Hasil wawancara Paparan Hasil Penelitian

11 Jika datang rombongan biasanya, suka ngerasa ganggu gak? Dari pertanyaan ini, terdapat lima orang menjawab tidak merasa mengganggu dan empat orang menganggap biasa saja. Hal ini diakui oleh Maldi sebagai toleransi antar sesama pengunjung angkringan, “engga tuh, kita sadr diri aja. Terus yang udah ada di angkringannya juga toleransi lah kita gantian gitu.” 20 12 Apakah ada pembeli yang curang gimana, yang bayar tidak sesuai sama apa yang dimakan? Dari pertanyaan ini di dapati semua informan menjawab iya. Namun karena penjual yang merupakan orang Jawa terkenal dengan rasa cenderung memiliki sikap tidak enak hati takut menyinggung sehingga mereka lebih membiarkan Tuhan yang membalas. Selain itu masyarakat Jawa mempunyai prinsip nrimo segala sesuatu yang terjadi dan pasrah terhadap segala sesuatu yang terjadi. 13 Apakah anda mengetahui asal angkringan dari daerah mana? Dari pertanyaan ini dapat diketahui bahwa dari semua informan mengetahui daerah asal tempat angkringan ini merupakan dari Jawa. Namun para informan tidak mengetahui daerah persis darimana angkringan ini berasal. 14 Apakah terdapat perbedaan harga di sini dengan di Jogja? Dari pertanyaan ini semua informan menjawab terdapat perbedaan harga yang ada di angkringan di daerah Jogja dengan angkringan yang ada di daerah Pamulang. Seperti yang diutarakan oleh Maldi, “ya klo itusih pasti ada kan diliat dari biaya hidupnya disini lebih mahal dibanding biaya hidup disana.” 21 15 Apakah ada manfaat angkringan untuk kehidupan bersosial? Dari pertanyaan ini terdapat satu orang menjawab bahwa angkringan merupakan tempat mengasah tenggangrasa. Hal ini dutarakan oleh Mardoyo, kalau angkringan itukan tempat duduknya sedikit jadi ya harus saling mengertilah untuk mau 20 Berdasarkan hasil wawancara dengan Maldi pada 10 Oktober 2014 21 Ibd., dempet-dempetan atau sempit-sempitan jadi ya harus bisa numbuhin sifat tenggang rasa kalau menurut orang Jawa tepo seliro. Bisa nambah teman juga tukar fikiran juga bisa. 22 Tujuh orang informan menjawab sebagai tempat untuk menambah teman. Hal ini didapatkan dari kegiatan para pengunjung angkringan yang suka mengobrol bebas dengan siapapun yang berada di angkringan kemudian terjadi ikatan pertemanan yang tidak disadari. Dan satu orang tempat yang menjadikan angkringan sebagai tempat untuk bernostalgia kampung halaman. Angkringan yang bernuansa sederhana mampu menciptakan kesan tersendiri bagi pengunjung yang merupakan perantau dari daerah jawa, seperti penuturan Wati “klo suami saya selalu ngomong klo dia ke angkringan itu kaya lagi di Jawa.” 23 16 Apakah anda pernah melakukan interaksi dengan sesama pengunjung? Pada pertanyaan ini semua informan menjawab bahwa pernah melakukan interaksi dengan sesama pengunjung. 17 Bentuk interaksi seperti apa yang anda lakukan? Dari pertanyaan ini, semua informan menjawab bahwa bentuk interaksi yang sering terjadi itu adalah mengobrol. Hal ini biasanya terjadi pada saat pengunjung yang datang seorang diri ke angkringan melakukan obrolan sengan sesama pengunjung atau keoada penjual dengan maksud agar tidak merasa sepi. Seperti penuturan Agung, “pas kesini sendirian kan daripada sengo ya ngobrol aja jadinya ama yang laen ama Pakde Yono juga.” 24 18 Apakah pernah terjadi konflik dengan sesama pengunjung? Pada pertanyaan ini terdapat enam orang informan menjawab tidak pernah melihat atau terlibat konflik dengan sesama pengunjung angkringan. Seperti yang diutarakan oleh Sobani, “kaga pernah, apaan 22 Berdasarkan hasil wawancara dengan Mardoyo pada 21 Oktober 2014 23 Berdasarkan hasil wawancara dengan Wati pada 22 Oktober 2014 24 Berdasarkan hasail wawancara dengan Agung pada 27 Oktber 2014 yang mau diberantemin disini mah orang yang curang aja ama si Yono dibiarin aja kan biarin aja dah tuhan yang bales katanya.” 25 Tiga orang informan tidak mengetahui apakah pernah terjadi konflik di angkringan. “saya sih ga pernah punya pengalaman seperti itu.” 26 25 Berdasarkan hasil wawancara dengan Sobani pada 13 November 2014 26 Berdasarkan hasil wawancara dengan Movitri Rosmela pada 26 November 2014 84

BAB V PENUTUP

Pada bab lima, peneliti akan memaparkan lebih lanjut mengenai hasil dari penelitian yang telah dilakukan. Bab ini terdiri dari dua yaitu kesimpulan dan saran.

