terakhir  mengenai  gereja  universal  yang  menampilkan  mimbar,  altar,  dan  kursi yang  pernah  dipakai  Paus  Paulus  Yohanes  II  tanggal  10  Oktober  1989  di
Yogyakarta. Setiap koleksi  tidak sembarangan diletakan di  ruangan, tetapi  dicari tahu dahulu sejarah dari masing-masing koleksi yang akan ditampilkan, sehingga
nantinya  jelas  akan  diletakan  di  ruangan  mana.  Hal  ini  juga  diperkuat  dari  hasil observasi  yang  dilakukan  tanggal  27  April  2017,  di  mana  setiap  koleksi
dikategorikan  menurut  alur  penjelasan  seperti  yang  diungkapkan  pengelola museum.
Koleksi  menjadi  bagian  terpenting  yang  harus  ada  dalam  setiap  museum. Koleksi museum adalah semua jenis benda material hasil budaya manusia, alam,
dan  lingkungan  yang  disimpan  dalam  museum  dan  mempunyai  nilai  bagi pembinaan  dan  pengembangan  sejarah,  ilmu  pengetahuan  teknologi  serta
kebudayaan. Setiap koleksi yang ada di museum dapat digunakan sebagai sumber belajar terutama sejarah.
153
Koleksi yang ada di Museum Misi Muntilan ini dapat digunakan  untuk  pembelajaran  sejarah  karena  disetiap  koleksi  memiliki  nilai
sejarah yang dapat digali lebih lagi untuk sumber belajar terutama sejarah. Koleksi  yang  ditampilkan  Museum  Misi  Muntilan  memiliki  kekhasan
tersendiri,  di  mana  koleksi-koleksi  yang  ada  di  museum  mengenai  sejarah Keuskupan  Agung  Semarang  dan  karya  misi  di  Jawa.  Sama  halnya  dengan
Museum Sangiran  yang  merupakan museum arkelogi, museum ini juga memiliki kekhasan tersendiri dari setiap koleksi yang ditampilkan. Koleksinya berhubungan
dengan  kehidupan  pra  sejarah  yang  di  dalamnya  berisi  fosil-fosil  manusia  purba
153
Ibid., hlm. 4.
dan peningalannya. Kekhasan ini juga dibuktikan dari observasi  yang dilakukan, di  mana  koleksi-koleksi  yang  ditampilkan  di  Museum  Misi  Muntilan  semuanya
berhubungan  dengan  karya  misi  Agama  Katolik  dan  Gereja  Keuskupan  Agung Semarang.
Setiap  koleksi  yang  ada  memberikan  manfaat  tersendiri  untuk  setiap pembelajaran.  Tergantung  kita  memanfaatkannya  dan  melihat  manfaatnya  dalam
kehidupan  sehari-hari.  Seperti  yang  diungkapkan  pengunjung  CL.9  bahwa koleksi yang ada di Museum Misi Muntilan dapat dijadikan sebagai salah sumber
belajar  sejarah,  seperti  pada  mata  kuliah  sejarah  Gereja  di  Prodi  Pendidikan Sejarah,Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Di mana, koleksi yang ada dapat
diimplementasikan  dalam  pembelajaran  dengan  menghubungkan  koleksi-koleksi yang ada untuk pembelajaran di kampus.
Sementara  berdasarkan  hasil  wawancara  dengan  Wakil  Kepala  Sekolah bidang kurikulum SMA Pangudi Luhur van Lith mengenai manfaat Museum Misi
Muntilan sebagai sumber belajar beliau CL.5, mengatakan bahwa Museum Misi memberikan  manfaat  bagi  siswa  SMA  Pangudi  Luhur  van  Lith.  Museum
memberikan manfaat untuk memperkenalkan pendiri sekolah yaitu Romo van Lith kepada  para  siswa  baru  dan  memperkenalkan  perkembangan  karya  misi  di
Muntilan.  Hal  ini  diperkuatkan  oleh  pengola  yang  meyatakan  bahwa  koleksi- koleksi  yang  sering  digunakan  untuk  pembelajaran,  di  antaranya  koleksi  yang
berkaitan  dengan  tokoh-tokoh  yang  mengembangkan  karya  misi  di  Muntilan, seperti Romo.Van Lith dan Romo. Sandjaja. Tokoh-tokoh ini memiliki kisah yang
sangat menarik untuk dipelajari dan dijadikan teladan bagi kehidupan kita saat ini PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dan masa yang akan datang. Seperti halnya kisah Romo van Lith yang membaptis 171  orang  di  Sendangsono.
154
Hal  ini  membuktikan  bahwa  karya  misi  dapat berkembang khususnya di Muntilan sebagai tempat awal berkembangnya Agama
Katolik di Jawa.
3. Kegiatan Edukasi yang Ada di Museum Misi Muntilan
Bidang  edukasi  adalah  bidang  karya  Museum  Misi  Muntilan  Pusat Animasi  Misioner  yang  menghidupkan  Museum  Misi  Muntilan  Pusat  Animasi
Misioner  dengan  merumuskan  dan  mengembangkan  konsep  missioner berdasarkan  sejarah  karya  misi  Keuskupan  Agung  Semarang  dan  pegangan
pengembangan  iman,  yaitu  kitab  suci,  tradisi  magisterium,  dan  tanda-tanda zaman.
