Namun efek komposisi memberikan pengaruh negatif dengan kekuatan menekan sebesar 8,41 persen atau seilai US 143,69 juta.
Dari hasil analisis Constant Market Share di atas, terlihat bahwa efek daya saing pakaian jadi, kain dan benang Indonesia lebih rendah dari efek daya saing
pakaian Jadi, kain lembaran dan benang Cina dalam memberikan kontribusi ekspor. Efek daya saing dan efek pertumbuhan impor Amerika Serikat adalah efek
yang paling menentukan dalam peningkatanpenurunan ekspor Tekstil dan Produk Tekstil Indonesia dan Cina di pasar Amerika Serikat. Namun jika dilihat dari dari
rata-rata selama periode 1999-2005, efek yang memberikan kontribusi terbesar dalam pertumbuhan ekspor TPT Indonesia ke AS adalah efek pertumbuhan impor.
Sedangkan bagi Cina, efek yang memberikan kontribusi terbesar dalam pertumbuhan ekspor TPT ke AS adalah efek daya saing. Hasil perhitungan yang
lebih lengkap mengenai analisis CMS dari Indonesia dan Cina dapat dilihat pada Lampiran 1 Tabel 1 dan Tabel 2.
5.2. Analisis Keunggulan Komparatif Tekstil dan Produk Tekstil Indonesia
Daya saing suatu negara pada suatu produk atau komoditi dapat diestimasi melalui keunggulan komparatif maupun keunggulan kompetitif. Analisis
keunggulan komparatif pada penelitian ini menggunakan analisis RCA Revealed Comparative Advantage
. Nilai RCA merupakan gambaran dari kinerja ekspor suatu komoditi. Nilai RCA yang lebih besar dari satu dianggap memiliki kinerja
ekspor yang baik. Komoditi dengan nilai RCA lebih dari satu tersebut dapat
dikatakan memiliki keunggulan komparatif sehingga disarankan untuk terus dikembangkan dengan melakukan spesialisasi pada komoditi tersebut.
Berdasarkan hasil
estimasi RCA dapat diketahui bahwa Indonesia
mempunyai keunggulan komparatif yang cukup baik pada komoditi pakaian jadi di pasar Amerika Serikat, terlihat dari nilai RCA yang selalu lebih dari satu
selama periode 1999-2005, yaitu dengan kisaran angka 3,942 sampai dengan 6,176.
Nilai RCA Indonesia di pasar Amerika Serikat untuk komoditi pakaian jadi pada tahun 1999 yaitu 3,942, kemudian meningkat menjadi 4,459 pada tahun
2000. Pada tahun 2001 nilai RCA Indonesia sedikit menurun menjadi 4,456. Penurunan ini berlanjut hingga tahun 2002 dimana nilai RCA Indonesia pada saat
itu sebesar 4,292. Pada tahun 2003 nilai RCA Indonesia kembali meningkat menjadi 4,799. Peningkatan nilai RCA Indonesia terus berlangsung hingga tahun
2005, yaitu sebesar 5,171 pada tahun 2004 dan 6,176 pada tahun 2005.
Tabel 5.1 Keunggulan Komparatif Pakaian Jadi Indonesia di Pasar Amerika Serikat
Ekspor Indonesia ke AS US juta
Ekspor Dunia ke AS US juta
Tahun Pakaian
Jadi Total
Pakaian Jadi
Total RCA
Indeks RCA
1999 1.508,36 6.896,40 58.784,79
1.059.440 3,942 -
2000 2.014,44 8.475,50 67.114,94
1.259.300 4,459 1,131
2001 1.944,16 7.748,70 66.390,96
1.179.180 4,456 0,999
2002 1.803,77 7.558,80 66.731,26
1.200.230 4,292 0,963
2003 1.935,85 7.373,70 71.277,40
1.303.050 4,799 1,118
2004 2.250,57 8.767,30 75.731,27
1.525.680 5,171 1,078
2005 2.817,03 9.868,50 80.070,66
1.732.350 6,176 1,194
Sumber : UN COMTRADE 2007
Tingginya daya saing pada komoditi pakaian jadi Indonesia di pasar Amerika Serikat yang dicerminkan dengan tingginya nilai RCA salah satunya
disebabkan karena Indonesia memiliki sub sektor industri yang lengkap dari hulu ke hilir, yakni dari produk benang pemintalan, pertenunan, rajutan dan produk
akhir. Selain itu Indonesia juga memiliki keunggulan dalam hal jumlah tenaga kerja yang diserap dalam industri tersebut. Untuk komoditi pakaian jadi, sampai
saat ini Indonesia menjadi negara pengekspor ke-9 terbesar di dunia dengan pangsa 4,45 persen dari total pasar tekstil dunia.
