Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

2

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bahasa merupakan sistem arti dan bentuk dalam merealisasikan arti. Pada prinsipnya, bahasa terwujud untuk memenuhi kebutuhan manusia. Oleh karena itu, bahasa terstruktur menurut kebutuhan manusia pada bahasa. Dengan kata lain, struktur bahasa ditentukan oleh fungsi yang dilakukan bahasa atau fungsi yang disampaikan penutur melalui bahasa untuk memenuhi kebutuhan manusia dalam masyarakat. Menurut pendapat Halliday 1985 : 13 Language is functional in the sense that is designed to account for how language is use. Hal ini berarti bahwa pemakaian bahasa sebagai sistem arti dan bentuk tergantung pada konteks pemakaian bahasa. Konteks sangat mempengaruhi realisasi ragam bentuk bahasa dalam suatu teks. Konteks direalisasikan dalam bentuk ekspresi tipikal melalui realisasi pilihan kosa- kata dan struktur - strukturnya. Dalam hal ini Martin dan Eggins 1994 : 15- 18 menyatakan bahwa : Each text appears to carry with it some influences from the context in which it was produced. Context, we could say, gets into text by influencing the words and structure producers use. Dengan kata lain fungsi dan tujuan berbeda sesuai dengan konteks akan melahirkan bentuk bahasa yang berbeda dalam suatu teks. Isi suatu teks direalisasikan dalam kesatuan makna. Suatu teks adalah satu satuan semantik atau makna Halliday dan Hasan 1980 : 1. Satuan makna dinyatakan dalam bentuk-bentuk kalimat pada teks, dan kalimat - 1 3 kalimat tersebut terikat satu sama lain membentuk kesatuan makna. Dengan kata lain terdapat suatu sistem yang menghubungkan makna antara satu kalimat dengan kalimat lainnya sehingga menjadi sebuah kalimat yang padu dan utuh yang mempunyai fungsi sama dalam sebuah penggunaan kosakata dan kalimat tertentu. Kohesi bersifat semantis, konsep tersebut mengacu pada hubungan makna yang terdapat di dalam teks dan yang menentukannya sebagai teks. Kohesi sangat berbeda dengan struktur informasi dalam suatu teks. Kohesi bersifat potensial untuk menghubungkan suatu elemen dengan elemen lainnya dalam suatu teks. Oleh karena itu kohesi merupakan bagian komponen teks dalam sitem linguistik Halliday dan Hasan, 1976 : 4. Kohesi merupakan aspek formal bahasa dalam wacana. Dengan itu kohesi adalah organisasi sintaktik. Organisasi sintaktik ini adalah merupakan wadah ayat-ayat yang disusun secara padu dan juga padat. Dengan susunan demikian organisasi tersebut adalah untuk menghasilkan tuturan. Ini bermaksud bahwa kohesi adalah hubungan di antara ayat di dalam sebuah wacana, baik dari segi tingkat gramatikal maupun dari segi tingkat leksikal tertentu. Dengan penguasaan dan juga pengetahuan kohesi yang baik, seorang penulis akan dapat menghasilkan wacana yang baik. Hal itu juga dijelaskan oleh Cook 1989: 127, yaitu sebagai berikut. Where there has been knowledge of cohesion in language teaching, there has sometimes been implicit assumption that cohesive links must operate between sentences in the same way in the firstand second language, in other words, through straightforward translation equivalents. Even now, when extensive research has been done on cohesion, there is still a reluctance to give it much prominence in language pedagogy. 4 Kohesi dalam bahasa mengajarkan asumsi tersembunyi antara bahasa pertama dengan bahasa kedua, dengan kata lain melalui terjemahan secara langsung. Sekarangpun telah dilaksanakan riset mengenai kohesi, namun ada suatu hambatan untuk memberi keunggulan dalam pendidikan bahasa. Dalam kohesi, kaedah-kaedah yang digunakan adalah berdasarkan penyampaian informasi lama dan informasi baru. Kaedah-kaedah itu adalah seperti kaedah perujukan, kaedah penggantian, kaedah pengguguran, kaedah konjungsi dan kohesi leksikal. Wacana juga dicirikan oleh kesinambungan informasi yang diartikan sebagai kesatuan makna. Kesatuan makna dalam wacana ini pula dapat dilihat dari segi makna logika dan makna kohesi. Kohesi merupakan konsep semantik yang juga merujuk kepada perkaitan kebahasaan yang didapati pada suatu ujaran yang membentuk wacana. Manakala menurut Halliday dan Hasan 1976: 5 bahwa kohesi merupakan satu set kemungkinan yang terdapat dalam bahasa untuk menjadikan suatu teks itu memiliki kesatuan. Hal ini berarti bahwa hubungan makna baik makna leksikal maupun