’’Tampaknya memang begitu.’’ KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR

33 Tampak pada contoh 1 kata aku pada kalimat pertama dan ayahku pada kalimat kedua disubstitusi dengan frasa dua orang pada kalimat ketiga, sedangkan pada contoh 2 frasa hari Minggu pada kalimat kedua disubstitusikan dengan hari libur pada kalimat yang sama. 4 Substitusi klausal Substitusi klausal adalah penggantian satuan lingual tertentu yang berupa klausal atau kalimat dengan satuan lingual lainnya yang berupa kata atau frasa. Pada kalimat ini yang satu berfungsi sebagai klausa atau kalimat tersebut disubstitusikan oleh satuan lingual yang lain, sehingga antara klausa dan tuturan dalam masing-masing kalimat jelas, dan dapat dicermati dalam contoh-contoh kohesi gramatikal. Contoh subtstitusi klausal dalam kalimat adalah sebagai berikut. S: ’’Jika perubahan yang dialami oleh Rudi tidak bisa diterima dengan baik oleh orang-orang di sekitarnya; mungkin hal itu disebabkan oleh kenyataan bahwa orang-orang itu banyak yang sukses seperti Rudi’’.

T: ’’Tampaknya memang begitu.’’

Pada percakapan diatas terdapat substitusi klausal, yaitu tuturan S yang berupa satuan lingual klausa atau kalimat itu disubstitusikan oleh satuan lingual pada tuturan T yang berupa kata begitu. Atau sebaliknya, kata begitu pada tuturan T menggantikan klausa atau kalimat pada tuturan S. 34 Dari contoh-contoh kohesi gramatikal melalui penyulihan atau substitusi, baik substitusi nominal, verbal, frasal, maupun klausal, maka substitusi tersebut selain mendukung kepaduan wacana juga mempunyai fungsi lain yang sangat penting. Dalam hal ini, penggantian satuan lingual tertentu dengan satuan lingual lain dalam wacana itujuga berfungsi untuk 1 menghadirkan varasi bentuk, 2 menciptakan dinamisasi narasi,3 menghilangkan kemonotonan, dan 4 memperoleh unsur pembeda. Another kind of formal link between sentences is the substitution of words like do or so for a word or group of words which have appeared in an earlier sentence. it would be very long-winded if we had always to answer a question like do you like mangoes? with a sentence like Yes I like mangoes. It is much quicker, and it mean the same, if we say Yes I do or Yes I think so. Unfortunately, much traditional language teaching, in zeal for practising verb tenses and using new vocabulary, has concentrated exclusively on longer forms Answer with a full sentence please and deprived students of briefer, more authentic option Cook 1989:20. Macam kalimat formal adalah penggantian kata-kata seperti lakukan atau kira-kira untuk kelompok kata-kata yang sudah nampak adalah suatu kalimat lebih awal. Sangat bertele-tele jika kita harus selalu menjawab suatu pertanyaan, seperti apakah kamu suka mangga? dengan kalimat.Ya aku suka mangga. lebih cepat, dan arti yang sama, jika kita katakana,ya aku lakukan atau ya aku berpikir, maka, Sungguh, banyak bahasa tradisional dalam katakerja dan penggunaan kosa kata baru, sehingga memusatkan dengan suatu kalimat penuh dan para siswa pilih yang lebih ringkas, lebih asli Cook 1989: 20. 35

c. Pelesapan elipsis