Perkembangan pangsa relatif komoditi pakaian jadi Indonesia dapat diketahui melalui perhitungan indeks RCA pakaian jadi antara dua waktu. Nilai
indeks RCA yang lebih dari satu menunjukkan bahwa ekspor pakaian jadi mengalami peningkatan relatif dibandingkan rata-rata negara-negara lain yang
mengekspor ke Amerika Serikat, sehingga pangsa pasarnya meningkat. Analisis lebih spesifik berdasarkan masing-masing periode dapat
dijelaskan sebagai berikut : ▪ Periode 1999-2000 :
Indeks RCA Indonesia sebesar 1,131 lebih dari satu. Tingginya indeks RCA tersebut memperlihatkan daya saing pakaian jadi Indonesia yang
menguat peningkatan pangsa pasar. Periode 1999-2000, impor pakaian jadi Amerika Serikat meningkat 14,17 persen, akan tetapi ekspor pakaian jadi
Indonesia ke Amerika Serikat meningkat jauh lebih besar, bahkan mencapai 33,55 persen. Secara hipotetik, nilai ekspor pakaian jadi Indonesia ke
Amerika Serikat tahun 2000 seharusnya sebesar US 1,722 milyar agar
dapat mempertahankan pangsa pasarnya. Namun secara aktual, ekspor yang terjadi pada tahun 2000 sebesar US 2,015 milyar. Berarti, kinerja ekspor
pakaian jadi Indonesia ke pasar Amerika Serikat menghasilkan USS 0,293 milyar lebih baik dari sekedar mempertahankan pangsa pasar Lampiran 2,
Tabel 3. ▪ Periode 2000-2001 :
Pada periode ini indeks RCA Indonesia sebesar 0,999. Rendahnya indeks RCA tersebut memperlihatkan daya saing pakaian jadi indonesia yang
melemah penurunan pangsa pasar. Periode 2000-2001, impor pakaian jadi Amerika Serikat menurun 1,08 persen, namun ekspor pakaian jadi Indonesia
ke Amerika Serikat menurun jauh lebih besar, yaitu mencapai 3,49 persen. Secara hipotetik, nilai ekspor pakaian jadi Indonesia ke Amerika Serikat
tahun 2001 seharusnya sebesar US 1,992 milyar. Tetapi, relisasi ekspor pakaian jadi Indonesia ke Amerika Serikat pada tahun 2001 turun mencapai
US 1,944 milyar. Artinya, ada US 0,048 milyar milik Indonesia beralih negara pesaing Lampiran 2, Tabel 3.
▪ Periode 2001-2002 : Pada periode ini indeks RCA kembali melemah. Nilainya adalah sebesar
0,963. Hal ini mengindikasikan bahwa daya saing pakaian jadi Indonesia di pasar Amerika Serikat yang semakin melemah. Pada periode ini impor
pakaian jadi Amerika Serikat naik sebesar 0,51 persen, namun ekspor pakain jadi Indonesia ke Amerika Serikat turun 7,22 persen. Untuk mempertahankan
pangsa pasarnya, Indonesia harus mampu mengekspor pakaian jadi ke
Amerika Serikat sebesar US 1,954 milyar. Namun realisasinya Indonesia hanya mampu mengekspor senilai US 1,804 milyar. Hal ini menunjukkan
bahwa ada bagian senilai US 0,15 milyar milik Indonesia yang beralih ke negara pesaing Lampiran 2, Tabel 3.
