a. Perhitungan Manufacturing Lead Time
Manufacturing lead time adalah waktu yang dibutuhkan untuk melakukan proses produksi dari awal sampai akhir. Perhitungan ini dilakukan dengan
menjumlahkan seluruh waktu baku proses kerja untuk proses produksi. Dari hasil perhitungan waktu baku pada proses produksi kedua produk, maka diperoleh
manufacturing lead time sprocket belah adalah 225,95 jam. Sedangkan manufacturing lead time garbox adalah 400,50 jam.
b. Perhitungan Process Life Effeciency
Dalam melakukan perhitungan nilai process life cycle efficiency, terlebih dahulu dipisahkan kegiatan yang value added dengan kegiatan non-value added.
Suatu proses produksi dikatakan lean apabila mempunyai nilai PLE lebih besar sama dengan 30, yang artinya waktu proses untuk kegiatan yang bernilai
tambah minimal mencapai 30 dari total waktu proses keseluruhan. Pemisahan kegiatan value added terhadap kegiatan non-value added adalah sebagai berikut:
1. Value added VA
Segala aktivitas yang diperlukan yang sangat penting dilakukan dalam menjalankan proses produksi yang memberikan nilai tambah terhadap produk
ataupun layanan. 2.
Non Value added NVA Merupakan kegiatan pemborosan yaitu kegiatan yang tidak bernilai tambah,
baik terhadap produk maupun layanan itu sendiri. Biasanya kegiatan ini diakibatkan banyaknya pemindahan-pemindahan yang terjadi.
Universitas Sumatera Utara
Pemisahan kegiatan value added terhadap kegiatan non value added pada proses produksi sprocket belah dapat dilihat pada Tabel 5.27 dibawah ini.
Tabel 5.27. Value Added dan Non Value Added Time Process Produksi Sprocket Belah
Tahapan Aktivitas-aktivitas
Value added Time
Non Value added Time
1 Persiapan dan pengangkutan
7.130 2
Pembubutan bagian atas 50.346
3 Pemeriksaan hasil bubutan dan
logam dibalikkan 4.930
4 Pembubutan bagian bawah
50.338 5
Pengangkutan dan Set Up awal 8.238
6 Pembelahan Sprocket
12.294 7
Pemotongan sisi pertama sejauh 5 cm
11.922 8
Set Up dan Pengangkutan ke penumpukan sementara
0.925 9
Pemotongan sisi kedua sejauh 5 cm dari tepi
12.686 10
Set Up dan Pengangkutan ke penumpukan sementara
0.828 11
Pengangkutan dari area kerja ke mesin
16.004 12
Pemotongan sudut tepi 16.837
13 Pembuatan ulir pada bagian tengah
8.161 14
Pengaitan kedua belahan sprocket dengan mur
22.426 15
Pengangkutan ke penumpukan sementara
2.876 Total Waktu
185.01 40.930
Total Waktu Keseluruhan 225.95 menit
Demikian juga hal yang sama dilakukan terhadap proses produksi garbox ,
dimana dilakukan pemisahan kegiatan non dan value added. Pemisahan tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.28 berikut.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5.28. Value Added dan Non Value Added Time Process Produksi Garbox
No Aktivitas-aktivitas
Value Added Time
Non Value Added Time
1 Persiapan dan pengangkutan
7.822 2
Pemotongan bahan 47.456
3 Pemeriksaan dan pengangkutan
5.461 4
Pembubutan I 53.138
5 Pembubutan II
53.991 6
Pembubutan III 71.448
7 Pembubutan IV
86.186 8
Pengangkutan 5.446
9 Penguliran bagian as
18.207 10 Pengemasan I
18.829 11 Pengemasan II
26.684 12 Pengangkutan ke penumpukan sementara
5.834 Total Waktu
375.939 24.562
Total Waktu Keseluruhan 400.50 menit
Perhitungan process cycle efficiency adalah sebagai berikut: Process cycle efficiency produk sprocket belah =
��� ����� ����� ���� ����� ���� ����
=
185.01 �����
225.94 �����
=
81.88 Process cycle efficiency produk garbox
=
375.94 �����
400.50 �����
= 93.86
5.2.3. Tahap Analyze
Pada tahap ini dilakukan uji korelasi terlebih dahulu untuk menentukan seberapa besar korelasi antara faktor penyebab dengan faktor-faktor yang
ditujukan. Uji korelasi dilakukan terhadap 10 periode jumlah produk yang
Universitas Sumatera Utara
dihasilkan dengan 10 periode jumlah atribut periode jumlah pemborosan yang terjadi selama proses produksi berlangsung.
5.2.3.1. Data Variabel Pemborosan yang Digunakan pada Uji Korelasi
Data variabel pemborosan diambil sebanyak 10 periode untuk melihat tingkat korelasi terhadap produktivitas operator dan mesin. Produktivitas ini
diukur dari jumlah produksi sprocket belah dan garbox. Hal ini dikarenakan, produktivitas berbanding lurus dengan jumlah output yang dihasilkan.
1. Data produk yang dihasilkan selama kurun waktu 10 periode dapat dilihat
pada Tabel 5.29 berikut.
Tabel 5.29. Data Produk yang Dihasilkan dalam 10 Periode
No Tanggal
Produksi Sprocket
Belah Garbox
1 16122013
3 2
2 17122013
2 1
3 18122013
2 2
4 19122013
3 1
5 20122013
2 2
6 21122013
3 1
7 22122013
2 2
8 23122013
2 1
9 24122013
3 2
10 27122013
3 1
Universitas Sumatera Utara
2. Data kecacatan produk menunjukkan jumlah produk yang memiliki kecacatan
yang dihasilkan selama 10 periode dapat dilihat pada Tabel 5.30 berikut. Tabel 5.30. Data Kecacatan Produk
No Tanggal
Sprocket Belah
Garbox 1
16122013 2
1 2
17122013 2
3 18122013
2 4
19122013 1
5 20122013
1 1
6 21122013
2 7
22122013 1
1 8
23122013 9
24122013 1
1 10
27122013 1
1
3. Data inventori yang terdapat di lantai produksi dapat dilihat pada Tabel 5.31
berikut.
Tabel 5.31. Data Inventori pada Lantai Produksi Pabrik
No Nama Produk
Jumlah Inventori 1
Roda Roli 30
2 Mur
54 3
Sprocket Bulat 12T 4
4 Sprocket Bulat 10T
5 5
Sprocket Bulat 8T 18
6 Kopling
2 7
Roda Gigi 21
8 Kopling kecil
35 9
Ring 40
10 Plat Cutter
30
Universitas Sumatera Utara
4. Data gerakan-gerakan berlebihan dari operator ketika melakukan produksi
selama 10 periode dapat dilihat pada Tabel 5.32 berikut. Data berikut merupakan penjumlahan setiap gerakan yang tidak perlu yang dilakukan oleh
operator yaitu kegiatan mencari part alat dan meraih material.