Pelesapan elipsis merupakan salah satu jenis kohesi gramatikal yang berupa penghilangan atau pelesapan satuan lingual tertentu yang telah disebutkan sebelumnya. Unsur satuan lingual yang dilesapkan itu dapat berupa kata, frasa, klausa, atau kalimat. Fungsi pelesapan dalam wacana ini ialah untuk 1 menghasilkan kalimat yang efektif efektif kalimat, 2 efisiensi, yaitu untuk mencapai nilai ekonomis dalam pemakaian bahasa, 3 mencapai aspek kepaduan wacana, 4 bagi pembacapendengar berfungsi untuk mengaktifkan pikirannya terhadap hal-hal yang tidak diungkapkan dalam satuan bahasa, dan 5 untuk kepraktisan berbahasa terutama dalam berkomunikasi secara lisan. Cook 1989: 20 juga menjelaskan mengenai pelesapan atau elipsis sebagai berikut. Sometimes we do not even need to provide a substitute for a words or phrase which has already been said. We can simply omit it, and know that the missing part can be reconstructed quite succesfully. Instead of answering would you like a glass of beer? with yes I would like a glass of beer we can just say Yes I would knowing that like a glass of beer will be understood. Or if someone says What are you doing? we can just answer Eating a mango instead of I am eating a mango because we know that I am is understood and does not have to be said. Omitting part of sentences on the assumtion that an earlier sentence or the context will make the meaning clear is known as ellipsis Cook 1989: 20. d. Perangkaian konjungsi Perangkaian atau konjungsi adalah salah satu jenis kohesi gramatikal yang dilakukan dengan cara menghubungkan unsur yang satu dengan unsur lain dalam wacana.Unsur yang dirangkaikan dapat berupa satuan lingual kata, frasa, 36 klausa, kalimat, dan dapat juga berupa unsur yang lebih besar dari itu, misalnya alinea dengan pemarkah lanjutan, topik pembicaraan dengan pemarkah alih topik. Perangkain dapat berupa satuan lingual satuan lingual dan, atau, tetapi, namun, sebab, karena, meskipun, jika, dll. Konjungsi berbeda dengan pengacuan, substitusi, dan elipsis dalam hal bukan suatu upaya untuk mengingatkan pembaca akan adanya wujud, tindakan, keadaan, dan lain sebagainya yang disebutkan lebih dahulu. Dengan kata lain, konjungsi bukanlah hal yang dimaksudkan oleh para linguis sebagai hubungan anaforis, Namun, konjungsi di-masukkan ke dalam kohesi karena konjungsi memarkahi hubungan yang hanya dapat dimengerti sepenuhnya melalui pengacuan ke bagian lain teks. Halliday dan Hasan menunjukkan empat jenis hubungan yang dimarkahi oleh konjungsi, yakni konjungsi temporal, kausal, aditif, dan adversatif. Yet another type of formal relation between sentences -and perhaps the most apparent -is provided by those word and phrases which explicitly draw attention to the type of relationship which exists between one sentences or clause and another. These are conjunctions. These are conjunctions. These words may simply add more information to what has already been said and, furthermore, add to that or elaborate or exemplify it for instance, thus, in other words. they may contrast new information with old information, or put another side to the argument or, on the other hand, however, conversely Cook 1989: 21. Jenis hubungan formal antar kalimat yang paling nyata disajikan oleh ungkapan dengan tegas, dan menarik perhatian kepada jenis yang ada hubungan antara satu kalimat atau anak kalimatketentuan lain. adalah kata penghubung. Ini. Kata-Kata ini yang bisa dipastikan menambah lebih, informasi apa yang 37 telah dikatakan dalam merinci atau menerangkan dengan contoh itu sebagai contoh, seperti itu, dengan kata lain. mereka boleh membandingkan informasi baru dengan informasi lama atau menaruh sisi lain kepada argumentasi atau, pada sisi lain, bagaimanapun, dan sebaliknya Cook 1989: 21. Penelitian dalam persepsi konjungsi kohesif mungkin lebih banyak daripada dalam bidang lain. Ini disebabkan oleh fakta bahwa para ahli psikologi perkembangan selalu tertarik pada perkembangan persepsi tentang hubungan logis dan sebagian lagi karena para ahli pendidikan percaya bahwa kata-kata