▪ Periode 2002-2003 : Indeks RCA menunjukkan bahwa telah terjadi peningkatan daya saing
pakain jadi Indonesia di pasar Amerika Serikat, dengan nilai 1,118. Periode ini impor pakaian jadi Amerika Serikat mengalami pertumbuhan sebesar 6,81
persen, tetapi pertumbuhan ekspor pakaian jadi ke Amerika Serikat meningkat lebih besar, yaitu sebesar 7,32 persen. Untuk mempertahankan
pangsa pasarnya, Indonesia hanya butuh mengekspor pakaian jadi ke Amerika Serikat senilai US 1,927 milyar. Namun realisasinya, Indonesia
mampu mengekspor hingga US 1,936 milyar. Hal ini menunjukkan bahwa ada senilai US 0,009 milyar milik negara pesaing yang beralih ke Indonesia
Lampiran 2, Tabel 3. ▪ Periode 2003-2004 :
Pada periode ini indeks RCA masih berkisar diatas satu, yaitu 1,078. Hal menunjukkan bahwa daya saing pakaian jadi Indonesia di pasar Amerika
Serikat masih cukup baik. Impor pakaian jadi Amerika Serikat pada periode ini naik sebesar 6,25 persen, namun ekspor pakaian jadi Indonesia ke
Amerika Serikat meningkat sebesar 16,25 persen. Untuk mempertahankan pangsa pasarnya, Indonesia hanya butuh mengekspor pakaian jadi ke
Amerika Serikat senilai US 2,057 milyar, namun realisasinya Indonesia
mampu mengekspor hingga US 2,251 milyar. Artinya, kinerja ekspor pakaian jadi Indonesia ke pasar Amerika Serikat menghasilkan USS 0,194
milyar lebih baik dari sekedar mempertahankan pangsa pasar Lampiran 2, Tabel 3.
▪ Periode 2004-2005 : Pada periode ini pangsa pasar pakaian jadi Indonesia di Amerika serikat
kembali mengalami peningkatan, terlihat dari indeks RCA sebesar 1,194 lebih tinggi dari periode sebelumnya. Pada periode ini impor pakaian jadi
Amerika Serikat naik sebesar 5,73 persen, namun ekspor pakaian jadi Indonesia ke Amerika Serikat meningkat jauh lebih besar, yaitu 25,17 persen.
Untuk mempertahankan pangsa pasarnya, Indonesia hanya butuh mengekspor pakaian jadi ke Amerika Serikat senilai US 2,379 milyar, namun
kenyataannya Indonesia mampu mengekspor hingga US 2,817 milyar. Artinya, kinerja ekspor pakaian jadi Indonesia ke pasar Amerika Serikat
menghasilkan USS 0,438 milyar lebih baik dari sekedar mempertahankan pangsa pasar. Atau dengan kata lain, ada senilai US 0,438 milyar milik
negara pesaing yang beralih ke Indonesia Lampiran 2, Tabel 3. Keunggulan komparatif yang dimiliki komoditi kain dan benang Indonesia
di pasar Amerika Serikat tidak sebaik yang dimiliki oleh komoditi pakaian jadi. Nilai RCA kain dan benang hanya berkisar antara 1,551 sampai dengan 2,338.
Perkembangan nilai RCA kain dan benang Indonesia di pasar Amerika Serikat antara tahun 1999-2000 dapat dikatakan cukup berfluktuatif. Tahun 1999 nilai
RCA kain dan benang Indonesia adalah 1,818, kemudian meningkat menjadi
2,261 pada tahun 2000. Pada tahun 2001 nilai RCA naik menjadi 2,338. Tahun 2001 merupakan puncak tertinggi nilai RCA kain dan benang Indonesia di pasar
Amerika Serikat selama periode 1999-2005, karena setelah itu nilai RCA kain dan benang indonesia di pasar Amerika Serikat tidak pernah lagi menyentuh angka 2.
Tahun 2002 nilai RCA turun menjadi menjadi 1,871. Penurunan ini berlanjut hingga tahun 2003, dimana nilai RCA kain dan benang Indonesia di
pasar Amerika Serikat saat itu hanya mencapai 1,551 nilai terendah RCA selama periode 1999-2005. Nilai RCA kain dan benang Indonesia di pasar Amerika
Serikat mulai meningkat kembali pada tahun 2004 yaitu menjadi sebesar 1,645, namun di tahun 2005 nilai RCA kembali menurun menjadi 1,593.
Nilai RCA kain dan benang Indonesia di pasar Amerika Serikat yang tidak sebaik nilai RCA pakaian jadi menyebabkan Indonesia hingga tahun 2005 hanya
menempati peringkat ke-11 negara pengekspor tekstil terbesar di dunia dengan pangsa pasar sebesar 3,15 persen dari total pasar tekstil dunia. Keunggulan
komparatif komoditi kain dan benang Indonesia di pasar Amerika Serikat dapat dilihat pada Tabel 5.2.
