Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

commit to user 1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan masyarakat global dewasa ini telah menciptakan berbagai perubahan-perubahan yang dapat menjadi tantangan yang komplek, baik bagi individu, kelompok, maupun organisasi. Peluang dan atau tantangan dapat diantisipasi oleh sumber daya manusia SDM yang berkualitas. Sumber daya manusia SDM merupakan sumber daya terpenting yang dimiliki oleh suatu organisasi, salah satu implikasinya ialah bahwa investasi terpenting yang mungkin dilakukan oleh organisasi adalah di bidang sumber daya manusia Sondang P.Siagian, 2000:181. Terlebih lembaga pendidikan yang selama ini diyakini sebagai salah satu strategi yang efektif dalam mencetak lulusan output yang memiliki kualitas SDM yang handal. Pendidikan merupakan modal utama bagi suatu bangsa dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang dimilikinya. Sumber daya manusia yang berkualitas akan mampu mengelola sumber daya alam dan memberi layanan secara efektif dan efisien untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, hampir semua bangsa berusaha meningkatkan kualitas pendidikannya termasuk Indonesia. Upaya yang dilakukan pemerintah dalam meningkatkan kualitas pendidikan adalah diterbitkannya Undang-Undang UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pada pasal 50 ayat 3 menyatakan bahwa commit to user 2 “Pemerintah danatau Pemerintah Daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf Internasional”. Pada lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah Antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah KabupatenKota menegaskan bahwa Pemerintah Daerah Provinsi berwenang sebagai penyelenggara danatau pengelola satuan pendidikan program studi bertaraf internasional pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Pemerintah KabupatenKota berwenang sebagai penyelenggara dan pengelola satuan pendidikan sekolah dasar bertaraf internasional. Dalam rangka mewujudkan visi dan menjalankan misi pendidikan nasional, diperlukan acuan dasar benchmark bagi setiap penyelenggara satuan pendidikan. Terkait dengan itu, terdapat tujuh kriteria penyelenggaraan pendidikan yang harus menjadi pedoman agar tujuan dapat terwujud. Ada pun kriteria yang dimaksud adalah sebagai berikut: 1. Pendidikan yang berisi muatan yang seimbang dan holistik. 2. Proses pembelajaran yang demokratis, mendidik, memotivasi, mendorong kreativitas, dan dialogis. 3. Hasil pendidikan yang bermutu dan terukur. 4. Berkembangnya profesionalisme pendidik dan tenaga kependidikan. 5. Tersedianya sarana dan prasarana belajar yang memungkinkan berkembangnya potensi peserta didik secara optimal. commit to user 3 6. Berkembangnya pengelolaan pendidikan yang memberdayakan satuan pendidikan. 7. Terlaksananya evaluasi, akreditasi, dan sertifikasi yang berorientasi pada peningkatan mutu pendidikan secara berkelanjutan. Sesuai dengan amanat perundang-undangan, Direktorat Jenderal Pendidikan Menengah Kementerian Pendidikan Nasional mengembangkan SMA yang berpotensi untuk melaksanakan proses layanan pendidikan yang berkualitas untuk menghasilkan lulusan yang memiliki potensi dan prestasi berdaya saing secara nasional maupun internasional. Pelayanan pendidikan yang berkualitas tersebut diawali dengan program rintisan SMA Bertaraf Internasional yang dikembangkan dengan memberikan kualitas kepada stakeholders. Keberhasilan penyelenggaraan program Rintisan SMA Bertaraf Internasional dapat pula menjadi bahan rujukan bagi lembaga penyelenggara pendidikan lain untuk memberi jaminan kualitas. Jika jaminan kualitas diimplementasikan secara luas, maka kualitas pendidikan secara nasional akan meningkat, sehingga pada akhirnya peningkatan kualitas pendidikan akan berdampak pada peningkatan kualitas sumber daya manusia secara nasional. Agar kualitas pendidikan sesuai dengan apa yang seharusnya dan diharapkan oleh masyarakat maka perlu ada suatu acuan atau standar, sehingga setiap sekolah secara bertahap dapat mencapai standar yang telah ditentukan. Acuan tersebut