penghubung merupakan bagian penting dalam struktur teks ilmiah. Greer dalam Nunan1992: 22 menunjukkan bahwa suatu aspek penting pertumbuhan penalaran adalah perkembangan pemahaman tentang kata-kata penghubung yang logis dan bahwa pemerolehan pengertian lebih merupakan kemampuan yang berkembang dan bersinambung dari-pada suatu proses semua- atau-tidak sama sekali. Gardner dalam Nunan 1992: 22 menunjukkan bahwa persepsi kata-kata penghubung terikat konteks dan merupakan faktor penting dalam membaca sains pada tingkat sekolah menengah. Stoodt dalam Nunan 1992: 22 menemukan sutu korelasi yang dinyatakan oleh konjungsi dan pemahaman bacaan. Ada juga perbedaan yang cukup besar dalam kesukaran pada berbagai jenis konjungsi. Suatu kelompok studi lain yang penting telah menyelidiki kegunaan pemarkah-pemarkah itu sendiri dalam persepsi kohesi. Pearson dalam Nunan 38 1992: 23 menemukan bahwa subjek penelitian mengalami kesukaran yang lebih besar dalam memahami hubungan-hubungan implisit daripada eksplisit. Pada tingkat perguruan tinggi, Irvin menemukan bahwa keeksplisitan dan urutan klausa adalah penting untuk memahami hubungan kausal yang timbal balik. Kintsch dalam Nunan 1992: 22 juga menemukan bahwa pemahaman orang dewasa akan informasi yang dinyatakan secara eksplisit dikurangi saat informasi itu dibuat implisit. Diphak lain, Freebody dan Anderson dalam Nunan 1992: 23, dengan memakai teks yang didalamnya kohesi ’direndahkan’ ke berbagai tingkatan, berpendapat bahwa alat-alat kohesi tidak amat mempengaruhi pemahaman. Studi ini tampaknya menunjukkan bahwa hubungan tekstual itu sendirilah yang menentukan kesukarannya bukan petunjuk kohesi. Dalam tiga penelitian yang dikutip di dalamnya pemarkah merupakan hal penting, kalimat-kalimat yang mengandung hubungan itu sengaja ditulis ulang untuk mengaburkan hubungan- hubungan itu sendiri. Hal ini mungkin akan mempengaruhi keterbacaan Lautamatti dalam Nunan 1992: 24 . Mungkin juga kasusnya adalah bahwa hubungan logis yang diisyaratkan oleh konjungsi lebih sukar daripada jenis kohesi lain dan hubungan-hubungan ini perlu dimarkahi secara eksplisit bila sedang menangani isi yang tudak lazim. Sudah dikemukakan bahwa konjungsi mewakili tipe kohesi yang berbeda dengan pengacuan, pelesapan, substitusi, serta kohesi leksikal karena bukan merupakan petunjuk jalan maupun petunjuk cara bagaiman kedudukakan suatu bagian teks dihubungkan dengan bagiannya yang lain. 39 e. Pronomina Sebagai alat yang berfungsi menciptakan kepaduan wacana, pronomina banyak digunakan dalam wacana bahasa Indonesia. Pronomina atau kata ganti terdiri dari kata ganti diri, kata gant penunjuk, dan lain-lain. Kata ganti diri dalam bahasa Indonesia adalah: a saya, aku, kita, kami. b engkau, kamu, kau, kalian, Anda. c dia, mereka. Penggunaan kata ganti diri di atas dapat kita lihat dan baca pada contoh berikut ini. Salsa, Bila, dan Clara sedang duduk-duduk di beranda depan rumah Pak Karjo. Mereka sedang asyik berincang-bincang. Sebenarnya mereka sedang menanti saya dan Hendra. Untuk belajar bersama-sama. Saya tiba dan menyapa mereka dengan ucapan selamat sore. Hendra belum juga tiba. Mungkin dia terlambat datang karena mobinya mogok. Sebentar kemudian dia pun tiba. ’’Maaf, saya terlambat, tadi kendaraan padat benar di jalan. Mungkin kalian sudah jengkel menanti saya. Sasa menjawab dengan tersenyum: ’’Tidak apa-apa, kami memaafkan kamu, Hendra Teman-teman mari kita mulai membicarakan dan mengerjakan pekerjaan rumah kita: pelajaran bahasa Indonesia.’’ Kami asyik berdiskusi, dan semua tugas dapat kami selesaikan dengan baik.