Tabel 5.2 juga menunjukkan indeks RCA komoditi kain dan benang Indonesia di pasar Amerika Serikat mengalami fluktuasi yang berkisar antara
0,800 hingga 1,244. Hal ini menunjukkan bahwa daya saing untuk komoditi kain dan benang Indonesia di pasar Amerika Serikat tidak selalu baik dalam setiap
tahunnya, namun cenderung berfluktuatif.
Tabel 5.2 Keunggulan Komparatif Kain dan Benang Indonesia di Pasar Amerika Serikat
Ekspor Indonesia ke AS US juta
Ekspor Dunia ke AS US juta
Tahun Kain dan
Benang Total
Kain dan Benang
Total RCA
Indeks RCA
1999 169,02 6.896,40
14.277,44 1.059.440
1,818 - 2000 243,26
8.475,50 15.985,03
1.259.300 2,261 1,244
2001 236,45 7.748,70
15.388,12 1.179.180
2,338 1,034 2002 199,74
7.558,80 16.953,42
1.200.230 1,871 0,800
2003 160,17 7.373,70
18.251,05 1.303.050
1,551 0,829 2004 195,33
8.767,30 20.662,43
1.525.680 1,645 1,060
2005 204,53 9.868,50
22.538,18 1.732.350
1,593 0,968
Sumber : UN COMTRADE 2007
Analisis lebih spesifik berdasarkan masing-masing periode dapat dijelaskan sebagai berikut :
▪ Periode 1999-2000 : Indeks RCA kain dan benang Indonesia pada periode ini adalah sebesar
1,244 lebih dari satu. Hal ini memperlihatkan bahwa daya saing kain dan benang Indonesia di pasar Amerika Serikat mengalami peningkatan. Impor
kain dan benang Amerika Serikat pada periode ini meningkat sebesar 11,96 persen, namun peningkatan ekspor kain dan benang Indonesia ke Amerika
Serikat meningkat lebih besar yaitu 43,92 persen. Nilai ekspor kain dan benang Indonesia ke Amerika Serikat pada periode ini seharusnya senilai
US 189,23 juta. Namun realisasinya, Indonesia mampu mengekspor hingga US 243,26 juta. Artinya, ada bagian sebesar US 54,03 juta milik negara
pesaing yang beralih ke Indonesia. Dengan kata lain, Indonesia berhasil menambah panga pasar sebesar US 54,03 juta Lampiran 2, Tabel 3.
. ▪ Periode 2000-2001 :
Periode ini menunjukkan daya saing kain dan benang Indonesia di pasar Amerika Serikat masih mengalami peningkatan, terlihat dari indeks RCA
yang masih berkisar lebih dari satu, yaitu 1,034. Namun, peningkatan daya saing tersebut bukan dikarenakan terjadinya peningkatan ekspor dari
Indonesia, melainkan lebih dikarenakan terjadinya penurunan impor kain dan benang Amerika Serikat sebanyak 3,73 persen. Sedangkan ekspor kain dan
benang Indonesia ke Amerika Serikat hanya turun sebesar 2,79 persen. Untuk mempertahankan pangsa pasarnya, Indonesia harus mengekspor kain dan
benang ke Amerika Serikat senilai 100 - 3,73 x USS 243,26 juta = US 234,19 juta. Pada kenyataannya Indonesia mampu mengekspor komoditi
tersebut senilai US 236,45 juta. Artinya ada bagian senilai US 2,26 juta milik negara pesaing yang beralih ke Indonesia Lampiran 2, Tabel 3.
. ▪ Periode 2001-2002 :
Terjadi penurunan indeks RCA kain dan benang Indonesia di pasar Amerika serikat menjadi 0,800. Penurunan ini menunjukkan daya saing kain
dan benang Indonesia di pasar Amerika Serikat yang melemah. Pada periode ini impor kain dan benang Amerika Serikat meningkat sebesar 10,17 persen,
tetapi ekspor kain dan benang Indonesia ke pasar Amerika Serikat turun sebesar 15,52 persen. Untuk mempertahankan pangsa nilainya Indonesia
harus mampu mengekspor kain dan benang sebesar US 260,49 juta. Namun realisasinya Indonesia hanya mampu mengekspor senilai US 199,74 juta.
Berarti ada bagian senilai US 60,76 juta yang beralih ke negara pesaing Indonesia tidak berhasil mempertahankan pangsa pasarnya.
