Analisis Framing Landasan Teori

Antonio Gramsci dalam Alex Sobur melihat ”Media sebagai ruang dimana berbagai ideologi direpresentasikan. Di satu sisi media bisa menjadi sarana penyebaran ideologi penguasa, alat legitimasi dan kontrol atas wacana publik. Namun di sisi lain, media juga bisa menjadi alat resistensi terhadap kekuasaan. Media bisa menjadi alat untuk membangun kultur dan ideologi dominan bagi kepentingan kelas dominan, sekaligus juga bisa menjadi instrumen perjuangan bagi kaum tertindas untuk membangun kultur dan ideologi tandingan.” Motf-motif itulah yang akan membentuk laporan berita akan mengarah, laporan berita tidak sekedar mengkonstruksikan realitas, tetapi dipercaya membungkus satu atau sejumlah kepentingan.

2.1.9. Analisis Framing

Pada dasarnya analisis framing merupakan versi terbaru dari pendekatan analisis wacana, khususnya untuk menganalisis teks media. Gagasan mengenai framing pertama kali dilontarkan oleh Beterson 1955. Frame pada awalnya dimaknai sebagai struktur konseptual atau perangkat kepercayaan yang mengorganisir pandangan politik, kebijakan dan wacana, yang menyediakan kategori-kategori standar untuk mengapresiasi realitas. Konsep ini kemudian dikembangkan lebih jauh oleh Goffman pada 1974 yang mengandalkan frame sebagai kepentingan-kepentingan perilaku strips of behaviour yang membimbing individu dalam membaca realitas Sobur, 2004:161. Todd Gitlin dalam Eriyanto, 2002:68 mengatakan bahwa framing adalah sebuah strategi bagaimana realitas atau dunia dibentuk dan disederhanakan sedemikian rupa untuk ditampilkan kepada khalayak pembaca. Peristiwa- peristiwa ditampilkan dalam pemberitaan agar tampak menonjol dan menarik perhatian khalayak pembaca. Frame adalah prinsip dari seleksi, penekanan dan presentasi dari realitas. Gitlin dalam Wolfsfeld, 1993:33 menyatakan media frames are persistent pattern of cognition, interpretation, and presentation of selection, emphasis, and exclusion, by which symbol-handlers routinely organize discourse, whether verbal or visual. Frame media adalah bentuk dari kognisi pikiran, interpretasi penafsiran, dan penyajian melalui seleksi, penekanan dan mengesampingkan serta melakukan penyimbolan dan secara rutin membuat wacana, baik verbal maupun visual. Dalam analisis framing dijelaskan bahwa ada dua aspek yang ada di dalamnya. Pertama, memilih fakta atau realitas. Dalam memilih fakta ini selalu terkandung dua kepentingan : apa yang dipilih included dan apa yang dibuang exluded. Bagian mana yang ditekankan dalam membentuk realitas dengan jalan memilih bagian yang harus diberitakan dan bagian mana yang tidak diberitakan. Hal ini dapat terlihat dari pemilihan angle tertentu, fakta-fakta pendukung, serta mengesampingkan fakta yang lain, menuliskan aspek tertentu dan tidak pada aspek yang lain. Semua ini mengakibatkan perbedaan dalam konstruksi atas suatu peristiwa antara satu media dengan media yang lain. Kedua, menuliskan fakta. Proses ini berhubungan dengan bagaimana fakta yang dipilih itu disajikan kepada khalayak. Pembentukan sebuah realitas dalam media dapat didukung dengan kata, kalimat, proporsisi apa, dengan bantuan foto dan gambar dan sebagainya yang dianggap dapat membentuk realitas. Fakta yang sudah dipilih tersebut ditekankan dengan pemakaian perangkat tertentu dengan menempatkan berita secara mencolok pada headline, pengulangan, pemakaian grafis untuk mendukung dan memperkuat penonjolan, label tertentu ketika menggambarkan orangperistiwa yang diberitakan, asosiasi terhadap simbol budaya, generalisasi, simplifikasi, dan pemakaian kata yang mencolok, gambar dan sebagainya Eriyanto, 2002:69-70. Framing ini pada akhirnya menentukan bagaimana realitas itu hadir di hadapan pembaca. Melalui framing inilah dapat ditentukan bagaimana realitas itu harus dilihat, dianalisis dan diklarifikasikan dengan kategori tertentu. Dalam hubungannya dengan penulisan berita, framing dapat mengakibatkan suatu peristiwa yang sama dengan menghasilkan berita yang secara radikal berbeda apabila wartawan mempunyai frame yang berbeda ketika melihat suatu peristiwa dan menuliskan pandangannya dalam berita, karena asumsi dasar dari framing adalah bahwa individu wartawan selalu menyertakan pengalaman hidup, pengalaman sosial dan kecenderungan psikologisnya ketika menafsirkan pesan.

2.1.10. Model Framing Pan Kosicki