Pendahuluan Profil Tempat HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Cabe Udik 5 Pondok Cabe Ilir 18 093 17 514 35 607 103,31 6 Kedaung 23 287 22 581 45 868 103,13 7 Bambu Apus 14 546 14 145 28 691 102,83 8 Benda Baru 20 266 19 998 40 264 101,34 Kecamatan Pamulang 159 014 155 917 314 931 101,99 Sumber: Proyeksi Kantor BPS Tangerang Selatan 4 Kecamatan Pamulang merupakan Ibukota dari Kota Tangerang Selatan dan merupakan salah satu kecamatan yang memiliki kepadatan tertinggi kedua di Kota Tangerang Selatan yaitu 108 jiwaha. Kecamatan Pamulang memiliki fungsi sebagai kawasan pemukiman dengan kepadatan tinggi. Pusat kota kecamatan Pamulang terletak pada persimpangan jalan yang mempertemukan Jl. Pajajaran, Jl. Siliwangi, dan Jl. Surya Kencana. Jl. Pajajaran dan Jl. Siliwangi merupakan jalan utama, sedangkan Jl. Surya Kencana merupakan jalan terusan dari Jl. Pajajaran. Ruas-ruas jalan tersebut juga merupakan luas jalan yang membelah wilayah kecamatan Pamulang dan merupakan ruas jalan utama dari wilayah-wilayah lain disekitarnya sehingga tingkat kepadatannya sangat tinggi. Tingkat mobilitas penduduknya pun sangat tinggi karena ruas-ruas jalan tersebut juga menghubungkan dengan jalan kolektor yang masuk menghubungkan ke wilayah permukiman. Jl. Pajajaran menghubungkan pusat kota kecamatan Pamulang dengan pusat kota kecamatan Ciputat dan DKI Jakarta. 4 www.tangselkota.bps.go.id diakses pada tanggal 28 November 2014 12.00 WIB Sementara itu Jl. Siliwangi menghubungkan pusat Kecamatan Pamulang dengan kecamatan Serpong dan Kabupaten Tangerang. Jl. Surya Kencana merupakan jalan yang memiliki fungsi menghubungkan jalan-jalan utama, dalam hal ini Jl. Siliwangi dengan Jl. RE Martadinata dan Jl. Pondok Cabe Raya dengan Jl. RE Martadinata. Jl. RE Martadinata merupakan jalan utama yang menghubungkan pusat kota Kecamatan Pamulang dengan Kecamatan Parung dan Kabupaten Bogor, sedangkan Jl. Pondok Cabe Raya merupakan jalan yang menghubungkan pusat kota Kecamatan Pamulang dengan DKI Jakarta. Di Pamulang terdapat beberapa komplek perumahan seperti Pamulang Permai, Reni Jaya, Vila Pamulang, Griya Jakarta, Vila Pamulang Mas, Pamulang Estate MA,BPI Bukit Pamulang Indah, Permata Pamulang, Vila Dago dll. Komplek-komplek perumahan ini mulai berdiri tahun 1983 . Tahun 1983 belum ada perumahan, Perumahan Pamulang Permai I ada pada tahun 1991, perumahan yang pertama di Pamulang adalah Pondok Benda Indah yang dibangun tahun 1990 berlokasi di rw 15 Kel. Pondok Benda, lokasinya sebelum pompa bensin pertigaan parakan Pamulang. Di Pamulang juga berdiri Superindo, Pamulang Square dan Carrefour yang menandakan pertumbuhan ekonomi di kecamatan ini sangat pesat. Dahulu sempat pula didirikan Alfa Toko Gudang Rabat, Dwima, serta Cinema 21. Di depan Pamulang Square, dan juga terdapat tomang tol namun hancur dibakar pasca kerusuhan Mei 1998. Pamulang juga merupakan daerah industri skala usaha kecil dan menengah UKM, beberapa industri rumah tangga telah menjadi bagian dari pergerakan perekonomian makro masyarakat pamulang sejak dahulu hingga saat ini diantaranya industri kerajinan tangan, perhiasan, pernak pernik asesoris dan makanan kecil camilan. 