dihasilkan oleh negara pengekspor. Dalam perdagangan internasional khususnya ekspor mempunyai peranan penting, yakni sebagai motor penggerak
perekonomian nasional. Sebab ekspor dapat menghasilkan devisa, yang selanjutnya dapat digunakan untuk membiayai impor dan pembiayaan
pembangunan sektor-sektor di dalam negeri. Impor merupakan pembelian barang yang dilakukan oleh suatu negara
kepada negara lain yang menghasilkan barang tersebut. Impor dapat terjadi karena disebabkan suatu negara tidak bisa menghasilkan barang-barang modal dan
bebagai jenis barang untuk keperluan pengembangan berbagai jenis industri negaranya. Jika impor lebih besar daripada ekspor, maka cadangan devisa akan
berkurang atau neraca perdagangan akan devisit.
2.2 Penelitian Terdahulu
2.2.1 Penelitian Mengenai Industri Tekstil
Wardiani 2005 dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Perkembangan Ekspor Tekstil dan Produk Tekstil TPT dan peran pasar kuota
bagi Indonesia ” menunjukkan bahwa variabel yang secara nyata mempengaruhi
model ekspor tekstil Indonesia ke negara tujuan kouta yaitu Amerika Serikat adalah GNP riil dan nilai tukar riil. Sedangkan variabel yang secara nyata
mempengaruhi model ekspor pakaian jadi adalah GNP riil, nilai tukar riil, dummy krisis dan dummy pergejolakan nilai tukar. Untuk negara tujuan non-kouta yaitu
Singapura, variabel yang secara nyata mempengaruhi ekspor tekstil adalah GDP riil dan dummy krisis. Sedangkan variabel yang nyata mempengaruhi ekspor
pakaian jadi adalah GDP riil dan dummy krisis.
Perkembangan ekspor TPT Indonesia ke Singapura berfluktuatif pada periode tahun 1980-2002, sementara krisis ekonomi di negara non-kuota
Singapura menyebabkan terjadinya penurunan ekspor komoditi tekstil dan pakaian jadi Indonesia, dapat dilihat dari penurunan jumlah dan nilai produksi,
ekspor serta impornya. Sedangkan di negara kuota Amerika Serikat, perkembangan ekspor TPT Indonesia periode yang sama meningkat sementara
krisis ekonomi menyebabkan terjadinya penurunan ekspor hanya pada komoditi Pakaian Jadi.
2.2.2 Penelitian Mengenai Daya Saing
Penelitian-penelitian dengan metode Revealed Comparatif Advantage Indonesia cukup banyak, diantaranya adalah penelitian mengenai daya saing
industri manufaktur Indonesia yang dilakukan oleh Aswicahyono 1996 berjudul Transformasi Industri Indonesia dalam Era Perdagangan Bebas, yang
menunjukkan bahwa dibandingkan dengan Malaysia, Thailand terkecuali tahun 1965, Cina, Korea Selatan dan beberapa negara lain, atau NSB rata, indeks RCA
Indonesia paling rendah, walaupun mengalami peningkatan pada tahun 1996 hanya mencapai 0,67. Hanya Cina dan Korea Selatan yang pada tahun 1994
mempunyai keunggulan komparatif di atas dunia untuk produk-produk manufaktur.
Penelitian lain mengenai daya saing industri manufaktur dilakukan oleh Soesastro 2000 yang menunjukkan bahwa indeks RCA bervariasi antarproduk
menurut intensitas faktor produksi yang digunakan. Berdasarkan data UNINDO untuk periode 1965 hingga 1995, dapat dilihat dari hasil penelitian tersebut
bahwa sejak tahun 1983 Indonesia telah memiliki keunggulan komparatif dalam ekspor produk-produk manufaktur padat SDA, khususnya kayu lapis. Hasil
penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa daya saing produk-produk manufaktur padat tenaga kerja lebih tinggi dibandingkan daya saing barang-
barang padat modal. Indeks RCA dari ekspor produk-produk padat tenaga kerja mencapai 1 pada era tahun 1990 – 2000, sedangkan indeks RCA dari barang-
barang padat modal pada tahun yang sama jauh dibawah 1, demikian juga indeks RCA rata-rata ekspor manufaktur.
2.2.3 Penelitian Mengenai