Sejarah Perkembangan Kompas Gambaran Umum Jawa Pos dan Kompas

4.1.2. Sejarah Perkembangan Kompas

Pada tahun 1965, Letjen Ahmad Yani 1922-1965 selaku menteri dan Panglima TNI-AD menghubungi rekan sekabinetnya, Drs. Frans Seda untuk menyampaikan ide menerbitkan koran melawan Pers Komunis. Frans Seda menganggapi ide itu, membicarakannya dengan Ignatius Josef Kasino 1920- 1986 sesama rekan di Partai Katolik dan dengan rekannya yang memimpin majalah Intisari, Petrus Kanisius Ojong 1920-1980 dan Jakob Oetama. Kedua nama terakhir itulah yang kemudian mempersiapkannya. Nama koran itu Bentara Rakyat, sebuah penegasan diri sebagai pembela rakyat yang sebenarnya, berbeda dengan koran-koran di bawah nama Partai Komunis Indonesia PKI yang memanipulasi rakyat. Menjelang terbitnya Bentara Rakyat, Frans Seda sebagai Menteri Perkebunan datang ke Istana Merdeka menemui Presiden Soekarno. Presiden bertanya apa nama koran yang akan terbit. Setelah dijawab oleh Seda kalau nama korannya adalah Bentara Rakyat, Bung Karno menyarankan agar koran baru itu diberi nama Kompas supaya jelas diterima sebagai petunjuk arah. Akhirnya koran baru itu dinamai Kompas sedangkan Bentara Rakyat dijadikan nama yayasan yang menerbitkan Buklet Kompas : Juni, 2000. Kompas pertama kali terbit pada hari Senin, 28 Juni 1965 setebal empat halaman, dicetak 2.800 eksemplar, berdasarkan Keputusan Menteri Penerangan No. 003NSKDPHMJSTT1965 tertanggal 9 Juni 1965. Pelopor utama berdirinya lembaga media ini adalah orang-orang muda yang beberapa diantaranya adalah PK. Ojong, Jakob Oetama, August Parengkuan, serta Indra Gunawan. Pada bulan-bulan pertama Kompas diplesetkan sebagai Kornt Pas Morgen atau Kompas yang datang pada keesokan harinya, karena sering terlambat terbit. Oleh PKI namanya diplesetkan sebagai Komando Pastor, sebab tokoh-tokoh pendiri dan perintisnya berasal dari golongan Katolik. Diawaki tidak lebih dari sepuluh orang di bagian redaksi dan bisnis sampai tahun 1972, kantor redaksi ada di jalan Pintu Besar Selatan, kemudian pindah ke jalan Palmerah Selatan 22-26. UU Pokok Pers tahun 1982 dan ketentuan Surat Izin Usaha Penerbitan Pers mewajibkan penerbit pers berbadan hukum. Oleh karena itu sejak tahun 1982 penerbit Kompas bukan lagi Yayasan Bentara Rakyat, tetapi PT. Kompas Media Nusantara. Awal mula penerbitan harian yang terbit di ibukota negara ini berada pada kondisi yang cukup memprihatinkan. Kantor yang ditempati berbagi dua dengan kantor majalah Intisari yang bertempat di jalan Pintu Besar Selatan no. 86-88, Jakarta Kota. Sedangkan percetakannya masih menggunakan percetakan milik PN. Eka Grafika. Satu bulan setelah mencetak penerbitannya pada PN. Eka Grafika, Kompas beralih pada percetakan Masa Merdeka milik BM. Diah. Tampaknya Kompas mendapatkan keuntungan lebih dengan mencetak penerbitannya di percetakan Masa Merdeka karena percetakannya menghasilkan cetakan yang jauh lebih bagus dan sudah menggunakan mesin rotasi sehingga daya cetaknya lebih cepat. Sampai kemudian oplah Kompas meningkat hampir seratus persen. Situasi dan kondisi yang tidak menentu pada masa Orde Lama mempengaruhi perkembangan Kompas selanjutnya. Penghentian penerbitan beberapa surat kabar sehubungan adanya pemberontakan G30SPKI juga menimpa Kompas. Tepatnya tanggal 2 Oktober 1965 Kompas mendapat perintah untuk menghentikan kegiatannya. Namun manakala kondisi sudah mulai memulih, akhirnya Kompas kembali diijinkan terbit kembali pada tanggal 5 Oktober 1965. Pada perkembangan selanjutnya Kompas terbit empat halaman tiap harinya dengan oplah yang terus menanjak yaitu mencapai 15.000 eksemplar. Semenjak itu Kompas terus saja meningkat oplahnya hingga pada tahun 1972 harian ini telah memiliki percetakan sendiri yang dinamakan PT. Gramedia. Selama pemerintahan Orde Baru Kompas tercatat sekali terkena larangan terbit pada tahun 1978 bersamaan dengan terjadinya peristiwa Malari. Namun hal ini tidak hanya menimpa harian Kompas karena enam terbitan lainnya juga menerima nasib yang sama dicabut SIUPPnya. Keenam surat kabar itu adalah surat kabar Sinar Harapan, Merdeka, The Indonesian Times, Pelita, Sinar Pagi dan Pos Sore. Namun hal itu tidak berlangsung lama. Kemudian Kompas kembali diijinkan terbit. Harian ini semakin hari semakin menampakkan perkembangan yang pesat sehingga oplahnya mencapai 300.000 eksemplar pada tahun 1982. dan dalam perkembangan selanjutnya, tepatnya tahun 1997, Kompas menerbitkan Tabloid Bola yang terbit setiap minggu. Sampai saat ini, permodalan surat kabar Kompas dimiliki secara bersama oleh Yayasan Bentara Rakyat, Yayasan Kompas Gramedia, Sejahtera, PT. Gramedia, PT. Transito Asri Media, serta atas nama perorangan yaitu Jakob Oetama, Frans Seda dan P. Iswanto. Ijin terbit harian ini adalah Surat Keputusan Menteri Penerangan No. 001MenpenSIUPPA.71985 tertanggal 10 November 1985. Kompas telah menjadi surat kabar terbesar di Indonesia saat ini. Dengan berkembangnya teknologi cetak jarak jauh harian ini dapat diterima pagi oleh pembaca di daerah. Berkembangnya media baru yaitu internet. Kompas juga tidak ketinggalan ikut menyajikan media online yang dikenal dengan www.kompas.com . Kompas cyber media, rata-rata dikunjungi 100.000 orang. Akurasi dan aktualisasi berita yang disajikan oleh harian ini telah berhasil menarik pembaca kalangan menengah ke atas dengan pembaca terbanyak adalah mahasiswa, ibu rumah tangga, para politisi, ilmuwan dan pengusaha.