Tabel 5.32. Data Excess Motion pada Proses Produksi
No Sprocket
Belah Garbox
1 39
31 2
38 31
3 38
31 4
39 29
5 37
30 6
39 30
7 39
31 8
38 31
9 38
30 10
39 29
5. Data transportasi yang terjadi selama proses produksi selama 10 periode
dapat dilihat pada Tabel 5.33 berikut. Data variabel berikut merupakan penjumlahan kegiatan transportasi yang terjadi setiap satu siklus proses
selama 10 periode produksi. Variabel kegiatan transportasi ini terdiri dari dua kegiatan yaitu perpindahan material dan perpindahan operator.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5.33. Data Transportasi pada Proses Produksi Sprocket Belah
No Sprocket
Belah Garbox
1 38
30 2
36 28
3 37
29 4
36 29
5 38
30 6
37 30
7 37
30 8
36 28
9 37
28 10
38 30
6. Data proses berlebih, yakni kegiatan-kegiatan operasi yang tidak perlu selama
proses produksi berlangsung. Proses berlebih ini terdiri dari dua proses yaitu kegiatan inspeksi dan menumpuk. Berikut adalah penjumlahan kegiatan
inspeksi dan menumpuk selama satu siklus proses dalam 10 periode proses produksi yang dapat dilihat pada Tabel 5.34.
Tabel 5.34. Data Proses Berlebih pada Proses Produksi Sprocket Belah
No Sprocket
Belah Garbox
1 21
21 2
19 20
3 19
21 4
20 19
5 19
19 6
21 18
7 21
20 8
20 20
9 20
19 10
19 20
Universitas Sumatera Utara
7. Data berikut ini merupakan penjumlahan waktu proses selama satu siklus
produksi, dalam 10 periode yang dapat dilihat pada Tabel 5.35 berikut.
Tabel 5.35. Data Waktu Proses Produksi Produk
No Sprocket Belah Menit
Garbox Menit 1
177.07 316.19
2 177.76
321.2 3
182.7 327.53
4 188.11
333.2 5
192.27 325.14
6 183.83
325.07 7
189.93 322.42
8 184.89
324.25 9
181.59 323.1
10 181.68
319.49
5.2.3.2. Uji Korelasi
Setelah data-data diatas diperoleh, selanjutnya dilakukan uji korelasi untuk melihat hubungan yang paling signifikan terhadap faktor independen yakni
jumlah output, dimana produktivitas lantai produksi berbanding lurus dengan jumlah produk yang dihasilkan, dengan kata lain semakin bertambah produk yang
dihasilkan dalam satuan waktu yang telah ditentukan, maka produktivitas lantai produksi tentu akan meningkat. Rumus yang digunakan untuk uji korelasi ini
adalah sebagai berikut: �
��
= � ∑ �
�
�
� –
∑ �
�
∑ �
�
��� ∑ �
� 2
− ∑ �
� 2
�[� ∑ �
� 2
− ∑ �
� 2
]
Universitas Sumatera Utara
1. Korelasi antara kecacatan produk terhadap jumlah produk
a. Korelasi antara kecacatan produk terhadap jumlah produk sprocket belah
Dimana: x = Jumlah produk cacat
y = Jumlah produk sprocket belah
Tabel 5.36. Korelasi Kecacatan dengan Jumlah Produk Sprocket
No Total
Cacat x
i
Sprocket Belah y
i
x
i
.y
i
x
i
y
2 i
2
1 2
3 6
4 9
2 2
4 3
2 2
4 4
4 4
3 9
5 1
2 2
1 4
6 3
9 7
1 2
2 1
4 8
1 2
2 1
4 9
1 3
3 1
9 10
1 3
3 1
9 Total
9 25
22 13
65
�
��
= � ∑ �
�
�
� –
∑ �
�
∑ �
�
��� ∑ �
� 2
− ∑ �
� 2
�[� ∑ �
� 2
− ∑ �
� 2
] �
��
= 10
� 22 − 9 � 25 �|10�9 − 169 |[10�65 − 625]
�
��
= -0142 Dari hasil perhitungan uji korelasi antara jumlah kecacatan produk
terhadap jumlah produk yang dihasilkan, disimpulkan bahwa nilai korelasi antara kedua variabel tidak terlalu kuat dan berhubungan negatif, yang artinya semakin
banyak jumlah produk cacat, semakin sedikit jumlah produk yang dihasilkan. Metode perhitungan yang sama juga dilakukan terhadap jumlah kecacatan produk
Universitas Sumatera Utara
garbox sehingga diperoleh hasil uji korelasi seperti pada Tabel 5.37 sebagai
berikut. Tabel 5.37. Rekapitulasi Uji Korelasi Faktor Pemborosan
Atribut Pemborosan Korelasi Tehadap Produk
Total Korelasi
Sprocket Belah Garbox Kecacatan
-0.142857143 -0.3162 -0.4591 Inventori
-0.153896429 -0.08 -0.2339
Motion 0.581318359 0.34412 0.92544
Transportasi 0.25819889 0.22942 0.48761
Proses Berlebih 0.149071198
0.2 0.34907 Set Up
-0.324738554 -0.2018 -0.5265
Dari hasil rekapitulasi uji korelasi diatas, diperoleh tiga faktor dengan korelasi yang paling tinggi, yakni Motion, Transportasi dan waktu Set Up. Ketiga faktor
ini akan diteliti lebih lanjut, dengan mencari faktor penyebab ketiga pemborosan tersebut, dan akan diberikan perbaikan untuk mencapai kecepatan produksi yang
lebih tinggi.
5.2.3.3. Fishbone Diagram Diagram Sebab-Akibat
Identifikasi penyebab faktor pemborosan yang terjadi di lantai produksi dapat dilakukan dengan diagram sebab akibat Fishbone diagram. Berdasarkan
hasil uji korelasi, identifikasi dilakukan terhadap tiga faktor yang paling berpengaruh yakni motion, transportasi dan waktu set up. Pada faktor motion,
faktor yang akan diteliti, adalah mencari partalat, meraih material. Sedangkan pada faktor transportasi, atribut yang akan diteliti antara lain perpindahan material
dan operator. Dan selanjutnya pada faktor set up, yang diteliti adalah faktor yang mempengaruhi pada jenis pemborosan itu sendiri, dimana semua faktor ini dilihat
Universitas Sumatera Utara
hubungan sebab akibat, baik dari segi operator, material, lingkungan, metode, dan mesin yang mengakibatkan faktor pemborosan yang terjadi.