3. Kehidupan Sosial Ekonomi Sebagian besar matapencaharian masyarakat Kecamatan Pamulang adalah berdagang, wiraswasta, pelayanan jasa dan lain-lain. Pola perekonomian masyarakat Kecamatan Pamulang pada awalnya bergantung pada tanah yang mereka miliki. Tanah bagi mereka merupakan suatu sumber kehidupan bagi keluarga dan generasi penerus mereka sehingga pemanfaatan tanah digunakan sebagai sarana untuk bertani dengan menanam berbagai macam tanaman yang pada akhirnya hasilnya digunakan untuk dikonsumsi sendiri dan untuk dijual sebagai dana untuk memenuhi kehidupan lainnya. Hal ini telah berjalan turun temurun dari mulai nenek moyang masyarakat Kecamatan Pamulang. Tetapi sekarang lahan pertanian semakin menyempit karena banyak warga yang menjualnya ke para pendatang sehingga sebagian mereka beralih ke bidang lain yaitu berdagang di sekitar rumah mereka ataupun membuat kios di pinggir jalan. 5 Pemanfaatan tanah sebagai sarana pemenuhan kebutuhan hidup dalam perkembangan selanjutnya mengalami pergeseran seiring dengan kemajuan zaman. Kebutuhan ekonomi yang semakin hari semakin meningkat mendesak masyarakat pribumi untuk memanfaatkan sebidang tanahnya untuk usaha lain selain bertani, sehingga hasilnya menjadi lebih besar dibanding dengan bertani dan berkebun misalnya dengan membangun rumah kontrakan, warung atau toko, yang dinilai lebih menguntungkan bila dibanding dengan menunggu penghasilan dari usaha bertani dan berkebun. Menurut pertimbangan secara ekonomis memang lebih menguntungkan karena tanah tersebut dapat menghasilkan uang banyak dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama, walaupun dari segi kelestarian lingkungan tidak menguntungkan. Sebagian besar masyarakat Kecamatan Pamulang bekerja di sektor formal maupun non formal yang sesuai dengan pendidikan yang 5 Data Kependudukan Kecamatan Pamulang tahun 2014 mereka miliki, walaupun kadang-kadang pekerjaan dengan pendidikan tidak sesuai. Sedangkan bagi masyarakat yang tidak memiliki warisan tanah dan juga tidak berpendidikan tinggi, mereka lebih memilih berdagang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sebagian dari para pedagang itu ada yang berjualan di pasar, yang letaknya tidak jauh dari Pamulang dan juga pedagang yang berjualan dengan membuka toko atau warung kecil-kecilan di sekitar rumahnya. 4. Kehidupan Sosial Keagamaan Jika dilihat dari keberagaman penduduk Kecamatan Pamulang, sebagian besar masyarakat menganut agama Islam yaitu sebanyak, 271362 orang, sedangkan sisanya menganut agama Budha sebanyak 1953 orang, Kristen Protestan 1831 orang, Kristen Katolik 7537 orang, Hindu 889 orang dan Konghucu 234 orang. Gambaran tentang keberagamaan masyarakat Kecamatan Pamulang dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4.7 Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama No Kelurahan Islam Katolik Protestan Hin du Bud ha Kong hucu 1 Pondok Benda 39687 1367 3763 168 348 5 2 Pamulang Barat 43738 2266 4700 129 667 20 3 Pamulang Timur 29503 1006 1725 130 175 12 4 Pondok Cabe Udik 19178 501 1438 81 271 178 5 Pondok Cabe Ilir 36140 230 1107 78 62 - 6 Kedaung 47890 700 1843 115 103 5 7 Bambu Apus 21734 404 924 48 116 2 8 Benda Baru 33492 1063 2821 150 211 12 Kecamatan Pamulang 27136 2 7537 1831 889 1953 234 Sumber : Kantor Urusan Agama Kecamatan Pamulang 6 Mengenai tempat peribadatan tercatat di wilayah Kecamatan Pamulang terdapat 146 buah Masjid, 317 buah Mushola, 1 buah Vihara, 2 buah Kelenteng, 15 buah Gereja. Dari data tersebut dapat dilihat betapa beragamnya komunitas keberagaman, hampir semua agama dan tempat ibadahnya yang ada di Indonesia dapat dijumpai di Kecamatan ini.