4.1.2.1. Sebaran dan Profil Pembaca Kompas

Jumlah oplah yang diantaranya menunjukkan kepercayaan masyarakat pembaca, sejak harian terbit menunjukkan peningkatan signifikan. Berdasarkan hasil audit independen Prasetio Utomo Co. Jakarta dan perhitungan yang tertera pada publikasi Audit Bureau of Circulation ABC di Sidney Australia, Kompas mengawali oplah rata-rata sebesar 7.739 eksemplar tiap harinya. Dalam kurun waktu lima tahun, melonjak sepuluh kali lipat mencapai angka 77.390 eksemplar. Masa selanjutnya justru terjadi peningkatan oplah spektakuler, yaitu mencapai angka 600.000 eksemplar setiap harinya. Memiliki predikat sebagai harian nasional, Kompas tersebar di seluruh provinsi di Indonesia. Melihat proporsi sebaran, DKI Jakarta beserta kawasan Bogor, Tangerang dan Bekasi menduduki peringkat tertinggi, mencapai 63. Bagaimana dengan jumlah pembaca? Merujuk hasil survey lembaga riset AC Nielsen 1999, dari perkiraan 2.762.223 anggota populasi di kawasan Jabotabek, Bandung, Semarang, Medan, Palembang dan Makassar, tercatat 2.270.000 orang pembaca harian ini. Berdasarkan paparan sepintas diatas, dapat disimpulkan bahwa harian ini berada pada jajaran terdepan dalam jumlah pembaca, oplah dan sebaran media cetak sejenis. Selain persoalan oplah dan sebaran pembaca, yang juga tak kalah menarik adalah siapa dan berasal dari kalangan manakah pembaca Kompas? Berbagai survey yang dilakukan lembaga riset indepeden maupun lembaga riset intern. Berikut ini adalah data litbang Kompas 1998 tentang pendidikan pembaca Kompas :  Lulus SD : 0,7  Lulus SMP : 2,49  Lulus SMA : 2,49  AkademiD1D2 : 2,49  Sarjana Muda : 8,20  Sarjana S1 : 45,64  Sarjana S2S3 : 7,50 Dari data tingkat pendidikan yang ada di atas membuktikan bahwa sebagian besar pembaca adalah kalangan masyarakat yang dikelompokkan dalam kelas sosial ekonomi menengah keatas. Kesimpulan itu antara lain terlihat dari tingkat kemampuan ekonomi rumah tangga dan jenjang pendidikan pembaca. Sedangkan dari segi penghasilan pembaca Kompas berdasarkan data AC Nielsen Media Index, 1999 adalah sebagai berikut :  Rp 1.500.000 : 33,2  Rp 1.000.000 – 1.500.000 : 20,9  Rp 700.000 – 1.000.000 : 16,7  Rp 500.000 – 700.000 : 16,3  Rp 350.000 – 500.000 : 6,7  Rp 250.000 – 350.000 : 5,1  Rp 250.000 : 1,1 Sedangkan dari segi pengeluaran pembaca Kompas berdasarkan data AC Nielsen Media Index, 1999 adalah sebagai berikut :  Rp 1.500.000 : 14,1  Rp 1.000.000 – 1.500.000 : 15,8  Rp 700.000 – 1.000.000 : 22,8  Rp 500.000 – 700.000 : 23,83  Rp 350.000 – 500.000 : 12,3  Rp 250.000 – 350.000 : 7,4  Rp 250.000 : 3,3 Dari data-data di atas membuktikan bahwa sebagian besar pembaca Kompas adalah kalangan masyarakat yang dikelompokkan dalam kelas sosial ekonomi menengah keatas. Kesimpulan itu antara lain terlihat dari tingkat kemampuan ekonomi dan jenjang pendidikan pembaca. Dari sisi penghasilan