Operator Material
Lingkungan Metode
Mesin Mencari Part
Alat
Tidak teliti Tidak konsisten
Menumpuk di lantai
Tidak ada group Operator
mengobrol Redup
pencahayaan Mengandalkan
sinar matahari Kurangnya
penggunaan lampu Tidak ada
peletakan kembali Tempat alat
tetap tidak ada Frekuensi
set up tinggi Changover
produk tinggi Tidak mengembalikan
partalat ke tempat semula
Gambar 5.8. Fishbone Diagram Atribut Mencari PartAlat pada Faktor Motion
Operator Material
Lingkungan Metode
Mesin Meraih
Material
Terlalu santai bekerja Meletakkan jauh
dari posisi kerja Tidak berada
pada tempatnya Banyak tumpukan
bahan baku lainnya Tidak ada target
jumlah
Allowance lantai produksi tinggi
Jarak antar mesin cukup jauh
Material dipindahkan sebahagian
Kurangnya penjadwalan mesin
Operasi satu-satu
Keterbatasan kemampuan mesin
Keterbatasan daerah kerja
Gambar 5.9. Fishbone Diagram Atribut Meraih Material pada Faktor Motion
Universitas Sumatera Utara
Operator Material
Lingkungan Metode
Mesin Perpindahan
Material
Kebiasaan memindahkan Prosedur kerja
tidak baik Harus dipindahkan
dengan alat berat Letak material
cukup jauh Tidak mengikuti
prosedur
Allowance lantai tinggi
Lantai produksi cukup luas
Langkah kerja tidak jelas
Proses dilakukan satu per satu
Kapasitas mesin hanya untuk 1 unit
per periode Kurang
pengawasan
SOP tidak tersedia
Material berat
Gambar 5.10. Fishbone Diagram Atribut Perpindahan Material pada Faktor Transportasi
Operator Material
Lingkungan Metode
Mesin Perpindahan
Operator
Tidak teliti Tidak konsisten
Material harus diangkut
Letak material cukup jauh
Kejenuhan beraktivitas
Jarak antar mesin jauh
Lantai produksi cukup luas
Tingginya material handling
Urutan proses permesinan berbeda
Waktu proses berbeda
Posisi kerja selalu berubah
Penggunaan alat material
handling tinggi
Gambar 5.11. Fishbone Diagram Atribut Perpindahan Operator pada Faktor Transportasi
Universitas Sumatera Utara
Operator Material
Lingkungan Metode
Mesin Waktu Set Up
Tinggi
Tidak teliti Tidak konsisten
Ukuran material berbeda-beda
Berat beban material
berbeda-beda Kurang serius
mengerjakan Tempat alat set
up tidak di daerah mesin
Beberapa mesin kurang
pencahayaan Set up ganti setiap
changeover product Waktu pemasangan
jig dan fixture lama Fungsi ganda
untuk banyak bahan
Target produksi kurang jelas
Tidak ada standar waktu set up
Alat ukur sederhana
Gambar 5.12. Fishbone Diagram Faktor Pemborosan Set Up
5.2.3.4. Failure Mode and Effect Analysis FMEA
FMEA merupakan suatu metode untuk mengetahui sumber-sumber dan akar penyebab dari suatu masalah. Pada penggunaan FMEA ini, dapat diketahui
pembobotan dari setiap atribut seperti yang disebutkan pada diagram sebab- akibat. Pada FMEA sendiri, dilakukan penentuan bobot nilai efek kegagalan S,
peluang kegagalan O, dan deteksi kegagalan D, dimana kesemua nilai ini dapat menentukan prioritas dengan nilai RPN.
Universitas Sumatera Utara
BAB VI ANALISIS PEMECAHAN MASALAH
6.1. Analisis
Tahap DMAIC pada Lean Six Sigma yang digunakan pada bagian ini adalah tahap improve dan control, namun sebelumnya dianalisis kegiatan value-
added dan non-value added, value stream mapping, area perpindahan material handling.
6.1.1. Analisis Value-Added
Dalam konsep lean, pemborosan merupakan kegiatan yang tidak memberikan nilai tambah terhadap proses bisnis atau manufaktur, sehingga
kegiatan tersebut haruslah dihilangkan atau dikurangi selama proses berlangsung. Berdasarkan hasil value stream pada tahap define, maka kegiatan produksi
sprocket belah dan garbox dapat dibedakan menjadi dua kegiatan yaitu value added dan non value added.
1. Value Added Activity
Value added activity merupakan setiap aktivitas dalam suatu proses produksi yang sangat penting dalam memberikan nilai tambah kepada produk yang
diproduksi. Value added activity pada proses produksi sprocket belah antara lain yaitu pembubutan bagian atas 34.50 menit, pembubutan bagian bawah
33.30 menit, pembelahan sprocket menjadi dua bagian yang sama 8.54 menit, pemotongan sisi pertama sepanjang 5 cm dari ujung sprocket belah
Universitas Sumatera Utara
9.10 menit, pemotongan sisi kedua sepanjang 5 cm 8,37 menit, pemotongan sudut tepi 12.24 menit, penguliran bagian tengah ujung
sprocket 5,20 menit, dan pengkaitan kedua belah sprocket dengan mur 15,38 menit. Sedangkan pada produk garbox, value added yang dimaksud
antara lain pemotongan dengan mesin potong 34.39 menit, pembubutan I, II, III, dan IV, pembuatan ulir.
Value added activity ini berperan penting dalam menambah nilai produk sehingga harus dipertahankan agar dapat dijalankan sesuai dengan waktu
standar yang telah ditetapkan oleh perusahaan. 2.
Non-Value Added Activity Kegiatan ini merupakan kegiatan pemborosan yang tidak memberikan nilai
tambah bagi pelanggan maupun perusahaan itu sendiri. Non value added activity selama proses produksi sprocket belah antara lain persiapan dan
pengangkutan bahan baku, pengukuran bahan dan set up mesin duduk, bahan dibalikkan dan set up kedua mesin duduk, peletakan dan pengangkutan bahan
kembali, pemasangan dan pelepasan jig pada mesin potong atau bubut, dan lain-lain. Sedangkan NVA pada produk garbox antara lain pemilihan bahan
baku yang akan diproses, pengangkutan ke daerah mesin pemotongan, pengangkutan ke penumpukan sementara, pemeriksaan hasil secara visual,
pengangkutan ke bagian penyimpanan sementara, dan set up mesin.
Universitas Sumatera Utara
6.1.2. Analisis Value Stream Mapping
Sesuai dengan fungsinya, VSM dapat digunakan untuk mengidentifikasi pemborosan yang terjadi di lantai pabrik. Pemborosan yang paling mudah
diidentifikasi dengan tool ini adalah transportasi dan kegiatan menunggu akibat adanya WIP di lantai pabrik. Dengan VSM, diperoleh waktu total proses produksi
masing-masing produk sprocket belah dan garbox adalah 177.07 menit dan 315.50 menit. Hasil VSM menunjukkan terdapat kegiatan transportasi dari mesin
bubut duduk ke mesin potong as, dan dari mesin potong as ke mesin drilling pada proses produksi sprocket belah, dimana kegiatan transportasi ini mengakibatkan
adanya WIP pada masing-masing mesin yang dituju. Sedangkan pada proses produksi garbox, kegiatan transportasi terjadi proses pemindahan bahan dari
mesin potong as ke mesin bubut biasa.
6.1.3. Analisis Urutan Proses dan Perpindahan Alat Material Handling
Dari urutan proses produksi kedua produk, proses perpindahan material dari satu mesin ke mesin lainnya sering terjadi, sementara alat pemindahan yang
digunakan pada awalnya adalah crane hoist. Penggunaan alat ini membutuhkan gerak operator dalam mengambil dan memindahkan alat tersebut, sehingga
membutuhkan waktu yang cukup lama sebelum dan selama pengoperasiannya. Dengan metode perbaikan kerja di lantai pabrik, terdapat beberapa kegiatan
pemindahan yang tidak harus menggunakan alat crane hoist, seperti pemindahan benda kerja yang tidak terlalu besar atau berat misalnya sprocket yang telah
dibelah dan dipotong.
Universitas Sumatera Utara
6.2. Pemecahan Masalah
Dalam memecahkan masalah yang telah dianalisis, digunakan metode lean six sigma pada tahap Improve dan Control.
