena banyak sub sektor industri yang beroperasi dalam kondisi mendekati monopoli, atau setidaknya oligopoli. Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terletak pada kedudukan strategis sebagai negara kepulauan dengan keanekaragaman ekosistemnya merupakan sumberdaya alam yang harus dikelola dan dilindungi dalam tujuan pembangunan nasional yang berkelanjutan. Oleh sebab itu, pola pembangunan nasional harus dilakukan secara terkoordinasi dan terpadu dengan mengembangkan tata ruang, sehingga menjadi satu kesatuan tata lingkungan yang dinamis serta tetap memelihara kemampuan lingkungan hidup sesuai pembangunan berwawasan lingkungan dan Ketahanan Nasional. Jumlah industri nasional yang lebih dari 60 persen terkonsentrasi di Pulau Jawa di samping mengakibatkan tidak meratanya aktifitas ekonomi daerah, juga mengakibatkan semakin berkurangnya daya dukung lingkungan Pulau Jawa serta terjadi pergeseran tata guna tanah subur. Untuk mengatasi hal tersebut prioritas persebaran pembangunan industri diarahkan ke daerah-daerah di luar Pulau Jawa yang disertai dengan penataan ruang. Sejak diterbitkannya Undang-Undang tentang Penanaman Modal pada tahun 1967 untuk Penanaman Modal Asing dan 1998 untuk Penanaman Modal dalam Negeri arus investasi tumbuh dengan pesat. Dalam kerangka penataan ruang, Undang-undang No.5 tahun 1984 tentang Perindustrian mengindikasikan perlunya penetapan Wilayah Pusat Pertumbuhan Industri. Dalam kerangka ini serta dalam rangka menjalin kerjasama ekonomi lintas daerah sehingga dapat dicapai effisiensi produksi ditetapkan 6 Wilayah Pusat Pertumbuhan Industri WPPI dan 53 aktifitas industri di beberapa daerah sebagai zona-zona industri. Di dalam zona industri telah dikeluarkan izin sebanyak 203 kawasan Industri yang saat ini baru 63 perusahaan pengelola kawasan beroperasi yaitu di Sumatera, Jawa, Kalimantan dan Sulawesi. Pelaksanaan otonomi daerah sejak tahun 2001 disinyalir telah memperburuk iklim investasi di Indonesia. Masih rendahnya pelayanan publik, kurangnya kepastian hukum, dan berbagai peraturan daerah yang tidak pro- bisnis diidentifikasi sebagai bukti iklim bisnis yang tak kondusif. Pelayanan publik yang dikeluhkan terutama terkait dengan ketidakpastian biaya dan lamanya waktu berurusan dan perizinan dengan birokrasi. Ini diperparah dengan masih berlanjutnya berbagai pungutan, baik resmi maupun liar.

VI. ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL INDONESIA

KE PASAR AMERIKA SERIKAT Bab ini akan membahas mengenai hubungan antara volume ekspor Tekstil dan Produk Tekstil Indonesia ke Amerika Serikat dengan harga ekspor, harga domestik, nilai tukar rupiah terhadap dollar, produksi domestik serta kebijakan penghapusan kuota dalam perdagangan Tekstil dan Produk Tekstil di pasar internasional. Untuk melihat seberapa besar faktor-faktor tersebut dalam mempengaruhi volume ekspor Tekstil dan Produk Tekstil ke Amerika Serikat dapat dianalisis dengan metode Vector Error Correction Model. Dalam membentuk model hubungan tersebut, terdapat prosedur analisis yang harus dilakukan terlebih dahulu. Langkah awal yang harus dilakukan adalah menguji kestasioneran unit root test data variabel-variabel yang dimasukkan ke dalam sistem. Kemudian dilanjutkan dengan pemilihan tingkat lag optimal. Setelah seluruh variabel stasioner dan lag optimal diperoleh, maka selanjutnya dilakukan uji kointegrasi. Uji kointegrasi tersebut dilakukan untuk mengetahui persamaan kointegrasi yang terbentuk sehingga dapat membentuk model VEC Vector Error Correction.

6.1 Uji Unit Root

Pengujian kestasionerisan dalam data time series merupakan syarat utama dalam melakukan uji kointegrasi. Bila suatu data time series tidak stasioner maka data tersebut menghadapi persoalan unit root, sehingga untuk mengatasinya dilakukan unit root test. Metode pengujian unit root yang digunakan dalam