A. Kesimpulan

Pada bab I peneliti menjelaskan pertanyaan utama “Bagaimana interaksi sosial yang terjadi di dalam angkringan sebagai unsur tradisional masyarakat perkotaan di Kecamatan Pamulang ?” maka pada bab ini, penulis akan menyimpulkan temuannya, yaitu:

1. Bentuk Interaksi Sosial Masyarakat Perkotaan

Dari hasil penelitian yang dilakukan kepada sembilan partisipan tersebut, dapat disimpulkan bahwa sembilan partisipan yang diwawancarai melakukan kegiatan interaksi yang tidak jauh berbeda. Para pengunjung angkringan melakukan interaksi terhadap pengunjung lainnya berdasarkan hal-hal kecil. Seperti, meminta tolong untuk mengambilkan sambal, atau tisu yang memang penjual hanya menyiapkan terbatas dan pengunjung di tuntut untuk saling tolong dan berbagi. Kemudian tidak jarang akan berlanjut dengan obrolan-obrolan hangat layaknya seperti dengan keluarga. Aktivitas-aktivitas yang terbentuk sebagai akibat dari adanya interaksi sosial yang tejalin diantara para sesama pengunjung dan pedagang di dalam angkringan dapat diklasifikasikan ke dalam suatu bentuk proses asosiasi. Proses asosiasi ini dapat dilihat dalam bentuk interaksi yang tercipta di dalam suatu angkringan. Interaksi yang bersifat positif sudah terjalin di dalam suatu tempat makan tradisional bernama angkringan. Mengambil dari pemikiran Gillin dan Gillin bahwa bentuk umum proses sosial adalah interaksi sosial yang juga dapat dinamakan proses sosial, oleh karena interaksi sosial merupakan syarat utama terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Bentuk lain dari proses sosial hanya merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang0orang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang perorangan dengan kelompok manusia.

2. Angkringan Sebagai Unsur Tradisional

Dari hasil penelitian yang dilakukan kepada sembilan partisipan tersebut, dapat disimpulkan bahwa tiga dari sembilan partisipan menjadikan angkringan sebagai tempat mengenang kampung halaman serta tempat mengobati kerinduan akan kampung halaman. Angkringan mampu menyajikan simbol unsur tradisional kejawaan. Dengan tetap menggunakan nama angkringan yang merupakan dari bahasa Jawa, konsep kesederhanaan dari cara berjualan sangat mengesankan cara orang Jawa hidup. Selain itu, alat serta atribut yang dipakai oleh pedagang angkringan merupakan simbol khas daerah Jawa. Angkringan mampu memberikan sensas lain dengan menggunakan bahasa Jawa untuk makanan yang dijual seperti nama sego kucing atau nasi kucing, banyak pengunjung yang awalnya datang ke angkringan hanya sebatas penasaran apa itu nasi kucing. Setelah mencoba kemudian menjadi pelanggan. Serta penggunaan penerangan yang minim mampu menciptakan suasana yang hangat.

B. Saran

Berdasarkan pada penelitian yang telah dilakukan, maka peneliti dapat memberikan beberapa saran dari hasil penelitian diantaranya: a. Pemerintahan Daerah Kota Tangerang Selatan Hasil Penelitian ini menjadi masukan untuk pimpinan, pembuat kebijakaan merujuk segi pemahaman sosiologi, kiranya pengembangan bisnis kuliner itu, dapat memperhatikan faktor sosial setempat. Sehingga, pengembangan suatu budaya kuliner dapat terjadi tidak melalui sebuah produk budaya yang monoton. Melakukan, sebuah inovasi-inovasi dan penggunaansimbol-simbol yang terkait pengembangan kuliner untuk menjaga konsistensi bisnis kuliner yang diusung. Serta memperhatikan suara-suara masyarakat kelas menengah kebawah agar pemegang kekuasaan mengetahui fakta-fakta sosial yang tidak terblow-up. b. Bagi penelitian selanjutnya Bagi peneliti selanjutnya yang berminat untuk mengadakan penelitian dengan topik yang sama, semoga penelitian ini bisa menjadi acuan dan bahan tambahan tentang interaksi yang terjadi di dalam angkringan. Selain itu disarankan untuk lebih mendetail lagi dalam melihat bagaimana suatu temoat publik mamu menjadi suatu arena terjadinya suatu proses sosial. c. Bagi Mahasiswa Agar mahasiswa dapat melihat serta tidak memandang sebelah mata lagi tempat-tempat yang dinilai rendahan selama ini ternyata banyak makna yang terkandung di dalamnya. DAFTAR PUSTAKA Ahmadi Abu, Pengantar Sosiologi, Semarang: CV Ramadhani, cet 1, 1975. Basrowi, Pengantar Sosiologi, Bogor: Ghalia Indonesia, 2005. Dharsono, Budaya Nusantara, Bandung: Rekayasa Sains, 2007. Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008. Gunawan Imam, Penelitian Kualitatif Teori dan Praktik, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2013. Hartomo dan Arnicun Aziz, Ilmu Sosial Dasar, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2008. James M, Henslin, Sosiologi dengan Pendekatan Membumi Edisi 6 Jilid 1, Jakarta: Erlangga, 2007. Koentjraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2009 Moleong Lexi J., Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009. Mulder Niels, Kepribadian Jawa dan Pembangunan Nasional, Jakarta: PT Gramedia, 1983. Ng. Philipus, Nurul Aini, Sosiologi dan Politik Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2009. Prasetyo Anindito, Batik, Karya Agung Warisan Budaya Dunia, Yogyakarta: pura Pustaka, 2010. Prastowo Adi, Memahami Metode-Metode Penelitian, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011. Purwadi dan Djoko Dwiyanto, Filsafat Jawa, Yogyakarta: Panji Pustaka, 2006. Razak Yusron, Sosiologi Sebuah Pengantar, Tangerang: Mitra Sejahtera, 2008. Rahayu Iin Tri dan Tristiadi Ardi Ardani, Observasi dan Wawancara, Malang: Bayumedia Publishing, 2004.