Latar Belakang Berdirinya Museum
Romo Hasto Rosarianto, SJ., aristek bangunan dari Universitas Katolik Soegijapranata dan Bapak Marsudi sebagai praktisi museum CL.3.
91
Dalam perkembangannya, ada gagasan dari Mgr. Ignatius Suharyo agar museum yang dibangun berbeda dengan museum yang lain, di mana museum
dapat menarik minat orang-orang untuk berkunjung. Hal ini dikarenakan pada saat itu, ada anggapan bahwa museum hanyalah merupakan gudang bagi benda-benda
penting dan mahal. Oleh sebab itu, Mgr. Ignatius Suharyo dan para panitia ingin mengubah pemikiran bahwa museum bukan hanya sebagai tempat menyimpan
benda-benda bersejarah, tetapi juga sebagai tempat untuk mempelajari apa yang sudah terjadi dan untuk mempertimbangkan rencana-rencana tindak lanjut
kedepan CL.3. Mgr. Ignatius Suharyo berpikir supaya museum yang didirikan menjadi
museum yang hidup, museum yang bisa menjadi sarana edukasi dan museum yang tetap ada hubungan dengan perkembangan zaman. Oleh sebab itu,
ditunjuklah Romo Bambang bersama tim P3J Pelayanan, Pendampingan, dan Pengembalaan Jemaat Keuskupan Agung Semarang untuk mengolah Museum
Misi Muntilan menjadi museum yang hidup. Contohnya sepeda ontel dapat digunakan sebagai sarana transportasi yang membantu proses pengembangan
karya misi. Secara historis, tahun 1998 terbentuk panitia yang terbagi dalam dua bidang. Bidang pertama yang mengurusi benda-benda peningalan, bangunan dan
situasi sekitar. Bidang kedua, mengurusi edukasi mengenai kegiatan yang ada di
91
Hasil wawancara dengan Pak. Sena, 2 Mei 2017
Museum Misi Muntilan dan ditunjuklah Ibu Sumini berserta teman-teman dari Museum Benteng Vrederbug. CL.3.
Berkaitan dengan pemilihan Muntilan sebagai tempat dibangunnya museum, tim edukasi mengatakan bahwa awalnya museum dibangun di kompleks
keuskupan, tetapi kurang begitu diminati oleh beberapa umat. Beberapa umat memiliki anggapan bahwa museum hanya dijadikan sebagai tempat menyimpan
benda-benda mahal. Oleh karena itu, tidak ada yang orang yang mengunjunginya. Akhirnya tahun 1998, Mgr. Ignatius Suharyo menunjuk Romo Bambang sebagai
pelaksana pembuatan museum yang hidup di Muntilan. Selain itu, muntilan dipilih karena pertimbangan historis, di mana dulunya Muntilan dianggap sebagai
tempat tumbuh dan berkembangnya karya misi di Pulau Jawa atau yang dikenal sebagai Betlehem Van Java CL.2.
92
Tim edukasi juga mengatakan bahwa pada awalnya, Museum Wisma Uskup didirikan di Semarang, museum ini kurang mendapat perhatian dari umat. Oleh
sebab itu, beberapa pengurus museum Keuskupan Agung Semarang membuat keputusan bersama untuk memindahkan museum ke Muntilan. Pemindahan ini
dilatar belakangi oleh pertimbangan historis yang mengatakan bahwa Muntilan merupakan Betlehem Van Java atau tempat lahir Tuhan di Jawa CL.12.
93
Di pihak lain pengelola museum juga memperkuat anggapan sebelumnya mengenai Muntilan dipilih karena pertimbangan historis. Hal ini dapat dilihat dari
bukti peninggalan sejarah yang ada di Muntilan, seperti para tokoh yang menjadi pelopor karya misi di Jawa yaitu Romo van Lith, Romo Sandjaja dan Muntilan
92
Hasil wawancara dengan Pak. Puji, 27 April 2017
93
Hasil wawancara dengan Romo Bambang, 17 Mei 2017
dijadikan sebagai kompleks karya misi di antaranya pasturan, Gereja Antonius Muntilan, susteran, bruderan, kerkof dan beberapa sekolah yang ada di Muntilan.
Berkaitan dengan tujuan khusus didirikan Museum Misi Muntilan, tim edukasi mengatakan bahwa dibalik tujuan yang sudah tertera dalam buku
pedoman museum, tujuan didirikannya museum pada umumnya yaitu museum didirikan sebagai tempat menyimpan benda-benda peninggalan sejarah, tetapi saat
sekarang ini museum juga bisa digunakan sebagai tempat pembelajar yang bernilai sejarah. Oleh karena itu, tujuan didirikan Museum Misi Muntilan ini salah
satunya untuk pembelajaran, di mana pengunjung yang datang diajak untuk belajar dari koleksi-koleksi yang ada. Sehingga saat pengunjung pulang mereka
akan memperoleh pengetahuan tambahan dari setiap koleksi yang sudah mereka lihat dan akan menumbuhkan rasa bangga, mencitai dan menghargai warisan
budaya yang dimiliki bangsanya CL.2.
94
Sementara pengelola museum mengatakan bahwa museum ini dibangun sebagai sarana belajar untuk umat
mengenai Sejarah Keuskupan Agung Semarang dan misi keKatolikan di Indonesia khususnya Pulau Jawa CL.3.
95
Berkaitan dengan kendala yang dihadapi dalam mendirikan Museum Misi Muntilan pengelola museum mengatakan bahwa ada beberapa kendala yang
dihadapi dalam mendirikan Museum Misi Muntilan di antaranya: pengurus museum bukanlah dari orang-orang yang memiliki latar belakang sejarah
melainkan mereka merupakan pastor penggerak umat. Oleh karena itu, para
94
Hasil wawancara dengan Pak. Puji, 27 April 2017
95
Hasil wawancara dengan Pak Sena, 2 Mei 2017
pengurus museum banyak belajar dan bertanya kepada ahli sejarah untuk memudahkan mereka membuat sebuah museum yang menarik.