6. Kohesi Leksikal

Kepaduan wacana selain didukung oleh aspek gramatikal atau kohesi gramatikal juga didukung oleh aspek leksikal atau kohesi leksikal. Kohesi leksikal ialah hubungan antarunsur dalam wacana secara semantis. Dalam hal ini, untuk 40 menghasilkan wacana yang padu pembicara atau penulis dapat menempuhnya dengan cara memilih kata-kata yang sesuai dengan isi kewacanaan yang dimaksud. Hubungan kohesif yang diciptakan atas dasar aspek leksikal, dengan pilihan kata yang serasi, menyatakan hubungan makna atau relasi semantik antarasatuan lingual . Muller, Natascha 2005: 6 as the result of a fused lexical or grammatical system...languages. Halliday dan Hasan 1976: 4 menyatakan bahwa pengertian kohesif atau sisipan adalah konsekuensi dari pembicara dwi bahasa upaya untuk menciptakan koherensi antara ucapan-ucapan dalam bahasa yang berbeda. Dengan mengulangi satu pokok leksikal dari ucapan sebelumnya bahkan jika bahasa interaksi telah berubah, seorang pembicara membentuk kohesi leksikal antara kedua ucapan- ucapan. Menafsirkan penyisipan sebagai akibat dari kohesi leksikal berfungsi untuk menjelaskan beberapa karakteristik linguistik lintas dari penyisipan, yaitu dominasi kata benda seperti kohesi leksikal dibatasi pada dasarnya item kelas terbuka, dan asimetri antara bahasa sebagai pilihan leksikal dipengaruhi oleh konteks di mana pokok leksikal digunakan dan pilihan bahasa dibatasi dalam beberapa konteks. Lebih jauh lagi, analisis menghilangkan kebutuhan untuk membedakan antara kata-kata pinjaman, kesempatan ini pinjaman, atau codeswitches item tunggal, sebagai pokok leksikal tidak lagi didefinisikan dalam hubungan dengan leksikon bahasa dalam konteks yang terjadi, melainkan oleh dari kohesif di mana ia berpartisipasi. Pendapat Halliday dan Hasan di atas diperkuat oleh Angermeyer 2002: 1 dalam penelitiannya yang menyimpulkan bahwa pemilihan kata untuk 41 membuat kohesif suatu wacana dipengaruhi oleh konteks yang berbeda-beda. Seorang penutur harus memperhatikan konteks ini dalam memilih kata yang tepat untuk menunjang kohesinya. Penelitian Morgan 2000: 280 juga menyatakan bahwa seorang anak yang dwi bahasa akan menggunakan kohesi sesuai konteksnya. Mereka akan memilih kata-kata yang tepat untuk mendukung komunikasinya. Dalam penelitian yang lain, Knouse 2006: 1 menyatakan bahwa wacana yang kohesif dapat mempermudah komunikasi dalam sebuah kelompok tertentu. Martin 1981a menegaskan bahwa sementara kohesi leksikal menimbulkan masalah, namun sumbangannya terhadap koherensi dalam teks sangat berarti tidak dapat diabaikan hlm. 1. Dalam pandangan martin, kohesi leksikal menjadi masalah karena lebih direalisasikan melalui unsur-unsur kelas terbuka daripada unsur-unsur kelas tertutup. Yang dimaksudnya di sini ialah bahwa bertentangan dengan, katakanlah hubungan pengacuan atau konjungsi yang dimarkahi oleh daftar unsur leksikal yang terbatas, tidak ada batas bagi unsur- unsur yang dapat merealisasikan hubungan leksikal. Sebenarnya, kata penuh saja dalam bahasa Inggris dapat termasuk dalam bentuk kohesi ini. Inilah yang menyebabakan ketidak-mungkinan menetapkan perangkat unsur-unsur leksikal yang muncul bersama-sama secara teratur. Tambahan masalahnya adalah fakta bahwa banyak hubungan leksikal terikat teks sekaligus terikat konteks. Kata dan frase, baik yang berkolokasi maupun yang dianggap sebagai sinonim dalam satu teks, mungkin bukan sinonim dalam teks lain. Misalnya, di luar konteks, unsur- unsur my neighbour tetengga saya dan the scoundrel si kurang ajar itu tidak 42 ada hubungannya sama sekali. Akan tetapi dalam teks berikut keduanya ada hubungan: My neighbour has just let one of his trees fall into my garden. And the scoundrel refuses to pay for the damage which was caused.Tetangga saya baru saja membiarkan salah satu pohonnya rebah ke