▪ Periode 2002-2003 : Tidak berbeda dengan periode sebelumnya, Indeks RCA pada periode ini
0,829 masih menunjukkan lemahnya daya saing kain dan benang Indonesia di pasar Amerika Serikat. Ekspor kain dan benang ke Amerika Serikat
kembali mengalami penurunan sebesar 19,81 persen, sebaliknya impor kain benang Amerika Serikat terus meningkat menjadi 7,65 persen pada periode
ini. Indonesia harus mampu mengekspor senilai US 215,02 juta untuk dapat mempertahankan pangsa pasarnya. Namun realisasinya Indonesia hanya
mampu mengekspor senilai US 160,17 juta. Artinya, ada bagian senilai US 54,85 juta yang seharusnya milik Indonesia namun beralih ke negara pesaing
Lampiran 2, Tabel 3. ▪ Periode 2003-2004 :
Peningkatan indeks RCA kembali mulai dialami pada periode ini, terlihat dari nilainya yang lebih besar dari satu, yaitu 1,060. Impor kain dan benang
Amerika meningkat 13,21 persen, sedangkan ekspor kain dan benang Indonesia ke Amerika Serikat meningkat 21,95 persen. Untuk
mempertahankan pangsa pasarnya Indonesia hanya butuh mengekspor kain dan benang ke Amerika Serikat senilai US 181,33 juta, namun realisasinya
Indonesia mampu mengekspor hingga US 195,33 juta. Artinya, Indonesia mendapatkan tambahan pangsa nilai sebesar US 14 juta dari negara
pesaingnya Lampiran 2, Tabel 3.
▪ Periode 2004-2005 : Peningkatan daya saing yang terjadi pada periode sebelumnya, ternyata
tidak dapat dipertahankan pada periode ini. Terlihat dari indeks RCA yang bernilai kurang dari satu, yaitu 0,968. Impor kain dan benang Amerika
Serikat pada periode ini meningkat 9,08 persen. Namun ekspor kain dan benang Indonesia ke Amerika Serikat hanya meningkat 4,71 persen.
Indonesia harus mampu mengekspor kain dan benang sebanyak US 213,06 juta ke Amerika Serikat. Realisasinya, Indonesia hanya mampu mengekspor
sebanyak US 204,53 juta. Hal ini menunjukkan bahwa ada bagian sebanyak US 8,54 juta yang seharusnya milik Indonesia namun beralih ke negara
pesaing Lampiran 2, Tabel 3. Selama periode 1999-2005, ekspor TPT Indonesia ke Amerika Serikat
dapat dikatakan mengalami fluktuasi. Hal tersebut mengakibatkan nilai RCA Indonesia mengalami fluktuasi. Keadaan ekonomi Indonesia yang sangat rentan
terhadap perekonomian dunia menyebabkan kondisi ekspor TPT Indonesia sangat tergantung oleh permintaan dunia, khususnya Amerika Serikat sebagai salah satu
kekuatan ekonomi dunia yang juga merupakan negara tujuan utama ekspor TPT Indonesia.
Pada periode 1999-2000 misalnya, impor pakaian jadi Amerika Serikat mengalami pertumbuhan 14,17 persen. Pada saat itu pula pertumbuhan ekspor
pakaian jadi Indonesia ke Amerika Serikat mengalami pertumbuhan sebesar 33,55 persen. Kemudian pada periode 2000-2001, impor pakaian jadi Amerika Serikat
menurun sebesar 1,08 persen. Pada saat yang sama ekspor pakaian jadi Indonesia ke Amerika Serikat menurun sebesar 3,49 persen.
Dari hal tersebut dapat terlihat bahwa kinerja ekspor TPT Indonesia sangat tergantung dari impor TPT Amerika Serikat. Hal ini semakin menguatkan opini
bahwa kondisi perekonomian Indonesia masih bergantung pada kondisi ekonomi dunia. Keadaan ekonomi Indonesia sangat rentan terhadap perekonomian dunia.
Berbeda dengan Cina, kondisi ekonomi negara tersebut tidak terlalu bergantung pada kondisi ekonomi dunia khususnya Amerika Serikat sebagai salah
satu kekuatan ekonomi dunia. Pada saat impor pakaian jadi Amerika Serikat sedang turun sebesar 1,08 persen di tahun 2001, kinerja ekspor pakaian jadi Cina
tidak terkena dampak negatifnya. Justru ekspor pakaian jadi Cina ke Amerika Serikat tetap tumbuh walaupun kecil, yaitu sebesar 2,75 persen.
5.3 Analisis Keunggulan Komparatif Tekstil dan Produk Tekstil Cina