misalnya riset AC Nielsen 1999 menyatakan, proporsi terbesar 33,2 responden pembaca berpenghasilan diatas 1,5 juta per bulan. Sementara dari sisi pengeluaran, lebih dari separuh responden pembaca memiliki pengeluaran minimal Rp 700.000 per bulan. Dari sisi pendidikan, hasil beberapa angket pembaca yang dilakukan Kompas menempatkan kalangan berpendidikan tinggi sebagai basis pembaca. Sekitar 46 pembaca memiliki latar pendidikan Sarjana S1 dan 7,5 responden pembaca tamatan pasca sarjana. Berdasarkan gambaran ini, Kompas memang melekat pada kalangan menengah Indonesia, kelompok yang selama ini identik dengan agen perubahan dan ujung tombak demokratisasi bangsa. Pada tahun 1993, PT. Cisi Raya Utama pernah mengkalkulasi PT. Kompas Media Nusantara, penerbit harian Kompas telah mencapai angka Rp 240 miliar, laba bersih Rp 30 miliar. Sementara asetnya diperkirakan sekitar Rp 150 miliar – 160 miliar. Tahun 1994, lembaga riset ini memperkirakan kenaikan pendapatan Kompas rata-rata 10 - 11. Saat ini tak kurang terdapat delapan divisi yang membawahi unit-unit usaha di bawah Kelompok Kompas Gramedia KKG, meliputi divisi pers daerah, surat kabar, majalah, perdagangan, percetakan, properti, penerbitan dan divisi lembaga keuangan. Kepesatan laju perkembangan Kompas dalam bisnis media ini tidak lepas dari kepiawaian Pak Ojong dan Jakob Oetama dalam memimpin hingga menjadikan Kompas sebagai Koran terbesar, baik dari segi oplah maupun pemasukan iklan. Khusus bisnis medianya, kelompok Kompas komplit merambah berbagai peluang yang menjadikannya sebagai sebuah konglomerasi, disamping harian Kompas, PT. Gramedia menerbitkan pula The Jakarta Post, tabloid Nova, Citra, Bola, Otomotif, Hopla, Pramuka dan Info Komputer serta majalah Hai, Jakarta Jakarta, Tiara, Intisari, Kontan, Harian Bernas Yogyakarta, Sriwijaya Pos, Serambi Indonesia Aceh, Harian Pos Maluku, Fifa Jayapura, majalah Kawanku, Bobo, Angkasa, Fotomedia, Nikita dan Senior. Tantangan bagi Kompas terbentang jelas. Masyarakat dan khalayak pembaca memerlukan informasi yang menarik, sekaligus berarti dan bermakna. Ikut membantu menjelaskan duduk perkara. Bukan sekedar kumpulan berita, kejadian maupun persoalan. Tetapi lebih kepada menyajikan informasi tentang kejadian dan masalah, sehingga jelas arti dan maknanya. Cakrawala kehidupan khalayak semakin luas, semakin kaya dan bervariasi ke dalam dan semakin kaya serta beragam keluar. Orang suka membaca yang menarik, yang memperkaya kehidupan, yang menggetarkan rasa kemanusiaan dan rasa retia kawan. Orang suka membaca yang menarik, menarik huruf dan grafiknya, menarik fotonya, menarik raut wajahnya. Tata wajah koran seluruh dunia berubah. Tujuan pembaharuan tata wajah ialah memperkuat ekspresi jati diri surat kabar itu sendiri. Kompas juga mencoba melakukan secara bijak, sesuai dengan masukan keterlibatan khalayak pembaca.