6.2.1. Tahap Improve
Untuk memperbaiki kelancaran proses produksi diusulkan metode 5S. perbaikan dengan metode 5S merupakan suatu program untuk meningkatkan
kenyamanan tempat kerja, prosesm dan produk dengan melibatkan mesin dan operator yang bekerja selama proses berlangsung. Metode 5S merupakan dasar
perbaikan yang berkelanjutan, yang terdiri dari serangkaian aktivitas untuk menghilangkan pemborosan yang menyebabkan kesalahan operator, kecacatan
produk, dan memperlama waktu proses keseluruhan. Penjelasan mengenai 5S adalah sebagai berikut:
1. Seiri Sort
Seiri merupakan kegiatan pemilahan, penyingkiran, dan penyimpanan barang- barang yang diperlukan atau tidak diperlukan untuk kegiatan produksi di
tempat kerja. Tempat kerja yang tidak teratur dan kurang nyaman akibat adanya sisa-sisa produksi, penempatan alat-alat yang telah diletakkan
berantakan di sekitar area mesin, peletakan gambar kerja yang tidak menetap dapat menjadi salah satu penyebab timbulnya pemborosan. Pada kegiatan
seiri ini terdapat tiga kegiatan utama, yaitu retain mempertahankan, return mengembalikan, dan rid menyingkirkan. Kegiatan seiri yang diusulkan
pada proses produksi kedua produk dapat dilihat pada Tabel 6.1 berikut.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 6.1. Usulan Kegiatan Seiri pada Proses Produksi Produk Kegiatan
Produk Sprocket Belah
Garbox
Retain
Setiap peralatan dibedakan tempat penyimpanan atau peletakannya, antara alat yang sering dipakai dengan yang sesekali dipakai.
Pada mesin bubut duduk: Pada mesin potong:
Alat part yang sering dipakai: obeng, alat ukur penggaris dan jangka sorong
Alat part yang sering dipakai: alat bantu obeng dan jig
Alat part yang sesekali dipakai: spatula, gambar teknik part
Alat part yang sesekali dipakai: gambar teknik dan alat ukur jangka sorong
Pada mesin potong: Pada mesin bubut:
Alat part yang sering dipakai: alat bantu obeng dan jig
Alat part yang sering dipakai: mata pahat dan obeng, jangka sorong
Alat part yang sesekali dipakai: gambar teknik dan alat ukur jangka sorong
Alat part yang sesekali dipakai: gambar teknik dan spatula
Pada mesin drilling: Alat part yang sering dipakai: alat bantu
obeng, jig, mata drill Alat part yang sesekali dipakai: gambar
teknik dan alat ukur jangka sorong
Return
Mengembalikan setiap part atau alat ke tempat semula setelah digunakan, diamana
tempat untuk peletakannya telah ditentukan dan tersedia.
disediakan tempat alat atau part agar setelah penggunaannya dapat
dikembalikan ke tempat semula, dan sewaktu penggunaannya kembali,
operator tidak mencari-cari
Rid
Pada lantai produksi, barang-barang atau benda yang diidentifikasi tidak diperlukan
berupa sisa pemotongan ataupun pembubutan gips dikumpulkan dalam
drum yang telah disediakan, sehingga tidak berserak di lantai atau area
permesinan. Dan sisa hasil pemotongan dan
pembubutan ini, dapat digunakan kembali sebagai bahan baku untuk peleburan pada
bagian pencetakan Menyingkirkan segala serpihan, ataupun
potongan part yakni berupa serpihan ataupun batangan logam. Sisa
pemotongan ataupun pembubutan. Serpihan ataupun batangan logam yang
tidak digunakan dapat dikumpulkan dalam media yang telah disediakan yang
dapat digunakan kembali untuk bagian peleburan
2. Seiton Stabilize
Seiton stabilize merupakan kegiatan pengaturan dan pemberian tanda untuk barang-barang yang diperlukan dan penempatan barang tersebut pada lokasi
Universitas Sumatera Utara
yang tetap dan mudah dijangkau operator untuk mendukung kegiatan produksi. Usulan perbaikan pada bagian ini yang dapat dilakukan adalah
sebagai berikut: a.
Serpihan atau batangan logam hasil pemotongan dan pembubutan dikumpulkan dengan cara disapu kemudian dimasukkan ke dalam drum
penampungan serpihan. Drum ini diletakkan di setiap area mesin, yakni mesin bubut duduk, mesin potong, mesin drilling, mesin bubut biasa.
Jaraknya yang memungkinkan adalah ±
2 meter dari mesin. b.
Pengaturan letak alat-alat yang sering digunakan selama kegiatan produksi berlangsung, ataupun pada saat mesin mati. Pada mesin bubut
duduk, peralatan seperti obeng untuk set up mesin dan jangka sorong, dapat digantungkan di mesin, sebagai bentuk pemanfaatan bagian mesin
untuk penempatan alat tanpa mengganggu operasi mesin. Pada mesin potong, obeng dapat digantungkan pada bagian mesin dan jig untuk
menahan part saat pemotongan diletakkan pada kotak yang letaknya masih berada pada jangkauan operator dan sudah ditentukan. gambar
teknik dan alat ukur, dapat ditentukan letaknya yang tidak jauh dari mesin, tanpa membutuhkan perpindahan operator dari mesin. Pada mesin
drilling, alat bantu obeng dapat digantung pada bagian mesin, jig penahan part saat pengeboran diletakkan pada satu box yang letaknya
dekat dengan mesin, dan mata drill diletakkan pada satu tempat bersama dengan mata drill lainnya. Pada mesin bubut biasa, obeng diletakkan
didekat mesin, dan masih bisa dijangkau oleh operator ketika melakukan
Universitas Sumatera Utara
setting mesin, dan mata pahat mesin bubut diletakkan didekat mesin, dan berada pada kotak mata pahat lainnya. Demikian pula dengan jangka
sorong, haruslah selalu berada di area mesin yang dapat dijangkau dengan tangan oleh operator karena sangat sering digunakan saat proses
pembubutan berlangsung. c.
Pengaturan letak part alat yang sesekali digunakan pada saat proses produksi. Pada mesin bubut, spatula untuk membersihkan area
pembubutan dari serpihan logam besi serta gambar teknik part dapat diletakkan pada tempat yang tentu masih berada di area mesin.
Penempatannya ± 1 meter dari mesin bubut duduk. Pada mesin potong, gambar teknik dan alat ukur, dapat ditentukan letaknya yang tidak jauh
dari mesin, tanpa membutuhkan perpindahan operator dari mesin. Pada mesin drill, gambar teknik dan alat ukur diletakkan tidak jauh dari mesin,
terutama jangka sorong, karena saat melakukan set up, jangka sorong sangat diperlukan untuk mengukur part yang akan dipotong atau dibubut.
Pada mesin bubut biasa, gambar teknik memang tidak terlalu sering digunakan, namun peletakannya dapat digantungkan pada daerah yang
tidak jauh dari mesin. Dan spatula yang digunakan dapat digantungkan atau diletakkan pada area mesin bubut.
Universitas Sumatera Utara
3. Seiso Shine
Seiso adalah kegiatan yang menekankan pada pemisahan, pembersihan tempat kerja dari debu dan yang lainnya dengan tujuan untuk menjaga
kebersihan tempat kerja dan keselamatan kerja. Dalam menjalankan program ini, setiap bagian tidak dibedakan dan semua operator perusahaan wajib
melaksanakannya. Kegiatan yang wajib dilakukan oleh semua operator adalah menyapu lantai dari serpihan logam hasil pembubutan dan
mengumpulkan batangan logam hasil pemotongan, membersihkan tempat- tempat peralatan dan area sekitar mesin, serta memberikan laporan kondisi
kerja yang tidak aman. Program ini dapat berjalan dengan baik, apabila perusahaan menambahkan prosedur kerja dan pengawasan terhadap
kebersihan area mesin. 4.
Seiketsu Standarize Seiketsu Standarize merupakan kegiatan untuk melaksanakan tugas-tugas
seperti sort, stabilize, dan shine yang diimplementasikan dan dijalankan secara konsisten. Perusahaan perlu membuat suatu persetujuan yang
sebelumnya ada arahan tentang 5S sehingga dapat disepakati bersama oleh semua operator dan persetujuan ini menjadi peraturan yang sah dan wajid
diikuti dan dipatuhi oleh semua operator. 5.