dalam pekarangan saya. Dan si kurang ajar itu tidak mau membayar ganti rugi untuk kerusakan yang terjadi. Dengan adanya begitu banyak hubungan kohesi leksikal yang terikat teks itu tidaklah mungkin untuk menyusun suatu daftar istilah lengkap yang dapat diacu dalam bahasa Inggris. Paling-paling, daftar demikian hanya dapat memberikan sebagian analisis kohesi leksikal dalam bahasa Inggris. Meskipun atau bahkan karena sifatnya yang problemantis itu, maka kohesi leksikal pada umumnya adalah tipe kohesi yang paling menarik. Pengetahuan dasar pembaca memainkan peranan yang lebih jelas dalam persepsinya tentang hubungan leksikal yang amatbanyak daripada tentang tipe kohesi lain. Pola kolokasi misalnya, hanya akan tampak kohesif pada seseorang yang memiliki jaringan semantik yang dibutuhkan oleh pokok yang dihadapi. Alasan inilah yang menyebabkan kohesi leksikal mungkin amat mengecewakan bagi linguais, tetapi amat menarik bagi pengajar bahasa. Sifat terikat teks dari banyak hubungan leksikal serta peranan pemelajar dalam menanggapinya menciptakan masalah bagi linguis yang ingin memeberikan suatu pembahasan semantik terhadap kohesi leksikal. Martin 1981a menjelaskan 43 masalah ini sebagai berikut: suatu masalah yang timbul dalam analisis hubungan ini dalam teks harus menentukan berapa step langkah dalam suatu taksonomi suatu unsur dapat terpisah dan masih ikut membentuk kohesi. Misalnya rose ‘mawar’ dan flower ‘bunga’ secara intuitif tampak berkolokasi lebih erat daripada rose ‘mawar’ dan plant ‘tumbuhan’; dan meskipun orang dapat dapat menerima mosquito ‘nyamuk dan insect ‘serangga’ orang akan meragukan kolokasi antar mosquito ‘nyamuk dan animal ‘binatang’. Apakah unsur-unsur akhir terlalu jauh jaraknya dalam taksonomi untuk dihubungkan? Masalah ini lebih berat pada taksonomi bagain penuh seperti halnya door-knob ‘tombol pintu’ dan door ‘pintu’ adalah kohesif tetapi door-knop ‘tombol pintu’ house ‘rumah’ tampak berhubungan secara samar-samar halm.8 . Halliday dan Hasan 1976:278 menggunakan istilah kata-kata umum general word sebagai elemen kohesi ketika memandangnya dari sudut leksikal. Reiterasi reiteration adalah bentuk kohesi leksikal yang melibatkan pengulangan repetisi satuan leksikal, pada satu skala, penggunaan suatu kata umum mengacu kembali kepada satuan leksikal, dan pada skala yang lain sejumlah hal di antara penggunaan sinonimi, sinonimi dekat near-synonym atau superordinat. Halliday dan Hasan 1976:284 menyebutkan bahwa ada bagian yang paling problematik dalam kohesi leksikal, yaitu kohesi yang dicapai melalui asosiasi satuan-satuan leksikal yang menyertai keberadaannya secara teratur. Kolokasi adalah kohesi di mana pasangan tidak banyak tergantung pada hubungan semantik, karena kecenderungannya untuk berbagai lingkungan leksikal yang sama. Halliday dan 44 Hasan juga menyinggung adanya bentuk kohesi leksikal yang lain yaitu lawan kata dan hiponimi. Verhaar 2004:394 menyatakan bahwa unsur-unsur leksikal dalam bahasa dapat dibandingkan menurut hubungan semantik di antaranya. Menurut verhaar, hubungan semantik itu dapat berupa sinonim, antonim, homonim, dan hiponim. Kohesi leksikal ialah hubungan antarunsur dalam wacana secara semantik. Hubungan kohesif yang diciptakan atas dasar aspek leksikal, dengan pilihan kata yang serasi, menyatakan hubungan makna atau relasi semantik antara satuan lingual yang satu dengan satuan lingual yang lain dalam wacana Sumarlam, 2003:35. Sumarlam memebedakan kohesi leksikal dalam wacana menjadi enam macam, yaitu repetisi pengulangan, sinonimi padan kata, kolokasi sanding kata, hiponimi hubungan atas-bawah, antonimi lawan kata, dan ekuivalensi kesepadanan. a. Repetisi pengulangan Repetisi adalah pengulangan satuan lingual bunyi, suku kata, kata, atau bagian kalimat yang dianggap penting untuk memberi tekanan dalam sebuah konteks yang sesuai Sumarlam, 2003: 34 dalam Sumarlam dkk 2004: 9. Ada delapan macam repetisi, yaitu repetisi epizeuksis, tautotes, anaphora, epistrofa, simploke, mesodiplosis, epanalepsis, dan anadiplosis. 