bersifat nasional dan upaya pembinaan sekolah diarahkan untuk mencapai standar nasional. Apabila sekolah telah mampu mencapai standar nasional, selanjutnya dapat dikembangkan untuk mencapai standar internasional. commit to user 4 Dengan kata lain, standar nasional pendidikan adalah target minimal yang harus dicapai dalam peningkatan mutu pendidikan. Kebijakan yang digulirkan oleh pemerintah pusat kepada daerah, dalam pelaksanaannya tidak selalu mulus dalam arti semua kebijakan dapat dilaksanakan di daerah. Hal ini menjadi kendala untuk mengimplementasikan diantaranya adalah kesiapan sumber daya alam, sumber daya manusia, peran serta pemangku kepentingan, dana, dan sebagainya. Sekolah yang telah ditetapkan sebagai RSBI dalam pelaksanaannya harus memenuhi delapan standar yang sekaligus menjadi sasaran untuk pencapaian tujuan pendidikan itu sendiri yaitu terdiri: standar akreditasi, standar kurikulum, standar proses pembelajaran, standar penilaian, standar pendidik, standar tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, dan standar pengelolaan serta standar pembiayaan pendidikan. Dalam praktik pengelolaannya, semua komponen tersebut merupakan obyek penjaminan mutu pendidikan. Maksudnya adalah bahwa mutu pendidikan yang akan dicapai oleh sekolah obyeknya adalah komponen-komponen pendidikan tersebut. Tingkatan dan kualifikasi mutu pendidikan yang akan dicapai sebagai RSBI untuk menuju SBI minimal adalah bertaraf atau setara dengan tingkatan dan kualifikasi mutu pendidikan dari negara- negara anggota OECD, negara maju lain, dan atau sekolah bertaraf internasional lain, baik dari dalam maupun luar negeri. Komponen-komponen pendidikan dalam sistem tersebut dikelompokkan menjadi dua, yaitu dalam IKKM dan IKKT. Oleh karena itu, setiap sekolah yang menyelenggarakan pendidikan sebagai commit to user 5 RSBISBI harus didasarkan atas kedua hal tersebut untuk dapat dipenuhi semuanya. Bagi sekolah yang ditetapkan menjadi RSBI, maka diharapkan sekolah tersebut mampu melakukan langkah-langkah strategis, sebagai suatu persiapan menuju sekolah yang benar-benar memiliki karakteristik internasional yang mandiri. Strategi yang dapat ditempuh secara ideal antara lain melalui analisis kondisi dan potensi satuan pendidikan di sekolahnya sendiri, untuk mengetahui sejauh mana potensi kekuatan sekolah untuk menjadi RSBI, seberapa besar kelemahan yang ada, seberapa besar ancaman dari dalam dan luar sekolah, serta seberapa besar peluang yang ada bagi sekolah untuk melaksanakan RSBI. Dari hasil analisis ini selanjutnya sekolah secara khusus dapat melakukan berbagai langkah yang tepat untuk mengatasi berbagai kendala, kelemahan, dan ancaman yang timbul, sehingga sekolah mampu menjalankan RSBI secara baik dan profesional menurut kemampuan dan kondisi masing-masing. Kebijakan Menteri Pendidikan Nasional Mendiknas, M Nuh, yang menghentikan pendirian sekolah Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional RSBI tahun pelajaran 20112012, menunjukkan bahwa belum tercapainya kesesuaian antara Standar Nasional Pendidikan SNP dengan kondisi satuan pendidikan. Pemberhentian izin pendirian RSBI disebabkan makin menjamurnya sekolah tersebut dan tanpa kontrol ketat, serta belum dipenuhinya alokasi 20 persen siswa berprestasi dari keluarga miskin. RSBI yang cenderung eksklusif dan menarik biaya mahal sebagai salah satu faktor pendorong Kemendiknas mengeluarkan aturan penghentian izin pendirian RSBI. commit to user 6 Menanggapi hal tersebut Evaluasi Forum Pendidik Independen Indonesia FGII terhadap RSBI dan SBI menyebutkan dari sisi fasilitas, sarana dan prasarana gedung sekolah memang terpenuhi. Namun, sumber daya manusia SDM masih kedodoran http:diksia.combergulirnya-permasalah-rsbi-di-dunia- pendidikan Semua sekolah memang punya potensi untuk berkembang menjadi RSBI. Namun untuk bisa menerapkan kurikulum internasional, tidaklah semudah digambarkan. Sebab kurikulum internasional yang akan diadopsi itu memiliki standar yang harus dipenuhi oleh sekolah. Dari segi sarana prasarana misalnya, kurikulum internasional itu sudah