Shitsuke sustain Shitsuke sustain merupakan suatu disiplin mengenai sejatinya 5S, sehingga
setiap operator memandang disiplin ini sebagai suatu budaya di dalam perusahaan dan harus dilaksanakan secara sustain dan dapat dijadikan sebagai
Universitas Sumatera Utara
dasar perbaikan secara terus menerus continuous. Dikatakn sustain, adalah perubahan-perubahan 5S dalam lantai produksi senantiasa sering terjadi untuk
mendukung kelancaran proses produksi yang semakin baik.
6.2.2. Tahap Control
Untuk menjamin usulan-usulan perbaikan yang telah dibuat dapat dijalankan dengan baik dan benar oleh operator, maka perlu dibuatkan suatu
prosedur kerja yang mengatur operator, mesin dan metode dalam proses produksi. Dari hasil analisis proses produksi, pemborosan yang paling signifikan terjadi
adalah motion yang berlebih, transportasi material dan manusia, serta proses produksi yang waktunya relatif lama. Dari hasil analisis juga didapatkan bahwa
pemborosan ini sepenuhnya terjadi karena ketidakseriusan operator dalam beroperasi.
Oleh karena itu, perlu dilakukan prosedur standar pelaksanaan proses operasi dengan tujuan untuk mengendalikan kinerja operator manusia pada mesin
yang digunakan. Berikut adalah prosedur kerja yang diberikan.
6.3. Usulan Perbaikan
6.3.1. Metode Single Minute Exchange of Dies SMED
Metode SMED memiliki tujuan utama yaitu untuk mengurangi waktu set up, dengan mengkonversi waktu set up internal menjadi eksternal. Langkah
pertama yang dilakukan dengan metode SMED ini adalah memisahkan setiap
Universitas Sumatera Utara
proses operasi yang bersifat internal dan eksternal yang telah dilakukan perbaikan proses dan dapat dilihat pada Tabel 6.2 dan Tabel 6.3 berikut ini.
Tabel 6.2. Pemisahan Internal dan Eksternal Set up Produksi Sprocket Belah
Proses Uraian Proses
Waktu Proses
Kondisi Operasi Eskternal
Internal 1
Diangkut ke bagian pembubutan diangkut dengan hoist yg letaknya sudah menetap tetap
2.00 -
✓ 2
Bahan diukur sesuai spesifikasinya 1.00
- ✓
3 2.00
Mesin di- set up set up pertama -
✓ 5
Bagian bawah dibalikkan untuk dibubut 1.50
- ✓
6 2.00
Mesin di- set up set up kedua -
✓ 8
Diletakkan hasil di kereta sorong 2.00
- ✓
9 Diangkut ke daerah kerja bagian pemotongan
as 1.00
- ✓
10 1.00
Set up awal mesin pemotongan as pelepasan jig dan pemasangan kembali
- ✓
12 0.30
Dilepaskan jig pada mesin dan di set up untuk pemotongan sprocket
- ✓
14 Dilepaskan jig dan dipindahkan sprocket ke
kereta sorong secara manual 0.15
- ✓
16 0.50
Di set-up mesin untuk pemotongan belahan kedua dengan jig
- ✓
19 0.50
Dilepaskan jig dan diangkut hasil potongan kedua ke kereta sorong sementara dengan
manual -
✓ 20
Diangkut hasil sprocket yang telah dipotong ke daerah kerja mesin drill dengan kereta sorong
1.50 -
✓ 21
Diangkut sprocket belah dari kereta sorong ke mesin drill secara manual
2.15 -
✓ 22
1.00 Di set-up mesin untuk pemotongan sudut tepi
- ✓
24 1.35
Dilepaskan jig kemudian di set mesin untuk pembuatan ulir pada sprocket belah
- ✓
26 3.25
Dilepaskan jig dan diletakkan sprocket belah di lantai kerja mesin bubut
- ✓
27 Dipasang mur untuk mengkaitkan kedua sisi
sprocket belah tersebut 10.00
- ✓
28 Diangkut ke bagian penumpukan sementara
1.00 -
✓ Total Waktu Proses
34.20
Universitas Sumatera Utara
Tabel 6.3. Pemisahan Internal dan Eksternal Set up pada Produksi Garbox
Proses Uraian Proses Produksi
Waktu Proses
Kondisi Operasi Eskternal
Internal 2
Diangkut bahan ke bagian pemotongan 2.50
- ✓
3 2.00
Diukur besi sesuai ukuran dan diatur jig penahan besi saat pemotongan
- ✓
5 2.00
Dilepaskan jig dan diangkut bahan ke kereta sorong
- ✓
7 Diangkut ke bagian pembubutan
2.00 -
✓ 8
1.50 Di set-up mesin untuk diameter besi 11
cm dan sepanjang 18 cm -
✓ 10
1.50 Di set-up mesin untuk diameter besi 13
cm dan sepanjang 16 cm -
✓ 12
1.50 Di set-up mesin untuk diameter besi 11
cm dan sepanjang 22,5 cm -
✓ 14
1.50 Di set-up mesin untuk diameter besi
9,95 cm dan sepanjang 68,5 cm -
✓ 19
1.50 Di set-up mesin untuk pembuatan ulir
dengan diameter 2,25 cm -
✓ 21
3.00 Dilepas jig dan diangkut ke kotak kayu
- ✓
24 Diangkut kotak kayu ke penumpukan
sementara dan disimpan 2.00
- ✓
Total Waktu Proses 21.00
Dari Tabel 6.2 dan 6.3 diatas telah dipisahkan kegiatan yang bersifat internal dan eksternal pada proses produksi di lantai pabrik, setelah dilakukan
perbaikan proses dan prosedur kerja mesin-operator. Namun ditemukan bahwa kegiatan set up sebelum dilakukan perbaikan, masih bersifat internal, yakni set up
dilakukan ketika mesin mati, oleh karena itu digunakan metode SMED untuk mengubah kegiatan internal menjadi eksternal, dimana sebelumnya haruslah
dipahami lebih detail kegiatan di lantai pabrik. Beberapa hal yang harus diterapkan agar dapat melakukan konversi kegiatan internal menjadi eksternal
antara lain:
Universitas Sumatera Utara
1. Operator harus mengambil tindakan atau berani mengambil resiko untuk
mempercepat proses operasi set up. 2.
Utilisasi mesin harus lebih optimum, dimana tidak terdapat mesin yang mati sedangkan mesin lainnya beroperasi untuk jenis operasi yang sama.
3. Tersedianya material handling yang lebih mudah digunakan, seperti kereta
sorong. Dengan alat ini, transportasi operator dapat berkurang, begitu juga dengan total waktu operasi.
4. Operator haruslah menjalankan prosedur kerja seutuhnya untuk bisa
memperlancar proses produksi. 5.
Sebelum diperbaiki proses produksi dengan metode lean six sigma, set up pada;
a. Proses produksi sprocket belah, pada set up setiap mesin yang akan
digunakan, mesin masih dalam keadaan mati, sehingga memperpanjang waktu proses.
b. Pada produksi garbox, sama halnya dengan sprocket belah bahwa proses
set up masih dilakukan pada mesin dalam keadaan mati. 6.