4.1.2.2. Kebijakan Redaksional

Kompas lebih suka menamakan dirinya sebagai surat kabar yang berorientasi independen. Sementara yang dimaksud dengan surat kabar independen dalam kaitannya ini tidak lain adalah surat kabar yang dalam cara pemberitannya tidak memposisikan dirinya pada satu pihak, dengan kata lain tidak menempatkan dirinya pada salah satu kekuatan politik yang ada. Untuk itu pula surat kabar ini menggunakan motto Amanat Hati – Nurani Rakyat. Dengan cara ini Kompas mencoba selalu bersikap obyektif dalam mengupas suatu peristiwa dan senantiasa membela keinginan dan cita-cita rakyat banyak. Pada masa Orde Lama, Kompas pernah berorientasi politik atau agam tertentu. Hal ini disebabkan karena pada masa Demokrasi Liberla itu Deppen mengharuskan semua surat kabar mengaitkan eksistensinya dengan salah satu kekuatan politik yang ada saat itu. Kompas yang berdirinya dirintis oleh PK Ojong dan Jakob Oetama ini pada awal terbitnya hanya dibaca oleh orang-orang Katolik Jakarta. Akhirnya berafiliasi dengan Partai Katolik pada saat pemerintahan Orde Baru yang menghapus peraturan tersebut. Kompas melepaskan diri dari Partai Katolik dan diputuskan sejak saat itu sasaran Kompas adalah kelas menengah dan atas sehingga tipografi dan penampilan Kompas disesuikan dengan masyarakat kelas tersebut. Konotasi bahwa Kompas masih berafiliasi dengan Partai Katolik tampaknya masih berbekas, terutama untuk mereka yang masih awam dengan Kompas. Hal ini bisa diperkuat apabila dilihat dari siapa yang mengasuh dan memiliki surat kabar ini. Demikian juga orientasi politiknya kadang-kadang muncul secara terselubung walaupun barangkali tidak disadarinya. Hal ini ternyata berkaitan erat dengan sejarah berdirinya Kompas yang pada awalnya memang dekat dengan Partai Katolik. Ketika Partai Katolik difungsikan ke dalam PDI tahun 1973, Kompas mulai berusaha menjadi koran yang independen dan lebih berorientasi bisnis. Meskipun demikian, latar belakangnya sebagai koran yang dekat dengan perdebatan politik, terutama bila perdebatan itu menyangkut atau menyinggung kekuatan politik Islam. Namun pada perkembangannya Kompas berusaha untuk membenahi diri menjadi sebuah media massa cetak profesional yang berusaha untuk bersikap netral dan tidak melakukan pengkotak-kotakan berdasarkan kondisi demografis khalayaknya. Hal ini tercermin dalam motto Amanat Hati – Nurani Rakyat dibawah logo Kompas, menggambarkan visi dan misi bagi disarankannya hati nurani rakyat. Kompas ingin berkembang menjadi institusi pers yang mengedepankan keterbukaan, meninggalkan pengkotakan latar belakang suku, agama, ras dan golongan. Ingin berkembang sebagai Indonesia mini, karena dia sendiri telah menjadi lembaga yang terbuka dan kolektif. Ingin ikut serta dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa. Kompas ingin ditempatkan sebagai nilai tertinggi. Mengarahkan fokus perhatian dan tujuan pada nilai-nilai yang mengatasi kepentingan kelompok. Rumusan bakunya adalah Humanisme Transedental. Pada ulang tahun Kompas yang ke 35 ditemukan pepatah Kata Hati Mata Hati menegaskan semangat emphaty dan compassion Kompas. Lembaga media massa, seperti Harian Pagi Kompas, tidak terlepas dari gejolak masyarakatnya. Dalam setiap pergolakan itu, Kompas terus berusaha membangun kepercayaan masyarakat lewat berita dan tulisan yang komprehensif. Cover Both Sides, tidak menyakiti hati secara pribadi, mendudukkan soal, membuka cakrawal tidak memihak, kecuali pada kebenaran dan demi penghargaan tinggi pada harkat kemanusiaan. Deskripsi isi tiap halaman Kompas secara umum adalah sebagai berikut : Tabel 4.4 Halaman 1 Memuat berita-berita utama nasional dan internasional Halaman 2-5 Memuat berita-berita politik dan hukum Halaman 6-7 Memuat tajuk rencana, opini dan surat pembaca Halaman 8-11 Memuat berita-berita internasional Halaman 12-14 Memuat berita-berita humaniora Halaman 15 Memuat berita-berita umum dan sambungan dari halaman 1 Halaman 16 Sosok Halaman 17-22 Memuat berita-berita bisnis dan keuangan Halaman 23 Memuat acara hari ini Halaman 24-25 Memuat berita-berita Nusantara Halaman 26-28 Halaman Metropolis, Memuat berita-berita seputar Jabotabek Halaman 29-32 Memuat berita-berita olahraga Halaman 33-40 Memuat berita-berita otomotif Halaman 41-48 Memuat iklan

4.2. Hasil dan Pembahasan