mengarah ke basis teknologi informasi. Setiap ruangan belajar harus memiliki fasilitas multimedia untuk mendukung materi pembelajaran. Hal ini harus didukung dengan kemampuan pendidik dalam menguasai TIK. Demikian juga dengan bahasa pengantar pembelajaran, sudah mengarah ke bilingual, yaitu Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. Ini juga menuntut kesiapan dari masing-masing pendidik mata pelajaran. Untuk mewujudkan pelaksanaan kurikulum tambahan tentunya sekolah membutuhkan tambahan dana untuk menyediakan sarana dan prasarana seperti Laboratorium TIK, Bahasa, Multimedia dan Science Technology serta tenaga pendidik yang baik dan tentunya juga berstandar Internasional. Anggaran dana tambahan tersebut sesuai era otonomi daerah rencananya disediakan oleh pemerintah pusat dan daerah dengan perimbangan 40 : 60. Namun pada implementasinya rencana ini belum terlaksana baik. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh kekurang sesuaian Visi, Misi dan Strategi antara pemerintah commit to user 7 pusat dan daerah sehingga akan berpotensi menghambat percepatan pencapaian tujuan didirikannya RSBI. Dalam bidang tenaga pendidik selain memenuhi Standar Pendidik semua pendidik mampu memfasilitasi pembelajaran berbasis TIK, pendidik mata pelajaran kelompok sains, matematika, dan inti kejuruan mampu mengampu pembelajaran berbahasa Inggris. Dalam penilaian disamping memenuhi standar penilaian yang berlaku nasional, namun demikian karena rintisan SMA bertaraf internasional adalah sekaligus juga sekolah yang merujuk sekolah yang bertaraf internasional, maka sekolah harus memfasilitasi peserta didiknya yang ingin mengikuti ujian mendapatkan ijazahsertifikat internasional untuk melanjutkan pendidikan di luar negeri. Untuk mengikuti ujian internasional membutuhkan dana yang tinggi, karena itu memerlukan dukungan dana dari orang tua atau stakeholder sekolah. Demikian juga pada bidang-bidang yang lain, selain memenuhi Standar Nasional Pendidikan SNP masih harus mempunyai nilai lebih. Untuk memenuhi hal-hal tersebut tidak mudah baik bagi sekolah, para pendidik, orang tuawali peserta didik dan peserta didik itu sendiri. Dari segi penilaian berbasis TIK pasti membutuhkan biaya yang sangat tinggi, pengadaan multi media, fasilitas TIK tiap ruang kelas, laptop bagi para pendidik, laptop bagi peserta didik. Biaya tersebut tidak mungkin akan terpenuhi hanya dari dana pendamping yang diberikan oleh Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah, kekurangan pendanaan akhirnya dibebankan pada orang tuawali peserta didik. Sehingga orang tuawali peserta didik mengeluarkan biaya pendidikan putra- commit to user 8 putrinya lebih banyak. Tidak sedikit orang tua berpenghasilan minim tidak mampu menyekolahkan putra-putrinya di sekolah RSBI. Meskipun ada alokasi beasiswa dari dana pendamping Pemerintah Pusat untuk peserta didik tidak mampu. Tetapi kebutuhan harian untuk memenuhi sarana belajar masih tinggi. Sejalan dengan program pemerintah tentang SBI, di Kabupaten Gunungkidul baru ada satu SMA RSBI, yaitu SMA N 1 Wonosari. Dengan menjadi RSBI, sekolah berkewajiban menciptakan sistem penilaian pembelajaran yang tentu lebih baik. Lebih baik yang dimaksud adalah penilaian pembelajaran yang tentu saja memenuhi standar penilaian yang telah ditetukan pemerintah. Namun belum menjamin bahwa semua pendidik di SMA RSBI SMA N 1 Wonosari dalam penilaian pembelajaran sudah memenuhi standar penilaian yang ditetapkan oleh pemerintah. Hasil Ujian Nasional program RSBI SMA N 1 Wonosari tahun pelajaran 20092010 pada mata pelajaran matematika ada peserta didik yang memperoleh nilai 3,00, ini berarti ada peserta didik program RSBI SMA N 1 Wonosari tidak lulus ujian nasional. Hasil TPM Kelas X tahun pelajaran 20102011 semester genap program RSBI SMA N 1 Wonosari prestasi matematika paling rendah. Tabel 1.1 Rataan hasil TPM semester genap tahun pelajaran 20102011 Bhs. Ind Bhs. Ing Mtk Bio Fis Kim Eko Geo Sos Sej 5,42 6,95 4,82 7,20 5,30 6,31 6,75 6,17 7,81 6,60 Sumber SMA N 1 Wonosari. commit to user 9

B. Identifikasi Masalah