Proses perbaikan set up ini dilakukan dengan metode SMED dan eliminasi kegiatan berlebihan excess motion dengan Lean Six Sigma 5S, dengan
tujuan memperkecil waktu set up dan waktu proses permesinan. Waktu set up dapat dikurangi dengan eliminasi kegiatan mencari dan meraih material atau
part, sehingga set up lebih mudah dan lebih cepat dilakukan. Proses kegiatan konversi internal menjadi eksternal pada set up mesin dapat dilihat pada
Tabel 6.4 dan Tabel 6.5 berikut.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 6.4. Pemisahan Internal dan Eksternal Set up Produksi Sprocket Belah Setelah Perbaikan
Proses Uraian Proses
Waktu Proses
Kondisi Operasi Eskternal
Internal 1
Bahan diangkut ke bagian pembubutan diangkut dengan hoist yg letaknya
sudah menetap tetap 2.00
✓ -
2 Bahan diukur sesuai spesifikasinya
1.00 ✓
- 3
2.00 Mesin di- set up set up pertama
- ✓
5 Bagian bawah dibalikkan untuk dibubut
1.50 ✓
- 6
2.00 Mesin di- set up set up kedua
- ✓
8 Diletakkan hasil di kereta sorong
2.00 ✓
- 9
Diangkut ke daerah kerja bagian pemotongan as
1.00 ✓
- 10
1.00 Set up awal mesin pemotongan as
pelepasan jig dan pemasangan kembali -
✓ 12
0.30 Dilepaskan jig pada mesin dan di set up
untuk pemotongan sprocket -
✓ 14
Dilepaskan jig dan dipindahkan sprocket ke kereta sorong secara manual
0.15 ✓
- 16
0.50 Di set-up mesin untuk pemotongan
belahan kedua dengan jig -
✓ 19
0.50 Dilepaskan jig dan diangkut hasil
potongan kedua ke kereta sorong sementara dengan manual
- ✓
20 Diangkut hasil sprocket yang telah
dipotong ke daerah kerja mesin drill dengan kereta sorong
1.50 ✓
-
21 Diangkut sprocket belah dari kereta
sorong ke mesin drill secara manual 2.15
✓ -
22 1.00
Di set-up mesin untuk pemotongan sudut tepi
- ✓
24 1.35
Dilepaskan jig kemudian di set mesin untuk pembuatan ulir pada sprocket
belah -
✓ 26
3.25 Dilepaskan jig dan diletakkan sprocket
belah di lantai kerja mesin bubut -
✓ 27
Dipasang mur untuk mengkaitkan kedua sisi sprocket belah tersebut
10.00 ✓
- 28
Diangkut ke bagian penumpukan sementara
1.00 ✓
- Total Waktu
34.20
Universitas Sumatera Utara
Tabel 6.5. Pemisahan Internal dan Eksternal Set up Produksi Garbox Setelah Perbaikan
No Uraian Proses Produksi
Waktu Proses
Kondisi Operasi Eskternal Internal
2 Bahan diangkut bahan ke bagian pemotongan
2.50 ✓
- 3
2.00 Diukur besi sesuai ukuran dan diatur jig
penahan besi saat pemotongan -
✓ 5
2.00 Dilepaskan jig dan diangkut bahan ke kereta
sorong -
✓ 7
Diangkut ke bagian pembubutan 2.00
✓ -
8 1.50
Di set-up mesin untuk diameter besi 11 cm dan sepanjang 18 cm
- ✓
10 1.50
Di set-up mesin untuk diameter besi 13 cm dan sepanjang 16 cm
- ✓
12 1.50
Di set-up mesin untuk diameter besi 11 cm dan sepanjang 22,5 cm
- ✓
14 1.50
Di set-up mesin untuk diameter besi 9,95 cm dan sepanjang 68,5 cm
- ✓
19 1.50
Di set-up mesin untuk pembuatan ulir dengan diameter 2,25 cm
- ✓
21 3.00
Dilepas jig dan diangkut ke kotak kayu -
✓ 24
Diangkut kotak kayu ke penumpukan sementara dan disimpan
2.00 ✓
- Total Waktu
21.00
Universitas Sumatera Utara
Prosedur Kerja Mesin Bubut Duduk
Penangggungjawab
Operator: 1 orang Jumlah mesin: 1 unit
Prosedur Kerja:
1. Nyalakan mesin bubut duduk untuk persiapan pemanasan selama 15 menit pada
saat pertama kali dinyalakan. 2.
Bahan yang telah diukur dengan jangka sorong, masukkan ke dalam mesin untuk dilakukan pembubutan.
3. Beberapa hal yang harus dilakukan ketika melakukan pembubutan, antara lain:
a. Pengukuran pengecekan dimensi bahan yang telah terbubut hanya dilakukan
satu kali saja. b.
Ketika melakukan pergantian bagian bahan yang akan dibubut, ketinggian mata pahat haruslah sudah optimum, sekitar 50-70 cm dari wadah peletakan bahan,
sehingga mata pahat tidak mengenai bahan ketika melakukan pergantian. c.
Dalam melakukan perpindahan dan pengambilan dan pemakaian dies, mesin haruslah dalam kondisi hidup.
4. Bahan yang telah selesai dibubut, diletakkan dan ditumpuk di kereta sorong.
5. Dicatat produk yang memiliki kecacatan dan diserahkan ke bagian supervisor, dan
produk akan diteruskan ke bagian permesinan selanjutnya. 6.
Matikan mesin bubut duduk setelah selesai digunakan.
Universitas Sumatera Utara
T
Prosedur Kerja Mesin Potong As
Penangggungjawab
Operator: 1 orang Jumlah mesin: 2 unit
Prosedur Kerja:
1. Nyalakan mesin potong as untuk waktu persiapan pemanasan selama 10
menit saat pertama kali dinyalakan. 2.
Bahan yang telah diukur dengan jangka sorong atau meteran, letakkan tepat dibawah mata pisau, kemudian pasang jig agar bahan tidak goyang saat
pemotongan. 3.
Beberapa hal yang harus dilakukan ketika melakukan pemotongan, antara lain:
a. Marker yang digunakan untuk menandai ukuran adalah marker berwarna
cerah. b.
Pada saat pemotongan, harus diperhatikan bahwa bahan benar-benar telah terpotong.
c. Setelah menggunakan setiap alat bantu, harus dikembalikan ke tempat
semula yang telah disediakan, serta pemindahan dan pengambilan alat bantu dapat dilakukan pada kondisi mesin hidup.
4. Bahan yang telah selesai dipotong, diletakkan dan ditumpuk di kereta sorong.
5. Matikan mesin potong setelah selesai digunakan.
Universitas Sumatera Utara
Prosedur Kerja Mesin Bubut Biasa
Penangggungjawab
Operator: 1 orang Jumlah mesin: 2 unit
Prosedur Kerja:
1. Nyalakan mesin bubut untuk waktu persiapan pemanasan selama 15 menit
saat pertama kali dinyalakan. 2.
Bahan yang telah diukur dengan jangka sorong atau meteran, masukkan kedalam jig sebagai penahan bahan, selanjutnya di set mesin untuk
pembubutan. 3.
Beberapa hal yang harus dilakukan ketika melakukan pembubutan, antara lain:
a. Marker yang digunakan untuk menandai ukuran adalah marker berwarna
cerah. b.
Pada saat memindahkan bahan, mata pahat tidak boleh bersinggungan dengan bahan, karena akan menimbulkan goresan.
c. Setelah menggunakan setiap alat bantu, harus dikembalikan ke tempat
semula yang telah disediakan, serta pada saat pengambilan alat bantu, mesin dalam kondisi hidup.