C. Informasi Partisipan

1. Karakteristik Pedagang Angkringan

Pedagang Angkringan adalah orang yang menjual barang dagangannya dengan menggunakan gerobak serta lampu senthir. Pedagang angkringan ini sering disebut pula sebagai prembe Jawa. Pedagang angkringan ini menjual barang dagangannya berupa makanan dan minuman dengan gerobak. Gerobak yang biasa digunakan oleh pedagang angkringan tersebut umumnya adalah milik pedagang sendiri. Waktu berdagang para pedagang angkringan dimulai dari sore hari sekitar pukul setengah lima dan selesainya pada dini hari sekitar pukul dua. Namun waktu tutup usaha angkringan ini tergantung dari keadaan berjualan saat itu. Apabila keadaan saat itu sedang ramai konsumen biasanya para pedagang angkringan ini akan tutup lebih awal dari pukul dua dini hari. Lokasi yang dijadikan tempat berjualan umumnya di pinggir- pinggir jalan utama, namun ada pula pedagang angkringan yang berjualan di sekitar perkantoran atau daerah perkampungan yang ramai serta dilalui oleh banyak orang. Barang yang ditawarkan oleh para 6 http:tangselkota.bps.go.idindex.php?hal=publikasi_detilid=8 diakses pada tanggal 25 Desember 2014 pukul 20.00 WIB pedagang angkringan memang pada umumnya memiliki harga yang murah karena pangsa konsumennya yang dituju mereka yang berasal dari kelas ekonomi menengah ke bawah. Walaupun demikian, saat ini popularitas angkringan sedang menanjak, sehingga saat ini angkringan mudah ditemui di Pamulang yang merupakan bukan asal daerah asli dari Angkringan. Warung angkringan atau saat ini juga dikenal sebagai warung nasi kucing mempunyai daya tarik tersendiri sehingga diminati oleh konsumennya baik yang berasal dari mahasiswa, tukang ojek, buruh bahkan pegawai pemerintahan. Walaupun dari segi kualitas barang yang dijual sering dianggap memiliki kualitas rendah, namun ini tidak membuat daya tarik angkringan menurun. Angkringan merupakan salah satu wadah untuk masyarakat melakukan interaksi sosialnya. Di dalam angkringan tidak memiliki batasan atau mengenal perbedaan kelas sosial, ekonomi, agama dan ras. Dalam angkringan semua manusia sama sehingga ini yang membuat angkringan bertahan hingga saat ini. Karena tidak jarang para konsumen memiliki angkringan favoritnya masing-masing dan ini cenderung dengan pemilihan pedagang angkringannya enak atau tidak untuk diajak ngobrol. Angkringan di Pamulang terbagi menjadi dua model, yaitu model pertama adalah angkringan yang tradisional. Angkringan tradisional memiliki ciri-ciri seperti, gerobak yang menetap di tempat yang strategis, memasak masih menggunakan arang, serta masih menggunakan gerobak, untuk meja saji yang digunakan untuk menyajikan makanan hanya menggunakan papan yang menempel di gerobak serta tikar untuk pengunjung yang memilih untuk lesehan, dan untuk penerangan biasanya redup karna pedagang angkringan hanya menggunakan sambungan kabel lampu dari toko yang mereka tumpangi pelataran tempat parkirnya, pegawai yang membantu biasanya hanya berjumlah tiga orang paling banyak serta mereka masih memiliki hubungan saudara dengan pemilik angkringan. Angkringan model kedua adalah model modern. Angkringan seperti yang dimiliki oleh Ibu Yanti adalah angkringan yang sudah memiliki tempat untuk menetap tidak lagi menggunakan gerobak. Selain itu meja panjang yang digunakan untuk menyajikan angkringan Ibu