45 b. Sinonimi padan kata Sinonimi dapat diartikan sebagai nama lain untuk benda atau hal yang sama atau ungkapan yang maknanya kurang lebih sama dengan ungkapan lain Abdul Chaer, 1990: 85 dalam Sumarlam dkk 2004: 10. Dalam istilah bahasa Indonesia sinonimi mempunyai pengertian persamaan atau arti kata. Sinonimi synonym adalah bentuk bahasa yang maknanya mirip atau sama dengan bentuk yang lain: kesamaan itu berlaku bagi kata, kelompok kata, atau kailimat, walaupun umumnya yang dianggap sinonim hanya kata-kata saja Kridalaksana dalam Sarwidji dan Saliman, 2000: 90. Istilah sinonimi yang sering kita jumpai adalah bentuk- bentuk kata yang memiliki makna kurang lebih sama, dengan makna sebelumnya sehingga kita dengan mudah dapat mengartikan kata-kata tersebut dengan bahasa yang sering kita gunakan dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Fatimah-Djajasudarma 1993:36, sinonim digunakan untuk menyatakan kesamaan arti karena dalam sejumlah perangkat kata dijumpai memiliki makna sama atau satu sama lain memiliki makna sama atau hubungan antara kata-kata yang mirip dianggap mirip maknanya. Misalnaya kata buruk dan jelek adalah dua kata yang bersinonim; bunga, kembang, dan puspa adalah tiga buah kata yang bersinonim; mati, wafat, meninggal, dan mampus adalah empat buah kata yang bersinonim. 46 Menurut tafsiran yang sempit, dua unsur merupakan sinonim-sinonim jika mempunyai arti yang sama seperti dijelaskan oleh Ullmann dalam Lyon, 1995: 439 bahwa kata-kata yang dapat dideskripsikan sebagai sinonimi-sinonimi hanya yang dapat saling menggantikan dalam sembarang konteks tanpa perubahan sedikit pun, baik arti kognitif ataupun emotif. Hal tersebut berkaitan dengan anggapan umum bahwa kata-kata tidak pernah merupakan sinonimi dalam suatu konteks apabila tidak terdapat arti yang sama dalam semua konteks. Hubungan antara dua kata yang bersinonim bersifat dua arah, kata bunga bersinonimi dengan kata kembang maka kata kembang juga bersinonimi dengan kata bunga, tetapi dua kata yang bersinonim itu kesamaannya tidak sama 100, hanya kurang lebih saja Agusta dan Ulman dalam Chaer, 1995: 85. Dari pengertian kembang dan bunga pada kalimat tersebut mempunyai arti yang sama, kedua hal tersebut sering kita gunakan dan kita jumpai dalam kehidupan sehari- hari. Sering ditemukan bahwa sinonim adalah dua buah kata yang sama maknanya. Namun peninjauan terhadap sinonim tidak saja mengenai makna tetapi juga masalah penggunaanya. Dua bentuk bahasa termasuk kata yang bersinonim tidak selalu dapat dipakai untuk mengganti yang satu dengan yang lainnya. Pada suatu tempat kata bunga mungkin dapat ditukar dengan kata kembang, tetapi di tempat lain tidak dapat. Menurut Keraf 2004: 34 sinonimi adalah suatu istilah yang dapat dibatasi sebagai, 1 telaah mengenai bermacam-macam kata yang memiliki 47 makna yang sama, atau 2 keadaan di mana dua kata atau lebih memiliki makna yang sama. Dari pendapat-pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa dalam sinonimi tidak ada unsur pembeda, namun seperti yang sudah dipaparkan diatas sinonimi adalah kata yang mempunyai arti yang sama atau lebih kurang sama. c. Antonimi Antonim dapat diartikan sebagai nama lain untuk benda atau hal yang lain; atau satuan lingual yang maknanya berlawananberoperasi dengan satuan lingual yang lain. Berdasarkan sifatnya, oposisi makna dapat dibedakan menjadi lima macam, yaitu 1 oposisi mutlak, 2 oposisi kutub, 3 oposisi hubungan, 4 oposisi hirarkial, dan 5 oposisi majemuk. d. Kolokasi Kolokasi atau sanding kata adalah asosiasi tertentu dalam menggunakan pilihan kata yang cenderung digunakan secara berdampingan.Bagi yang mengenal kolokasi adalah melihat artian kolikasi dari dua sudut, yaitu sudut sintaksis dan sudut semantik. Kedua hal ini dapat dijadikan pijakan dalam mengartikan kolokasi yaitu dengan melihat secara sintaksis ataupun secara semantik. Untuk lebih jelas perhatikan contoh berikut. 