4. Bahan yang telah selesai dibubut, diletakkan dan ditumpuk di kereta sorong.
5. Matikan mesin bubut setelah selesai digunakan.
Universitas Sumatera Utara
Prosedur Kerja Mesin Drilling
Penangggungjawab
Operator: 1 orang Jumlah mesin: 1 unit
Prosedur Kerja:
1. Nyalakan mesin drilling untuk waktu persiapan pemanasan selama 10 menit
saat pertama kali dinyalakan. 2.
Bahan yang akan dilobangi atau diulir, ukur dengan jangka sorong, kemudian letakkan tepat dibawah mata bor, dan ditahan dengan jig, selanjutnya di set
mesin untuk pengeboran atau penguliran. 3.
Beberapa hal yang harus dilakukan ketika melakukan drilling, antara lain: a.
Marker yang digunakan untuk menandai ukuran adalah marker berwarna gelap dan terang tergantung jenis dan warna bahan.
b. Agar tidak terjadi kesalahan dalam pengeboran, haruslah diketahui jenis
dan ukuran mata bor yang akan digunakan. c.
Setelah menggunakan setiap alat bantu, harus dikembalikan ke tempat semula yang telah disediakan.
4. Bahan yang telah selesai dibor atau diulir, diletakkan dan ditumpuk di kereta
sorong. 5.
Matikan mesin drilling setelah selesai digunakan.
Universitas Sumatera Utara
Beberapa hal yang sudah ditentukan diatas dan prosedur yang telah ditetapkan, akan sangat membantu dalam konversi kegiatan internal menjadi eksternal.
Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa kegiatan konversi ini bertujuan untuk mengurangi waktu total operasi, sehingga dapat meningkatkan produktivitas
operator dan mesin. Beberapa proses yang berubah dalam proses permesinan antara lain:
1. Proses produksi sprocket belah:
a. Pada mesin bubut duduk, sprocket bulat yang telah dibubut
permukaannya, ditumpuk sementara di atas kereta sorong, untuk selanjutnya didorong operator mesin potong ke daerah mesin tanpa
menggunakan hoist crane. b.
Pada mesin potong as, dimana terdapat dua mesin, namun pada saat beroperasi, seringkali salah satu mesin dalam kondisi mati. Oleh karena
itu, penggunaan kedua mesin harus dioptimumkan. c.
Pada proses pemotongan, kecepatan rotor untuk menggerakkan belt masih terlalu lambat rotasi maksimum 1420 rpm, sehingga waktu
proses pemotongan mencapai 9-10 menit. Dengan mempertimbangkan keausan bahan logam saat dipotong, kecepatan dapat ditambah, sehingga
waktu pemotongan dapat berubah menjadi 6-8 menit. d.
Hasil pemotongan ini, diletakkan atau ditumpuk rapi di kereta sorong secara manual, untuk selanjutnya didorong oleh operator mesin drill ke
daerah mesin drill.
Universitas Sumatera Utara
e. Setelah selesai dipotong sudut tepi dan diulir, sprocket belah diletakkan
ke kereta sorong yang lain, untuk dibawa ke penyimpanan dan disatukan kedua belahan dengan mur.
2. Proses produksi garbox:
a. Pada mesin potong as, utilisasi mesin lebih dioptimalkan sehingga dapat
mempercepat wakto produksi produk. b.
Pada proses pemotongan, kecepatan rotor untuk menggerakkan belt masih terlalu lambat rotasi maksimum 1420 rpm, sehingga waktu
proses pemotongan mencapai 30-40 menit. Dengan mempertimbangkan keausan bahan logam saat dipotong, kecepatan dapat ditambah, sehingga
waktu pemotongan dapat berubah menjadi 25-30 menit. c.
Pada mesin bubut biasa, yakni mesin utama dalam pembuatan garbox, kecepatan proses pembubutan dapat ditingkatkan dengan menaikkan
kecepatan spindle dan tingkat kedalaman pemakanan. Selain perubahan pada proses operasi yang dilakukan, perubahan layout
juga dapat diterapkan untuk membantu mempersingkat waktu total operasi dan mendukung konversi kegiatan. Pada gambar berikut, dijelaskan keadaan layout
sebelum dan sesudah perbaikan.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 6.1. Layout Sebelum Perbaikan
Universitas Sumatera Utara
Gambar 6.2. Layout Setelah Perbaikan
Universitas Sumatera Utara
6.3.2. Estimasi Hasil Peningkatan Process Life Cycle Effeciency
Pada data awal telah disebutkan bahwa terdapat 32 urutan proses kerja yang dilakukan untuk membuat sprocket belah dan 24 urutan proses untuk
membuat garbox. Berdasarkan analisis value dan non-value added activity, pada proses produksi keduanya, kegiatan non-value added berupa transportasi,
inspeksi, menumpuk dan kegiatan menunggu, yakni bahan sprocket bulat hasil pembubutan mesin bubut duduk yang akan dibawa ke mesin potong WIP I,
sprocket belah yang akan dibawa ke mesin drilling WIP II, dan pada produksi garbox, bahan berupa besi as bulat yang telah dipotong yang akan dibawa ke
mesin bubut WIP I. Dengan usulan perbaikan yang telah diberikan, maka kegitan non-value added tersebut dapat dihilangkan.
