Surat Kabar sebagai Tanggung Jawab Sosial Surat Kabar sebagai Kontrol Sosial

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

2.1.1. Surat Kabar sebagai Tanggung Jawab Sosial

Surat kabar merupakan kumpulan dari berita, cerita, artikel, iklan dan sebagainya yang dicetak ke dalam lembaran kertas ukuran plano yang diterbitkan secara teratur, bisa terbit setiap hari atau seminggu sekali Djuroto, 2002:11. Pada ilmu komunikasi khususnya studi komunikasi massa, surat kabar merupakan salah satu kajiannya. Dalam buku “Ensiklopedi Pers Indonesia” disebutkan bahwa pengertian surat kabar sebagai sebutan bagi penerbit pers yang masuk dalam media massa cetak yaitu berupa lembaran-lembaran berisi berita- berita, karangan-karangan dan iklan yang diterbitkan secara berkala : bisa harian, mingguan, bulanan, serta diedarkan secara umum Junaedhi, 1991:257. Pada perkembangannya, surat kabar menjelma sebagai salah satu bentuk dari pers yang memiliki kekuatan dan kewenangan untuk menjadi sebuah kontrol sosial dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal ini disebabkan adanya falsafah pers yang selalu identik dengan kehidupan sosial, politik dan budaya. Pengertian tanggung jawab sosial sendiri adalah peran atau tugas yang dibawa oleh pers surat kabar dalam memberikan suatu berita pada khalayak umum. Menurut Encip, secara eksplisit tanggung jawab social itu menyangkut kualitas penerbitan, tidak hanya tentang objektivitas berimbang, ketepatan, kejelasan, kejujuran dan kelengkapan, tetapi juga mengenai nilai-nilai berita yang 14 dikandung oleh suatu peristiwa yang menjadi berita. Untuk objektivitas berita banyak ditentukan oleh cover both side dan oleh ketakberpihakan Encip dalam Jurnal ISKI, edisi 5 Oktober 2000:48.

2.1.2. Surat Kabar sebagai Kontrol Sosial

Idealisme yang melekat pada pers dijabarkan dalam pelaksanaan fungsinya, selain menyiarkan informasi yang objektif dan edukatif, menghibur, melakukan kontrol sosial yang konstruktif dengan menyalurkan segala aspirasi masyarakat, serta mempengaruhi masyarakat dengan melakukan komunikasi dan peran positif dari masyarakat itu sendiri Effendy, 2003:149. Sementara dalam Jurnalistik Indonesia Sumadiria, 2005:32-35 menunjukkan 5 lima fungsi dari pers, yaitu : 1. Fungsi informasi, sebagai sarana untuk menyampaikan informasi secepat-cepatnya kepada masyarakat yang seluas-luasnya, yang aktual, akurat, faktual dan bermanfaat. 2. Fungsi edukasi, informasi yang disebarluaskan pers hendaknya dalam kerangka mendidik. Dalam istilah sekarang pers harus mau dan mampu memerankan dirinya sebagai guru pers. 3. Fungsi hiburan, pers harus mampu memerankan dirinya sebagai wahana hiburan yang menyenangkan sekaligus menyehatkan bagi semua lapisan masyarakat. 4. Fungsi control sosial atau koreksi, pers mengemban fungsi sebagai pengawas pemerintah dan masyarakat. Pers akan senantiasa menyalahkan ketika melihat penyimpangan dan ketidakadilan dalam suatu masyarakat atau negara. 5. Fungsi mediasi, dimaksudkan disini adalah pers mampu menjadi fasilitator atau mediator yang menghubungkan tempat yang satu dengan yang lain, peristiwa yang satu dengan peristiwa yang lain, atau orang yang satu dengan orang yang lain. Kontrol sosial menurut J.S. Roucek dalam pengendalian sosial 1987:2 adalah sekelompok proses yang direncanakan atau tidak yang mana individu diajarkan atau dipaksa tidak menerima cara-cara dan nilai kehidupan kelompok. Dari definisi ini menonjol sifat kolektif dan usaha kelompok untuk mempengaruhi individu agar tidak menyimpang dari apa yang oleh kelompok dinilai sangat baik. Dalam hubungan ini individu bahkan kalau diperlukan dapat dipaksa untuk bertindak bertentangan dengan keinginannya untuk mengikuti nilai- nilai yang benar menurut kepentingan bersama. Sedangkan pengertian lain dari kontrol sosial adalah tekanan mental terhadap individu dalam bersikap dan bertindak sesuai penilaian kelompok. Dalam hal ini sebenarnya kontrol sosial bertujuan untuk : 1. Menyadarkan individu tentang apa yang sedang dilakukannya. 2. Mengadakan himbauan kepada individu untuk mengubah sikap diri. 3. Perubahan sikap yang kemudian diusahakan untuk menjadi norma baru. Susanto, 2000:115-116

2.1.3. Media dan Konstruksi Realitas