1. Dari Sudut Sintaksis a Dalam Harun Aminurrashid 2001:19 sebagai berikut: Ketika itu nama Brunei dikenali sebagai Puni, kerana ibu kotanya bernama Puni. Pada zaman Sultan Muhyiddin iaitu Sultan Brunei 48 yang ke-XIV baharulah Kerajaan Brunei itu dipindahkan ke tempat yang ada sekarang. b Dalam Tarigan, H.G.1995: 138 sebagai berikut: Di perkarangan itu, ditanam keperluan dapur sehari-hari; umpamanya: bayam, tomato, cili, ubi kayu, kacang panjang, lobak, kubis dan lain-lain. Di perkarangan itu, ditanam bahan ubat-ubatan tradisional; misalnya: misai kucing, lengkuas, halia, kunyit dan sebagainya… dijual ke pasar: sebagai contoh: bayam, cili, halia, kunyit dan sirih. 2. Dari Sudut Semantik Contoh dalam Tarigan, H.G. 1995: 136 sebagai berikut: Kerajaan berusaha bersungguh-sungguh meningkatkan perhubungan di tanah air kita, iaitu perhubungan darat, laut dan udara. Dalam bidang perhubungan darat telah digalakkan pemanfaatan kereta api dan kenderaan bermotor. Kenderaan ini meliputi kereta, motosikal dan lain-lain. e. Hiponimi Konsep hiponimi berkaitan dengan kata umum dan kata khusus. Dalam relasi makna, kata umum mengacu ke hipernim; sedangkan kata khusus mengacu ke hiponim. Sarwiji Suwandi 2008: 142 Hiponimi dapat diartikan sebagai satuan bahasa kata, frasa, kalimat yang maknanya dianggap merupkan bagian dari makna satuan lingual yamg lain. Sehingga mudah untuk membedakan hiponim dan hipernim 49 Menurut Krialaksana dalam Sarwiji Suwandi dan Saliman 2000: 103, hiponimi hyponymy adlah hubungan dalam semantik antar makna spesifik dan makna generik atau antara anggota taksonomi dan nama taksonomi. Apabila dilihat secara etimologis, istilah hiponimi berasal dari Yunani kuno, anoma, yang berarti ’nama’ dan hypo yang berarti ’di bawah’.Bertumpu pada kata tersebut, secara harfiah hiponimi dapat diartikan nama yang termasukdi bawah nama lain. Secara semantik Verhaar dalam Chaer, 1995: 98 menyatakan hiponim ialah ungkapan biasanya berupa kata, tetapi dapat juga frase atau kalimat yang maknanya dianggap merupakan bagian dari makna suatu ungkapan lain.Menurut Keraf 2004: 38 hiponimi adalah semacam relasi antar kata yang berwujud atas- bawah, atau dalam suatu makna terkadang sejumlah komponen yang lain.Konsep hiponimi dalam bahasa Indonesia dapat mengacu pada kata benda dan kata sifat adjektif. Konsep hiponimi mengandaikan adanya kelas atas dan kelas bawah, adanya makna sebuah kata yang berbeda di bawah makna kata lainnya. Leksem- leksem yang berada di tingkat bawah makna spesifik disebut dengan hiponim atau subordinat, sedangkan leksem yang berada di tingkat atas makna generik disebut dengan hipernim atau superordinat. Hubungan antar leksem-leksem yang merupakan hiponim dengan leksem yang memayunginya superordinat disebut dengan hiponimi, sedangkan hubungan antar leksemyang satu dengan leksem yang lain yang sama-sama sebagai hiponim disebut sebagai kohiponim ko dari co- berarti ’ bersama-sama’ Sarwiji dan Saliman, 2000: 103. Misalnya antar kata mawar dan kata bunga. 