Pada kegiatannya, tentu akan menggunakan hoist crane saat memindahkan bahan-bahan yang berat seperti garbox dan sprocket bulat dari kereta sorong ke
mesin. Oleh karena itu, area pergerakan hoist crane juga harus dibatasi, agar operator tidak membutuhkan waktu lama dalam mengambil hoist crane. Dengan
dijalankannya usulan perbaikan ini, maka proses produksi sprocket belah dan garbox dapat dikurangi. Kegiatan kerja setelah dilakukan perbaikan dapat dilihat
pada Tabel 6.6 dan 6.7 berikut dimana dapat dibedakan waktu proses awal dengan waktu proses setelah dilakukan perbaikan.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 6.6. Estimasi Perbaikan Urutan Proses Produksi Sprocket Belah
No Proses
Uraian Proses Waktu Proses
Current VSM
Future VSM
1 Diangkut ke bagian pembubutan diangkut dengan hoist yg
letaknya sudah menetap tetap 5.25
2.00 2
Bahan diukur sesuai spesifikasinya 1.46
1.00 3
Mesin di- set up set up pertama 3.22
2.00 4
Dibubut dengan mesin bubut duduk pembubutan bagian atas 34.50
34.50 5
Bagian bawah dibalikkan untuk dibubut 3.20
1.50 6
Mesin di- set up set up kedua 2.52
2.00 7
Dibubut dengan mesin bubut duduk kembali 33.30
33.30 8
Diletakkan hasil di kereta sorong 2.13
2.00 9
Diangkut ke daerah kerja bagian pemotongan as 5.25
1.00 10
Set up awal mesin pemotongan as pelepasan jig dan pemasangan kembali
1.10 1.00
11 Dibelah sprocket menjadi dua bagian yang sama
8.54 6.00
12 Dilepaskan jig pada mesin dan di set up untuk pemotongan
sprocket 0.43
0.30 13
Dipotong sisi pertama sepanjang 5 cm dari bagian ujung sprocket
9.10 6.50
14 Dilepaskan jig dan dipindahkan sprocket ke kereta sorong
secara manual 0.15
0.15 16
Di set-up mesin untuk pemotongan belahan kedua dengan jig 0.50
0.50 17
Dipotong sisi kedua sepanjang 5 cm dari bagian ujung sprocket
8.37 6.00
19 Dilepaskan jig dan diangkut hasil potongan kedua ke kereta
sorong sementara dengan manual 0.50
0.50 20
Diangkut hasil sprocket yang telah dipotong ke daerah kerja mesin drill dengan kereta sorong
11.10 1.50
21 Diangkut sprocket belah dari kereta sorong ke mesin drill
secara manual 2.15
2.15 22
Di set-up mesin untuk pemotongan sudut tepi 1.50
1.00 23
Dipotong sudut tepi 12.24
12.24 24
Dilepaskan jig kemudian di set mesin untuk pembuatan ulir pada sprocket belah
1.35 1.35
25 Di ulir pada bagian tengah pada ujung sprocket
5.20 5.20
26 Dilepaskan jig dan diletakkan sprocket belah di lantai kerja
mesin bubut 3.25
3.25 27
Dipasang mur untuk mengkaitkan kedua sisi sprocket belah tersebut
15.38 10.00
28 Diangkut ke bagian penumpukan sementara
2.45 1.00
Total Waktu Proses 177.07 137.94
Universitas Sumatera Utara
Tabel 6.7. Estimasi Perbaikan Urutan Proses Produksi Garbox
No Proses
Uraian Proses Produksi Waktu Proses
Current VSM
Future VSM
2 Diangkut bahan ke bagian pemotongan
5.25 2.50
3 Diukur besi sesuai ukuran dan diatur jig penahan besi saat
pemotongan 4.35
2.00 4
Dipotong menggunakan mesin potong 34.39
26.00 5
Dilepaskan jig dan diangkut bahan ke kereta sorong 3.34
2.00 7
Diangkut ke bagian pembubutan 3.45
2.00 8
Di set-up mesin untuk diameter besi 11 cm dan sepanjang 18 cm
3.35 1.50
9 Besi dibubut sepanjang 18 cm dari pangkal dengan
diameter 11 cm 35.38
30.00 10
Di set-up mesin untuk diameter besi 13 cm dan sepanjang 16 cm
4.00 1.50
11 Besi dibubut sepanjang 16 cm dari bagian yang sudah
dibubut sebelumnya dengan diameter 13 cm 38.45
33.00 12
Di set-up mesin untuk diameter besi 11 cm dan sepanjang 22,5 cm
5.11 1.50
13 Besi dibubut sepanjang 22,5 cm dari bagian yang sudah
dibubut sebelumnya dengan diameter 11 cm 50.12
35.00 14
Di set-up mesin untuk diameter besi 9,95 cm dan sepanjang 68,5 cm
5.55 1.50
15 Besi dibubut sepanjang 68,5 cm dari bagian yang sudah
dibubut sebelumnya dengan diameter 9,95 cm 61.07
50.00 19
Di set-up mesin untuk pembuatan ulir dengan diameter 2,25 cm
3.15 1.50
20 Di bubut pada bagian as besi untuk ulir pada garbox
7.08 7.08
21 Dilepas jig dan diangkut ke kotak kayu
4.27 3.00
24 Diangkut kotak kayu ke penumpukan sementara dan
disimpan 5.02
2.00 Total Waktu Proses
315.50 202.08
Dengan adanya estimasi perbaikan life cycle efficiency, maka peningkatan produktivitas tenaga kerja dan mesin dapat diestimasikan peningkatannya dengan
melihat kecepatan waktu penyelesaian orderan pelanggan. Misalnya pada produk sprocket belah, jumlah produk yang disorder sebanyak 250 unit, waktu proses
awal secara keseluruhan adalah 177.07 menit, dan total waktu kerja selama
Universitas Sumatera Utara
seminggu adalah 3180 menit, maka produk tersebut dapat dikirim ke pelanggan dengan perhitungan sebagai berikut:
Unit per minggu = 3180 menit : 177.07 menit
= 17.959 unit minggu Total minggu penyelesaian = 250 unit : 17.959 unit
= 13.92 minggu Namun, setelah melakukan proses perbaikan dengan Lean Six Sigma, total
waktu proses dapat diestimasikan berkurang menjadi 137.94 menit, sehingga waktu penyampaian produk ke konsumen dapat lebih cepat. Perhitungannya
adalah sebagai berikut: Unit per minggu
= 3180 menit : 137.94 menit = 23.053 unit minggu
Total minggu penyelesaian = 250 unit : 23.053 unit = 10.844 minggu
Dengan perhitungan yang sama, estimasi waktu penyampaian kedua produk ke tangan konsumen dapat dilihat pada Tabel 6.8 berikut.
Tabel 6.8. Estimasi Waktu Penyampaian Produk ke Konsumen
No Produk Keadaan
Permintaan Waktu
Proses Menit
Waktu Kerja
dalam seminggu
Menit Jangka
Waktu Penyelesaian
Minggu
1 Sprocket
Belah Awal
250 177.07
3180 13.92
Setelah perbaikan 250
137.94 3180
10.84 2
Garbox Awal
50 305.5
3180 4.8034
Setelah perbaikan 50
202.08 3180
3.1773
Universitas Sumatera Utara
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
7.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengolahan, analisis data dan tujuan penelitian yang telah dilakukan dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Mesin yang digunakan pada proses produksi yaitu mesin bubut duduk, mesin
potong as, dan mesin drilling untuk pembuatan produk sprocket belah. Sedangkan pada produk garbox, mesin yang digunakan yaitu mesin potong as
dan mesin bubut biasa.
2. Total waktu proses produk sprocket belah dan garbox sebelum dilakukan
perbaikan dengan Lean Six Sigma masing-masing adalah 177.07 menit dan
316.19 menit.
3. Faktor pemborosan yang berpengaruh secara signifikan pada efesiensi lini
produksi yang mempengaruhi produktivitas operator dan mesin adalah gerakan berlebihan excess motion, transportasi, kegiatan berlebihan dan
waktu set up.
4. Dengan metode SMED, waktu set up permesinan dapat dikurangi dari 45.19
menit menjadi 34.20 menit pada sprocket dan 54.01 menit menjadi 21 menit pada garbox.
5. Dengan metode FMEA, dilakukan perbaikan terhadap proses produksi
dengan memberikan SOP kepada operator permesinan yang digunakan.
Universitas Sumatera Utara
6. Dengan perubahan dan perbaikan urutan proses kedua produk, lead time
produk dapat diminimisasi karena waktu proses menjadi lebih sedikit. Pada produk sprocket belah, penyelesaian produk seharusnya 13.92 minggu namun
dapat dikurangi menjadi 10.84 minggu. Sedangkan pada garbox, penyelesaian produk seharusnya 4.8 minggu menjadi 3.17 minggu.
7.2. Saran
Setelah melakukan penelitian tugas sarjana ini, adapun saran yang dapat diajukan adalah :
1. Pengujian bahan produk sprocket belah perlu dilakukan oleh perusahaan
sebelum diproses di bagian permesinan. 2.
Metode kerja sebaiknya diperbaiki oleh perusahaan agar urutan proses lebih optimal sehingga waktu dan biaya proses dapat menurun.
3. Lead time order-an pelanggan sebaiknya tidak diambil waktu terlama karena
dapat mempengaruhi kinerja operator. 4.
Pada penelitian selanjutnya, sebaiknya peneliti tidak terlalu berlandaskan teori pada tinjauan pustaka, melainkan perlunya pertimbangan antara logika
dan teori pada buku.
Universitas Sumatera Utara
BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
2.1. Sejarah Perusahaan