Selain itu, ada juga kendala lain yang dihadapi dalam hal pemahaman mengenai museum, banyak dari mereka menganggap museum hanyalah tempat
untuk meyimpan benda-benda yang memiliki nilai sejarah, untuk itu kami sebagai pengelola museum harus bisa mengubah pandangan orang mengenai museum
yang hanya digunakan sebagai tempat menyimpan benda-benda yang bernilai sejarah. Selanjutnya dalam hal pendanaan untuk pembangunan museum, beberapa
orang beranggapan museum ini dibangun untuk kepentingan beberapa pihak, sehingga banyak dari mereka ragu untuk memberikan sumbangan dana. Akan
tetapi, lambat laun anggapan itu pun berubah karena mereka menyadari bahwa museum dibangun untuk kepentingan bersama, yakni agar umat memahami
mengenai karya misi Keuskupan Agung Semarang dan perkembangan Agama Katolik di Indonesia, khususnya di Jawa CL.3.
96
Kendala lain yang dihadapi berkaitan dengan kunjungan ke museum, pengelola museum mengalami kendala yaitu saat pengunjung yang datang tidak
memberikan informasi terlebih dahulu kepada pihak pengelola. Hal ini dikarenakan jumlah pengelola terbatas dan pengelola museum sendiri sudah
memiliki jadwal mengenai pengunjung yang sudah memberikan konfirmasi terlebih dahulu. Selain itu, kendala lain yang dihadapi yaitu pengelola harus
mampu menyinergikan antara museum, sekolah, gereja, dan kerkof agar pengunjung yang datang bisa mendapatkan pengetahuan yang maksimal. Selain
96
Ibid., 2 Mei 2017
itu, dari sisi kelembagaan tantangannya tidak mudah, di mana museum ini didirikan dengan menyatukan berbagai lembaga di antaranya Serikat Yesus
Propinsi Indonesia, lembaga pastoral Keuskupan Agung Semarang, dan Bruder FIC yang memiliki pemahaman berbeda-berbeda mengenai museum CL.3.
97
Senada dengan pendapat di atas salah satu pendiri museum mengatakan bahwa kendala yang dihadapi, yakni mengenai kepemilikan tanah. Di mana tanah
yang digunakan untuk pembuatan museum adalah tanah milik Konggregasi Jesuit, sementara beberapa pihak mengatakan bahwa tanah yang akan digunakan untuk
pembuatan museum merupakan tanah milik Paroki Muntilan. Oleh sebab itu, dibuatlah keputusan untuk membangun sebuah tempat tinggal baru untuk para
romo dan pastoran digunakan sebagai tempat museum. Akan tetapi, banyak pihak yang tidak setuju bila pastoran digunakan sebagai museum, sehingga diambillah
keputusan bersama untuk menggunakan pastoran baru sebagai tempat berdirinya museum, karena pada awalnya museum ini dibangun atas program kerjasama
antara Keuskupan Agung Semarang, Serikat Jesuit, dan Bruder FIC untuk itu segala sesuatu harus diputuskan secara bersama CL.12.
98
Di lain pihak, direktur museum sekarang mengatakan bahwa kendala yang dihadapi dalam pemabangunan museum, yakni kendala teknis. Masih banyak
anggapan yang menyatakan bahwa museum ini dibangun sebagai tempat menyimpan benda-benda yang bernilai sejarah. Oleh sebab itu, banyak kalangan
yang menitipkan barang-barang yang mereka miliki, seperti buku-buku, orgen yang tidak dipakai lagi, mereka beranggapan bahwa koleski yang mereka miliki
97
Ibid., 2 Mei 2017
98
Hasil wawancara dengan Romo Bambang, 17 Mei 2017
seumuran dengan Gereja Keuskupan Agung Semarang. Akan tetapi, pihak museum menjelaskan bahwa koleksi yang ditempat di museum ini bukan
merupakan koleksi sembarangan, tetapi koleksi yang memiliki nilai sejarah bagi Keuskupan Agung Semarang dan karya misi di Indonesia CL.6.
99
Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik benang merah mengenai latar belakang berdirinya Museum Misi Muntilan, yakni museum ini dibangung karena
museum yang lama tidak mendapat perhatian dari umat. Untuk itu museum dipindahkan ke Muntilan karena pertimbangan historis, di mana Muntilan
merupakan tempat berkembangnya karya misi di Jawa. Hal ini dapat kita lihat dari tokoh Romo van Lith yang menjadi peletak dasar berkembangnya karya misi yang
ada di Pulau Jawa. Dari kisah Romo van Lith ini akan memberikan teladan bagi kita untuk memperjuangkan sebuah pendidikan, sehingga kita tidak ketinggalan
dengan bangsa lain. Selain itu, latar belakang berdirinya Museum Misi Muntilan yaitu ingin
membuat sebuah museum yang hidup. Museum yang hidup yaitu museum yang mampu memberikan wawasan kepada para pengunjung mengenai benda koleksi
yang dipajang, sehingga akan timbul imajinasi dalam diri mereka mengenai tokoh-tokoh yang banyak memberikan karyanya untuk perkembangan Indonesia
dan menjadi teladan dalam diri mereka untuk bisa melakukan hal yang sama. Dalam diri mereka juga akan timbul rasa bangga, kagum dan menghargai warisan
budaya yang dimiliki bangsanya.
99
Hasil wawancara dengan Romo Nugroho, 8 Mei 2017