Yanti sudah memiliki tiga buah meja, Penerangannya juga sudah menggunakan lampu, selain itu untuk sumber daya manusia yang membantu, Ibu Yanti sudah memiliki enam orang pegawai, dan pegawainya bukan lagi dari anggota keluarga melainkan tetangga- tetangganya di kampung. Menu yang disediakan ketiga angkringan ini hampir sama, jumlahnya saja yang berbeda dan ketiga angkringan ini walaupun berada di Pamulang mereka masih memasukan simbol- simbol Kejawaan mereka. Berikut ini adalah profil ketiga pedagang angkringan yang menjadi informan di Pamulang:

a. Angkringan Pakde Yono

Pakde Yono adalah salah satu pedagang angkringan yang mencoba mengadu peruntungan di Pamulang, dengan modal yang seadanya Pakde Yono hijrah dari Pemalang ke Pamulang untuk mengikuti temannya yang ingin membuka usaha kuliner angkringan. Pada tahun 2004 Pakde Yono memutuskan untuk hijrah ke Jakarta bersama dua orang teman yang berasal dari Gunung Kidul untuk membuka Angkringan di Daerah Cinangka, Sawangan. Awalnya mereka bertiga menyewa sebuah kontrakan di daerah Cinangka sebagai tempat tinggal dan berjualan angkringan tidak jauh dari kontrakan tersebut. Melihat kerja Pakde Yono yang bagus teman Pakde pun memberikan saran untuk Pakde Yono untuk membuka usaha angkringan miliknya sendiri. Setelah mempertimbangkan tawaran temannya, Pakde Yono memutuskan untuk membuka angkringan. Langkah pertama yang dilakukan Pakde Yono adalah mencari-cari lokasi yang tepat untuk berjualan angkringan. Setelah mencari-cari akhirnya ditemui sebuah lahan yang lapang di depan pertokoan dipinggir jalan yang terletak di persimpangan jalan Reni. Letak yang strategis dikarenakan dekat dengan Universitas Pamulang dan persimpangan jalan yang menghubungkan antara Pondok Cabe dan Reni ke arah Pamulang diharapkan pada saat itu angkringan milik Pakde Yono laku dan ramai dikunjungi oleh pembeli baik mahasiswa, warga sekitar, ataupun orang-orang yang pulang kerja untuk mampir. Letak berjualan yang strategis dan mudah dijangkau menjadi salah satu hal yang utama dalam menentukan lokasi berjualan bagi Pakde Yono. Modal usaha bagi pedagang kaki lima khususnya Pakde Yono diperoleh dari sisa tabungan sendiri yang dibawa dari kampung halaman dan pinjaman dari teman-teman Pakde Yono yang berada di Jakarta. Pada saat datang ke Pamulang Pakde Yono membawa uang sebesar lima juta rupiah yang diperolehnya dari hasil jual kerbau milik kedua orang tuanya. Uang sebesar lima juta rupiah tersebut Pakde Yono sudah digunakan untuk kebutuhan sehari-hari seperti membayar kontrakan rumah, makan, minum, dan lain-lain. Setelah itu Pakde Yono membuat sebuah gerobak yang kurang lebih berukuran 5x6 m². Pakde Yono memutuskan untuk memesan gerobak angkringan hal ini dikarenakan gerobak-gerobak yang sudah jadi tidak terdapat tempat untuk memasak wedang jahe, teh, dan air putih panas atau menghangatkan gorengan yang sebelumnya sudah dibuat setengah matang, sehingga bila ingin dinikmati harus dihangatkan terlebih dahulu. Pada umumnya penjual angkringan memiliki tempat berjualan yang menetap, untuk menutupi bagian atap biasanya ditutupi menggunakan terpal sehingga membentuk sebuah tenda. Kemudian memasang bangku di bagian dalam untuk tempat duduk para pembeli serta menggelar terpal untuk mereka yang ingin duduk secara lesehan. Gerobak angkringan biasanya pada bagian depan