155
Berdasarkan  teori  tersebut  kegiatan  edukasi  yang  dilaksanakan  di Museum Misi Muntilan, sebagian besar mengatakan bahwa kegiatan edukasi yang
dilakukan  di  museum  ini  berkaitan  dengan  rekoleksi  dan  pendampingan pengunjung. Pengunjung  yang datang harus dipandu untuk  memudahkan  mereka
mengenal  koleksi  yang  ada  di  museum.  Pengunjung  diajak  untuk  meyaksikan sejarah  Keuskupan  Agung  Semarang,  karya  misi  dan  perkembangan  Gereja
Katolik di Indonesia. Setelah melihat koleksi yang ada di museum, nantinya akan menumbuhkan  wawasan  baru  bagi  dirinya  dan  akan  menimbulkan  rasa
menghargai warisan budaya yang di miliki bangsa Indonesia. Selain  kegiatan  di  atas  ada  kegiatan  edukasi  lain  yang  dilakukan  di
Museum  Misi  Muntilan,  di  antaranya  mengadakan  kerjasama  dengan  pengurus
154
Tim Edukasi MMM PAM, op.cit, hlm. 31.
155
Pedoman MMM PAM, op.cit, hlm. 6
Kerkof  setiap  malam  Selasa  Kliwonan  dengan  mengadakan  pengajian  memakai musik tradisional dan khotbah. Hal ini natinya akan menimbulkan toleransi antar
umat beragama dan membuka sekat-sekat yang ada. Kegiatan edukasi yang ada di Muntilan tidak hanya untuk umat Katolik, tetapi juga untuk masyarakat di sekitar
Museum  Misi  Muntilan.  Selain  itu,  mengunjungi  kelompok-kelompok  tertentu untuk memperkenalkan museum, sehingga mereka dapat mengenal Museum Misi
Muntilan bukan hanya  menjadi  gudang tempat  penyimpanan benda-benda mahal dan  bernilai  sejarah,  tetapi  menjadi  museum  yang  hidup  dengan  peninggalan-
peninggalan yang ada. Ketika  ditanya  tentang  kegiatan  rutin  yang  dilakukan  Museum  Misi
Muntilan,  para pengelola menjawab bahwa kegiatan rutin  yang dilakukan,  yaitu mendampingi  pengunjung.  Pengunjung  yang  datang  didampingi    untuk
memperkenalkan koleksi yang ada sehingga mereka dapat menggali nilai sejarah dari  setiap  koleksi.  Kegiatan  pendampingan  Rekoleksi  dengan  sekolah-sekolah
yang  ada  di  lingkungan  sekitar  museum.  Seperti  SMP  Kanisus  yang memanfaatkan museum setiap Jumat untuk mengenal Museum Misi, tetapi mulai
sekarang hal ini jarang dilakukan. Sementara, SMA van Lith  mewajibkan setiap siswa baru untuk mengenal Museum Misi Muntilan.
Kegiatan  edukasi  tersebut  sesuai  dengan  teori  mengenai  tugas  tim  kerja bidang  edukasi  dalam  buku  pedoman  museum  pasal  15,  di  antaranya  1
Menentukan  konsep  missioner  Museum  Misi  Muntilan  Pusat  Animasi  Misioner berdasarkan  semangat  missioner;  2  Menggali  nilai-nilai  missioner  benda-benda
koleksi  dan  menentukan  tempatnya  dalam  kerangka  konsep  missioner  Museum PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Misi  Muntilan  Pusat  Animasi  Misioner;  3  Mendampingi  pengunjung  untuk merasakan dinamika perkembangan missioner lewat melihat benda-benda koleksi
Museum  Misi  Muntilan  Pusat  Animasi  Misioner;  4  Menumbuhkan  dan mengembangkan semangat missioner lewat gerak-gerak missioner dan pelayanan-
pelayanan pendampingan; 5 Menerbitkan buku-buku yang sesuai dengan konsep missioner  Museum  Misi  Muntilan  Pusat  Animasi  Misioner;  6  Mengelola
sosialisasi Museum
Misi Muntilan
Pusat Animasi
Misioner; 7
Menyelenggarakan  penyegaran  bagi  para  fungsionaris  yang  terlibat  bersama Museum Misi Muntilan Pusat Animasi Misioner.
156
Dari teori tersebut dapat kita lihat bahwa kegiatan pendampingan menjadi kegiatan pokok dan utama yang ada
dalam Musuem Misi Muntilan. Museum  berfungsi  sebagai  wahana  pendidikan,  sarana  membagi
pengetahuan baik baru maupun lama dan juga tempat melakukan studi. Museum tidak  hanya  dituntut  untuk  pembelajaran  umum,  namun  harus  juga  mampu
menyokong  perkembangan  ilmu  pengetahuan  selayaknya  pusat  studi  dan  pusat kajian  universitas.  Museum  juga  menjadi  tempat  penelitian  atau  bekal  sejarawan
untuk mendapatkan sumber sejarah berupa dokumen, foto, dan lain-lain.
157
Untuk itu dalam penyelenggaranya kami memiliki kendala untuk bisa membuat museum
berfungsi sebagai sumber belajar sejarah. Sementara  dalam  hal  kendala  yang  dihadapi  dalam  penyelenggaraan
kegiatan  edukasi  yang  ada  di  museum  para  pengelola  menjawab  bahwa  kendala yang  dihadapi  dalam  kegiatan  edukasi  yaitu  dalam  inovasi  penyelenggaraan.  Di
156
Ibid., hlm. 16.
157
Khidir Marsanto P, op.cit., hlm. 28.