Latar Belakang Berdirinya Museum Misi Muntilan
                                                                                dan  hakekat  sejarah  bagi  masa  kini  dan  bagi  masa  yang  akan  datang,  menyadari dasar pokok bagi berfungsinya makna sejarah dalam proses kehidupan.
142
Sementara  itu,  museum  yang  hidup  bukan  sekedar  gudang  mahal  sebagai tempat mengumpulkan dan menjaga benda dari masa lampau, tetapi museum yang
mampu  membuat  setiap  orang  yang  datang  ke  sana  memiliki  rasa  bangga  dan kagum  mengenai  warisan  budaya  yang  di  miliki  bangsanya.  Guna  mewujudkan
gambaran  “museum  yang  hidup”,  Mgr.  Ignatius  Suharyo  sejak  awal  telah menekankan  pentingnya  peran  dan  fungsi  bidang  edukasi.  Bidang  edukasi  inilah
yang akan menjadi “nyawa” bagi MMM,
143
karena  saat  para  pengunjung  datang dan melihat koleksi yang ada akan menumbuhkan imajinasi dari tokoh-tokoh yang
ditampilkan, sehingga menumbuhkan semangat cinta tanah air dalam dirinya. Berkaitan dengan pemilihan Muntilan sebagai lokasi didirikan museum para
pengelola  mengatakan  bahwa  pemilihan  lokasi  museum  didasarkan  atas pertimbangan  historis.
144
Di  mana  dulunya  Muntilan  merupakan  tempat berkembangnya karya misi di Jawa. Dari hasil observasi juga dapat dilihat bahwa
Muntilan  memiliki  nilai  historis  yang  cukup  kental.  Hal  ini  dibuktikan  dari beberapa  situs  sejarah  misi  yang  ada  di  Muntilan,  seperti  kerkof,  bruderan,
susteran,  dan  beberapa  sekolahan.  Banyak  dari  pengunjung  tidak  hanya berkungjung ke museum melainkan mereka juga berziarah ke makam-makam para
romo yang ada di Kerkof Muntilan, seperti Romo van Lith, dan Romo Sandjaja. Pertimbangan  historis  lain  juga  diperkuat  dengan  teori  mengenai  sejarah
Romo  van  Lith saat  menyebarkan misi  di  Muntilan. Saat  di  Muntilan Pastor van
142
Aman, Model Evaluasi Pembelajaran Sejarah, Yogyakarta : Ombak, 2011, hlm. 140.
143
Ibid., hlm. v.
144
Ibid., hlm.i.
Lith melihat bahwa pengertian umat tentang agama di  sana sangat dangkal. Oleh karena itu, Pastor van Lith tinggal di Kampung Semampir di tengah orang-orang
Jawa, untuk memperkenalkan kepada umat mengenai karya keselamatan Allah.
145
Romo  van  Lith  menggunakan  pendidikan  sebagai  sarana  dalam  perkembangan misi  di  Jawa  Tengah.  Karya  misi  di  Jawa  dalam  perkembangannya  dipusatkan
kepada pendidikan di Muntilan, karena akar segala kekurangan ialah bahwa para misionaris  kurang  mahir  dalam  bahasa  dan  adat  Jawa,  maka  segala  tenaga
dipusatkan  kepada  studi  dan  kontak  kepada  lapisan  masyarakat  di  Muntilan  dan sekitarnya.
Pada  tahun  1902,  Romo  van  Lith  mendirikan  tiga  kelembagaan: perkumpulan pribumi untuk badan hukum urusan umat, rumah sakit, dan sekolah
dengan sistem asrama. Akan tetapi, menyadari situasi bangsa Jawa yang tertindas karena  penjajahan  Belanda  dan  gejolak  kebangkitan  nasional,  Romo  van  Lith
memilih  bidang  pendidikan  sebagai  landasan  karya  misinya.  Dengan  kerangka berpikir seperti itu, pendidikan  yang diperjuangkan oleh Romo  van  Lith  berbeda
dengan  pendidikan  yang  dibuat  oleh  pemerintah  Hindia  Belanda.  Pada  masa  itu pemerintah  Nederland  sedang  melancarkan  politik  etis  untuk  membalas  budi
penderitaan  orang  pribumi  dengan  tiga  progam:  irigasi,  transmigrasi,  dan edukasi.
146
Di dalam program edukasi, dibukalah sekolah-sekolah untuk orang pribumi agar  dapat  menjadi  pegawai  pemerintah  Hindia  Belanda.  Karena  berhubungan
dengan  masalah  pembiayaan,  maka  yang  dapat  bersekolah  tentu  hanya  kaum
145
Tim. KAS, op.cit, hlm.18-20.
146
Tim Edukasi MMM PAM, op.cit, hlm. 34-35.
ningrat dan pengusaha kaya. Romo van Lith memang memperjuangkan agar anak, remaja dan kaum muda menjadi terdidik tanpa memandang golongan miskin atau
pun kaya. Tetapi lebih dari itu, karya  pendidikan tidak terutama untuk  mencetak calon-calon pegawai. Bagi Romo van Lith karya pendidikan menjadi sarana untuk
perwujudan  iman.  Istilah  perwujudan  iman  berarti  tekanan  kepada  pengalaman atau tindakan hidup yang cocok dengan nilai-nilai iman kristiani.