makna gramatikal, perlu diwujudkan secara terpadu dalam kesatuan yang membentuk teks. Halliday dan Hasan 1976: 7 menjelaskan konsep kohesi sebagai berikut. Cohesion is expressed through the stratal organization of language. Language can be explained as a multiple coding system comprising three levels of coding or strata. The semantic meaning, the lexicogrammatical forms and the phonological and orthographic expression. Meanings are realized coded as forms, and the forms are realized in turn recoded as expressions. To put this in everyday terminology, 5 meaning is put into wording and wording into sound or writing. Halliday dan Hasan 1976: 7 telah mencoba melihat kohesi makna itu dari dua sudut, yaitu kohesi gramatikal dan kohesi leksikal. Kedua gramatikal ini terdapat dalam sesuatu kesatuan teks. Kohesi ini juga memperlihatkan jalinan ujaran dalam bentuk kalimat untuk membentuk suatu teks atau konteks dengan cara menghubungkan makna yang terkandung di dalam unsur. Kaedah kohesi ini lebih dikenali dalam istilah perujukan, penggantian, pengguguran, konjungsi dan gramatikal leksikal. Efri Yoni Baikoen, 2008: 1. Moeliono 1992: 34 suatu kalimat dikatakan sempurna apabila dalam kalimat tersebut ada dua unsur kohesi dan koherensi. Kohesi merujuk ke perpautan bentuk, sedangkan koherensi pada perpautan makna. Pendapat ini diperjelas oleh Tarigan 1990: 96-97 suatu kalimat dikatakan sempurna apabila dalam kalimat merupakan organisasi sintaksis, sebagai tempat kalimat-kalimat disusun secara padu dan padat untuk menghasilkan tuturan. Pemakaian kalimat secara kohesi dalam karangan siswa SMA ini penting untuk diperhatikan, sebab pelajaran bahasa Indonesia untuk siswa SMA tidak terlepas dari materi pelajaran mengarang. Hal ini searah dengan pendapat Hafera 2003: 5 yang mengatakan bahwa mengarang adalah suatu keterampilan yang dapat dimiliki oleh siapa saja. Maksudnya, kegiatan mengarang ini dapat dimiliki banyak orang dengan berbagai lapisan tingkat pendidikan sebagai suatu keterampilan. Untuk itu, penting diperhatikan sebagai tindak lanjut pembinaan 6 terhadap penguasaan kosa kata anak siswa SMA dalam berbahasa. Pentingnya penguasaan dan pemakaian bahasa secara tertulis yang diwujudkan dalam karangan akan melatih siswa SMA sedikit demi sedikit dapat mempergunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Selain kohesi, karangan yang baik adalah karangan yang memiliki sifat linier. Linieritas adalah suatu urutan yang dikenakan pada bahasa Robins, 1992: 394. Kemudian, Brown dan Yule 1996: 124 berpendapat bahwa mengurutkan kata-kata menjadi kalimat dan mengurutkan kalimat-kalimat menjadi teks merupakan masalah linierisasi. Sifat linier merupakan masalah tersendiri bagi penulisnya. Artinya, penulis terkadang tidak peduli terhadap kelinieran wacana paragraf yang telah ditulisnya. Kalimat efektif adalah kalimat yang dengan sadar dan sengaja disusun untuk mencapai tujuan daya informasi yang tepat dan baik. Dalam suatu penulisan dibutuhkan penggunaan kalimat yang efektif. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan pemahaman terhadap bahasa tulis Tarigan, 1990: 90. Jos Daniel Parera dalam Sumiyo, dkk, 2000: 33, kalimat dikatakan efektif apabila kalimat ini didukung oleh a kesepadanan antara struktur bahasa dan atau cara jalan pikiran yang logis dan masuk akal. b kepararelan atau paralelisme bentuk bahasa yang dipakai untuk tujuan-tujuan efektif tertentu. c ketegasan dalam menonjolkan pikiran utama. d kehematan dan pilihan kata atau penyusunan pikiran yang kadang kala bertumpuk-tumpuk dalam satu kalimat. e kevariasian dalam menyusun kalimat. 7 Penulis akan selalu menghadapi masalah linierisasi. Untuk itu, penulis harus terlebih dahulu menentukan titik awal penulisannya. Titik awal atau titik tolak ini disebut juga topik, yaitu hal yang dibicarakan dalam wacana atau topik pokok pikiran. Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan dibatasi sejauh mana keteraturan urutan bagian-bagian yang utuh dan terpadu dalam sebuah wacana dapat diartikan linieritas. Kemudian, pengungkapan kalimat yang berputar-putar, meloncat-loncat, dan menyimpang dari topik dalam sebuah wacana bersifat tidak linier. Sifat yang tidak linier dapat dikatakan bahwa alam pikiranya bersifat siklis, tidak staight to the point, dan melingkar Dick Hartoko, 1992: 126.

B. Perumusan Masalah