50 Makna yang tercakup dalam kata bunga. Dapat dikatakan mawar adalah bunga; tetapi bunga bukan hanya mawar, bisa juga melati, dahlia, kenanga, kamboja, sakura, dan anggrek. Jika relasi antara dua buah kata yang bersinonim, berantonim, dan berhomonim bersifat dua arah, maka relasi antara dua kata yang berhiponim, bersifat searah Abdul Chaer, 1995: 99. Leksem mawar berhiponim dengan bunga, maka leksem bunga berhipernim dengan mawar leksem bunga terletak diatas. Dengan kata lain, mawar adalah hiponim dari bunga, sedangkan bunga adalah hipernim dari mawar atau jenis bunga lainnya. f. Ekuivalensi Ekuivalensi adalah hubungan kesepadanan antara satuan lingual tertentu dengan satuan lingual yang lain dalam sebuah paragraf. Dalam hal ini, sejumlah kata hasil proses afiksasi dari morfem asal yang sama menunjukkan adanya hubungan kesepadanan, misalnya hubungan makna antara kata membeli,dibeli, membelikan, dibelikan, dan pembeli, semuanya dibentuk dari bentuk asal yang sama yaitu beli. Demikian pula belajar, mengajar, pelajar, pengajar, dan pelajaran yang dibentuk dari bentuk asal ajar juga merupakan hubungan ekuivalensi. Agar lebih jelas perhatikan contoh berikut. 1 Maya adalah siswi pelajar teladan di sekolahnya. Dia sangat tekun dalam belajar. Materi yang diajarkan oleh guru pengajar di sekolah dapat dipahaminya dengan baik. 51 2 Siska gemar membaca buku. Baik buku pelajaran maupun buku bacaan. Dia mempunyai banyak buku dan hampir semuanya sudah dibaca. Siska bercita-cita

7. Linieritas dalam Karangan

Susunan kalimat dalam karangan berkaitan dengan alur pikir penyusunan kalimat. Ada susunan kalimat dengan alur yang runtut linier dan bukan linear. Linier adalah terletak pada satu garis lurus KBBI, 1991: 596 dan linier adalah berbentuk garis KBBI, 1991: 594. Di samping itu, untuk menentukan sebuah paragraf itu memiliki alur susunan kalimat yang bersifat linier atau tidak linier dapat didasarkan pada struktur tematis. Oleh karena itu, proses pengaturan linier dalam wacana selalu berhubungan dengan tematisasi. Setiap kalimat terdiri atas bagian tema T dan rema R. Penggunaan tema theme – rema rheme sama dengan topik topic – komen commen tetapi memiliki perbedaan pada konotasinya Halliday, 1985: 39. Struktur tematis T-R menandakan bahwa tema selalu berposisi sebelah kiri dan rema sebelah kanannya. Jadi, tema merupakan konstituen paling kiri pada kalimat Brown dan Yule, 1996: 125. Posisi ini ternyata menunjukkan bahwa tema merupakan konstituen yang mengandung informasi yang lebih penting dan rema merupakan konstituen yang mengandung informasi yang kurang penting Baryadi, 2002: 89. Hal yang hampir sama diungkapkan oleh Brown dan Yule 19996: 134 bahwa tema merupakan peranan utama dalam wacana. 52 Analisis struktur tematis pada alur susunan kalimat dalam sebuah karangan hanya ditentukan dua sifat, yakni susunan kalimat yang bersifat linier dan susunan kalimat yang tidak bersifat tidak linier. Adapun susunan tema – rema yang diungkapkan oleh Zuhud 1991: 182 menghasilkan tiga macam progresi, yakni linier, paralel, dan campuran. Progresi linier, jika tema mengacu ke unsur rima sebelumnya. Sedangkan, progresi campuran, jika dalam wacana terdapat progresi linier dan progresi paralel. Ketiga macam progresi itu dapat dijadikan pijakan untuk menentukan linieritas susunan kalimat dalam sebuah karangan.

8. Prosa Fiksi

Menurut Herman J. Waluyo 2006:2 Karya sastra berbentuk prosa fiksi berupa uraian atau karya yang terurai, bercerita, dipaparkan secara langsung orate provorsa. Ada kata “fiksi” disini karena apa yang diceritakan itu merupakan buah imajinasi yang secara mudahnya dikatakan fiktif atau tidak nyata. Meskipun fiktif namun ada kaitannya dengan kenyataan, yaitu kenyataan yang diolah di dalam pikiran pengarang. Maka dunia yang ditampilkan dalam prosa fiksi disebut “dunia sekunder” yaitu dunia rekaan yang direka-reka oleh pengarang. Menurut Rahmanto 2004: 8 menyatakan bahwa bentuk cerita pendek biasanya juga lebih memungkinkan untuk dipakai, sebagai aktivitas siswa untuk membandingkan dengan cerita lainnya dengan penilaian mana yang asli dan mana yang kena pengaruh atua bahkan jiplakanturunannya. Bentuk ini juga mudah 53 untuk dihubungkan dengan tugas-tugas penulisan kreatif yang dapat dikerjakan oleh para siswa.

B. Penelitian yang Relevan