Dalam  diri  mereka  sosok  Romo  van  Lith  merupakan  tokoh  yang  berjasa bagi  perkembangan  karya  misi  di  Jawa.  Sementara  itu,  tujuan  utama  Museum
Misi  Muntilan  yaitu  ikut  ambil  bagian  menjamin  berkembangnya  Gereja  Lokal Keuskupan  Agung  Semarang  sebagai  persekutuan  paguyuban-paguyuban  murid-
murid  Tuhan  Yesus  Kristus.
147
Para  pengelola  menyadari  bahwa  tujuan  umum tersebut  harus  dijabarkan  bukan  hanya  menjamin  berkembangnya  Gereja  Lokal
Keuskupan  Agung  Semarang,  tetapi  juga  menjadi  sarana  pembelajaran  yang bernilai  sejarah  di  mana  pengunjung  yang  datang  diajak  untuk  belajar  dari
koleksi-koleksi yang ada. Sehingga pengunjung yang datang tidak pulang dengan tangan  kosong,  tetapi  mendapat  ilmu  dari  koleksi-koleksi  yang  mereka  lihat
sendiri.  Nantinya  akan  menimbulkan  rasa  kagum  dan  bangga  terhadap  benda- benda peninggalan sejarah, sehingga mereka akan lebih lagi menghargai warisan
budaya  yang  di  miliki  bangsanya.    Kemudian  sebagai  sarana  belajar  untuk  umat mengenai Sejarah Keuskupan Agung Semarang dan misi Kekatolikan di Indonesia
khususnya Pulau Jawa.
147
Pedoman MMM PAM, op.cit,hlm. 10.
Sementara  untuk  masalah  kendala  yang  dihadapi  dalam  mendirikan Museum Misi Muntilan, para pengelola mengatakan bahwa kendala yang dihadapi
yaitu selama ini mereka  bukanlah dari orang-orang  yang memiliki latar belakang yang cukup memadai untuk membuat sebuah museum yang besar seperti museum
yang  ada  di  Indonesia.  Mereka  adalah  Lembaga  Pelayanan  Pendampingan Penggembalaan Jemaat Keuskupan Agung Semarang P3J KAS yang mengurusi
mengenai umat. Hal ini diperkuat oleh pengelola yang menyatakan bahwa dalam pembuatan  museum  dilibatkan  pula  beberapa  ahli,  seperti  ahli  pendidikan  dan
sejarawan  yaitu  Ibu  Sumini,  Romo  Hasto  Rosarianto,  SJ.,  aristek  bangunan museum  dari  Universitas  Katolik  Soegijapranata  dan  Bapak  Marsudi  sebagai
praktisi  museum  CL.12.  Dilibatkanya  beberapa  ahli  untuk  mendukung  tim  P3J KAS dalam membuat sebuah museum.
Hal ini juga diperkuat dengan teori yang mengatakan bahwa P3J KAS sejak awal  diharapkan  menjadi  tenaga  pokok  bidang  edukasi  Museum  Misi  Muntilan.
Tim P3J KAS adalah tim kerja yang dipakai oleh Komisi Karya Misioner KKM Keuskupan Agung Semarang untuk menjalankan program gerakan missioner. P3J
KAS didirikan pada tahun 1981, pada  awalnya terbatas melayani  Dewan Paroki. Dalam  perekembangannya  P3J  KAS  melayani  pula  kader  fungsionaris  Dewan
Paroki  termasuk  pendampingan  iman  anak  sebagai  sarana  pembinaan  calon anggota dewan paroki.
148
Senada  dengan  hal  tersebut  masalah  lain  yang  menjadi  kendala  dalam pembuatan  museum  yaitu  soal  kepemilikian  tanah,  karena  tanah  yang  digunakan
148
Ibid, hlm. v-vi.
untuk membuat museum adalah tanah milik Konggergasi Jesuit. Awalnya gedung Pastoral  Antonius  Muntilan  menjadi  gedung  museum.  Sementara  pastoral
dibuatkan  gedung  baru,  tetapi  banyak  pertentangan  timbul.  Melalui  Surat Keputusan Bersama SKB antara Uskup Agung Semarang, Romo Provinsial SJ.,
dan Bruder Propinsial FIC No. 752AVIII1999 Perihal: Museum Misi Muntilan. Meneguhkan  kesepakatan  tak  tertulis  yang  telah  berjalan.  Konggregasi  Serikat
Yesus  Provinsi  Indonesia  menyediakan  aset  tanah  bagi  pembangunan  Museum Misi  Muntilan  MMM.  Pemakaian  aset  tanah  Serikat  Jesuit  di  kompleks  misi
Muntilan  untuk  karya  permuseuman  mendapat  persetujuan  Pater  Jendral  Serikat Yesus.
149
                