Museum Misi Muntilan Kajian Teori

Tim kerja dari kedua program ini kemudian mengadakan pertemuan- pertemuan tersendiri dan membangun jaringan karya dengan berbagai pihak dalam rangka perkembangan karya museum KAS. Dinamika ini membawa ke pemahaman bahwa rencana permuseuman Muntilan tidak sekedar terbatas pada gedung yang akan dibangun. 28 Dari satu sisi museum di Muntilan akan berhubungan dengan konteks sejarah karya misi KAS. Dari sisi lain basis fisik karya museum di Muntilan adalah kawasan Muntilan sebagai situs karya misi. Tim kerja program pembangunan gedung bergerak dalam dua tahapan: 1 memproses pembangunan dan penggalian dana untuk gedung pastoran baru, yang sedianya akan diserahkan kepada Paroki Santo Antonius Muntilan; 2 merenovasi gedung Pastoran Antonius Muntilan menjadi gedung museum. melalui proses penegasan bersama gedung yang dibangun pada tahap pertama diputuskan menjadi gedung museum. 29 Sementara itu, tim kerja konteks sejarah menyiapkan diri dengan dua kegiatan: 1 belajar paradigma ilmu sejarah, dokumen Evangelii Nuntiandi, dan tulisan Mgr. I. S uharyo “Refleksi Perjalanan dan Arah Ke Depan Keuskupan Agung Semarang”, 2 membuat kegiatan-kegiatan pendalaman nilai-nilai missioner dari peninggalan karya misi KAS seperti mengisi momen Jumat Pertama di Kerkof Muntilan dan rekoleksi. Program kerja panitia Museum Sejarah Gereja KAS, yang dijalankan melalui gerakan kedua tim kerja ini mendorong munculnya Surat Keputusan Bersama SKB antara Uskup Agung Semarang, 28 Ibid., hlm. ii. 29 Ibid., hlm. iii. Romo Provinsial SJ., dan Bruder Propinsial FIC No. 752AVIII1999 Perihal: Museum Misi Muntilan. 30 Hadirnya SKB tersebut meneguhkan kesepakatan tak tertulis yang telah berjalan. Konggregasi Serikat Yesus Provinsi Indonesia menyediakan aset tanah bagi pembangunan Museum Misi Muntilan MMM, Konggregasi Bruder FIC membuka kamar yang pernah dipakai Romo R. Sandjaja, Pr., dan kapel di dekatnya untuk kepentingan ziarah rohani, sedangkan pihak Keuskupan Agung Semarang menjadi pengelola karya museum lewat panitia yang ditunjuknya. Pemakaian aset tanah Serikat Jesuit di kompleks misi Muntilan untuk karya permuseuman mendapat persetujuan Pater Jendral Serikat Yesus. Karya permuseuman memuat tiga bidang karya, yakni bidang koleksi, bidang preparasi konservasi, dan bidang edukasi. Bidang koleksi adalah bagian karya MMM PAM yang mencari, mengumpulkan, menafsirkan nilai-nilai misionernya, dan menata dalam sajian beberapa benda koleksi berdasarkan konsep-konsep missioner dari bidang edukasi MMM PAM. Bidang preparasi konservasi adalah bagian karya MMM PAM yang mengelola pemeliharaan dan pengembangan gedung serta sarana dan prasarana lain yang dibutuhkan untuk. 31 Uskup Agung Semarang sejak awal dirintisnya karya permuseuman di KAS telah menggambarkan terjadinya suatu museum yang hidup, bukan sekedar gudang mahal tempat mengumpulkan dan menjaga benda dari masa lampau. Dalam hal mewujudkan gambaran “museum yang hidup”, Mgr. I. Suharyo sejak 30 Ibid., hlm. iv. 31 Ibid., hlm.v. awal telah menekankan pentingnya peran dan fungsi bidang Edukasi. Bidang edukasi inilah yang akan menjadi “nyawa” bagi MMM. Dalam rangka mewujudkan gagasan “museum yang hidup” dengan menempatkan bidang e dukasi sebagai “nyawa” bagi MMM patut dicatat kehadiran Lembaga Pelayanan Pendampingan Penggembalaan Jemaat Keuskupan Agung Semarang P3J KAS. P3J KAS sejak awal diharapkan menjadi tenaga pokok Bidang Edukasi MMM. Tim P3J KAS adalah tim kerja yang dipakai oleh Komisi Karya Misioner KKM KAS untuk menjalankan program gerakan missioner. P3J KAS didirikan pada tahun 1981. Pada awalnya terbatas melayani anggota Dewan Paroki. Di dalam perkembangannya P3J KAS melayani pula kader fungsionaris Dewan Paroki termasuk pendampingan iman anak sebagai sarana pembinaan calon anggota dewan paroki. 32 Kemudian tim P3J KAS berubah menjadi tenaga pokok Tim Kerja Bidang Edukasi. Dampak langsung dari perubahan ini adalah kantor dan tenaga harian P3J KAS berubah menjadi kantor dan tenaga harian MMM. Sasaran pelayanan Tim P3J KAS setelah menjadi Tim kerja Bidang Edukasi diperluas dengan memberikan tekanan pada pengembangan semangat missioner sebagai mana dikemukan dalam MMM. 33 Pada permulaan bulan Januari 2002 MMM mulai berkantor di Jalan Kartini 3 Muntilan. Pelayanan MMM terutama untuk ikut ambil bagian dalam pengembangan Gereja Lokal yang bermakna bagi warganya. Beberapa kegiatan MMM menekankan proses pendampingan agar peserta pendamping termasuk para 32 Ibid., hlm.v. 33 Ibid., hlm.vi. pengunjung berkembang jiwa missioner terutama bagi orang zaman ini menjadi wujud pemaknaan dari harapan Uskup agung Semarang agar MMM menjadi Pusat Animasi Misioner. Pada saat gedung museum diberkati tanggal 12 Desember 2004, Mgr. I. Suharyo menetapkan nama museum ini Museum Misi Muntilan Pusat Animasi Misioner MMM PAM. Tugas tim kerja bidang edukasi dalam buku pedoman museum pasal 15, di antaranya 1 menentukan konsep missioner MMM PAM berdasarkan semangat missioner; 2 menggali nilai-nilai missioner benda-benda koleksi dan menentukan tempatnya dalam kerangka konsep missioner MMM PAM; 3 mendampingi pengunjung untuk merasakan dinamika perkembangan missioner lewat melihat benda-benda koleksi MMM PAM; 4 menumbuhkan dan mengembangkan semangat missioner lewat gerak-gerak missioner dan pelayanan- pelayanan pendampingan; 5 menerbitkan buku-buku yang sesuai dengan konsep missioner MMM PAM; 6 mengelola sosialisasi MMM PAM; 7 menyelenggarakan penyegaran bagi para fungsionaris yang terlibat bersama MMM PAM. 34

4. Sumber Belajar

Belajar merupakan kegiatan yang berlangsung sepanjang hayat yang dilakukan dengan menggunakan metode tertentu untuk mengubah perilaku dan sumber belajar. Sumber belajar memberikan pengalaman belajar kepada setiap 34 Ibid., hlm.16. orang. 35 Sumber belajar mencakup segala sesuatu, baik yang dibuat secara khusus untuk keperluan belajar maupun untuk keperluan lain yang dapat digunakan untuk keperluan belajar. Dengan menggunakan sumber belajar setiap orang akan lebih memahami sesuatu yang sedang dikerjakan. Sumber belajar merupakan salah satu komponen dalam dalam kegiatan belajar yang memungkinkan individu memperoleh pengetahuan, kemampuan, sikap, keyakinan, emosi, dan perasaan. Sumber belajar memberikan pengalaman belajar dan tanpa sumber belajar maka tidak mungkin dapat terlaksana proses belajar dengan baik. Edgar Dale dalam Sitepu, menjelaskan bahwa sumber belajar dapat dirumuskan sebagai sesuatu yang dapat dipergunakan untuk mendukung dan memudahkan terjadinya proses belajar. 36 Seorang guru akan selalu berusaha agar materi pengajaran yang disampaikandisajikan harus mampu diserapdimengerti dengan mudah oleh peserta didik. Untuk memudahkan peserta didik menerima materi pengajaran tersebut perlu diusahakan agar peserta didik dapat menggunakan sebanyak mungkin alat indera yang dimiliki. Makin banyak alat indera yang digunakan untuk mempelajari sesuatu, makin mudah di ingat apa yang dipelajari. Ada peribahasa asing yang berbunyi : I hear, I forget, I see, I remember, I do, I understand I know. Artinya bila saya dengar, saya lupa, bila saya lihat, saya ingat, bila saya melakukan, saya mengerti. 37 35 Sitepu, Pengembangan Sumber Belajar, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2014, hlm. 17 36 Ibid., hlm. 18. 37 John D. Latuheru, Media Pembelajaran Dalam Proses Belajar-Mengajar Masa Kini, Jakarta : Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, 1988, hlm. 15-16. Makna dari peribahasa tersebut bagi masalah-masalah pendidikan khususnya dalam PMB, ialah bila peserta didik menerima pengajaran yang disajikan oleh guru hanya dengan cara ceramah semata sulit bagi mereka untuk mengingat. Akan tetapi, apabila materi tersebut ditambah dengan memperlihatkan gambar, foto, sketsa, atau grafik maka akan lebih mudah materi tersebut di mengerti. Tentang kemampuan manusia memperoleh ilmu pengetahuan dengan menggunakan alat indera yang dimiliki Edgar Dale menjelaskan melalui kerucut pengalaman. Berikut ini gambar Edgar Dale dalam buku John D. Latuheru “Media Pembelajaran Dalam Proses Belajar- Mengajar Masa Kini”. 38 Gambar I. Kerucut Pengalaman Edgar Dale a. Pengalaman langsung, pada tahap ini peserta didik perlu berhubungan langsung dengan keadaan dan kejadiaan yang sebenarnya. Dengan demikian mereka boleh melihat sendiri, merabamemegang, mengalami sendiri apa yang sedang mereka hadapi, dan yang terutama agar mereka dapat mampu memecahkan masalah sendiri. 38 Ibid., hlm. 17. Verbal Simbol Visual Radio, Audio Tape, Gambar Diam Film Televisi Pameran Karya Wisata Demontrasi Pengalaman DRomotisasi Pengalaman Tiruan Pengalaman Langsung SYMBOLIC ICONIC ENACTIVE