Angkringan Ibu Yanti Karakteristik Pedagang Angkringan

lebih besar dibanding angkringan lainnya. Berikut ini adalah menu yang disediakan oleh angkringan Ibu Yanti. Tabel 4.11 Menu Makanan dan Minuman di Angkringan Ibu Yanti No Makanan dan Minuman Harga 1 Sego Kucing Aneka Lauk Ikan Teri, Tempe Orek, Oseng-Oseng, dan Ikan Bandeng Rp 3.000bungkus 2 Nasi Bakar Rp 5.000bungkus 3 Sate Telur Puyuh 3 buah Rp 3.000tusuk 4 Sate Udang Rp 4.500tusuk 5 Sate Kulit Ayam Rp 3.000tusuk 6 Sate Kikil Rp 3.500tusuk 7 Baceman Tahu dan Tempe Rp 3.000buah 8 Gorengan Tahu, Tempe mendoan dan bakwan Rp 1.500buah 9 Sate Usus Rp 3.000tusuk 10 Sate Ampela Rp 3.000tusuk 11 Sate Ceker Ayam Rp 4.000tusuk 12 Kepala Ayam Rp 4.000tusuk 13 Wedang Jahe Rp 5.000gelas 14 Susu Jahe Rp 6.000gelas 15 Kopi Jahe Rp 5.500gelas 16 Teh manis Rp 4.000gelas 17 Teh Susu Rp 5.500gelas 18 Minuman Kopi Susu Kemasan Rp 5.000gelas Sumber: Hasil Temuan Peneliti, Tahun 2014. Harga yang ditawarkan pada angkringan Ibu Yanti memang lebih mahal dibandingkan dengan harga angkringan milik Pakdhe yono dan Mas Min. Hal ini dikarenakan Ibu Yanti harus mengeluarkan uang yang lebih banyak untuk membayar harga sewa tempat serta membayar para karyawannya. Walaupun harga yang cukup mahal untuk angkringan pada umumnya, tidak membuat pelanggan Ibu Yanti lantas pergi, hal ini dikarenakan harga sesuai dengan cita rasa yang ditawarkan, serta tempat duduk yang disediakan jauh lebih banyak menampung pembeli dibanding angkringan lainnya.

2. Karakteristik Pembeli

Dalam upaya mencari bentuk interksi sosial yang terjadi di angkringan, Partisipan yang dijadikan sumber data penelitian keseluruhan sebanyak sembilan orang pengunjung angkringan dengan rincian setiap angkringan diambil tiga orang pengunjung. Penting sekali peneliti menjabarkan informasi dan latar belakang partisipan agar pembaca dan penguji dapat memahami konteks dan situasi penelitian. Pada penelitian kualitatif kesimpulan penelitian tidak bisa diterapkan secara umum, oleh karena itu siapa dan kapan yang diwawancarai sangatlah penting karena kesimpulan dari penelitian ini berbeda ketika mewawancarai orang yang berbeda dan dilakukan pada waktu yang berbeda juga. Karakteristik pembeli merujuk atas saran yang diberikan oleh pedagang angkringan. Pembeli adalah pengunjung yang secara rutin datang ke angkringan dan melakukan interaksi dengan pengunjung serta pedagang yang ada di angkringan itu. Pengunjung angkringan datang dari berbagai kalangan, ada mahasiswa, pegawai,tukang ojek, satu keluarga, pengusaha dan lain-lain. Untuk karakteristik pembeli yang pertama, pembeli hanya datang dan membawa pulang makanan yang dibeli. Pembeli hanya memanfaatkan angkringan sebatas sebagai tempat makan dan bentuk kepraktisan dan keefisienan waktu serta tenaga. Karena warga kota yang tidak sempat memasak. Menjumpai karakteristik pembeli yang membeli untuk dibawa pulang itu jarang sekali, pembeli tipe pertama hanya ditemui pada angkringan Ibu Yanti. Pembeli ini bernama Adi dengan status pelajar. pembeli ini membeli makanan di angkringan untuk dinikmati di rumah bersama keluarga, hal ini dikarenakan di rumah hari itu tidak sempat memasak, jadi mereka memilih untuk membeli makanan jadi yang sudah matang, selain menghemat waktu dan energi, harga di angkringan juga tidak terlalu mahal. Seperti yang dilakukan oleh Adi yang diwawancarai oleh peneliti karena membeli makanan di angkringan lalu bergegas untuk pulang. “Disuruh mama beli makan soalnya mama ga masak.“ 11 Melihat penuturan Adi tersebut dapat terlihat dengan jelas hadirnya usaha kuliner di perkotaan juga dapat membawa keuntungan lainnya seperti sebagai bentuk dari kepraktisan dan keefisienan waktu untuk warga kota yang tidak sempat memenuhi kebutuhan sehari-harinya dalam memasak dengan hadirnya usaha kuliner ini maka dapat menjadi alternatif lain. Semakin tingginya permintaan warga kota terhadap usaha kuliner maka, usaha kuliner dengan basis kedaerahan menjadi laku keras. Dengan demikian semakin tingginya kesibukan masyarakat perkotaan menyebabkan mereka tidak mempunyai cukup waktu untuk memasak dan menyajikan masakan untuk anggota keluarga, sehingga mereka akan memilih untuk membeli makanan yang menjual menu makanan sehari-hari. Karakteristik pembeli yang kedua adalah mereka yang datang untuk makan sebentar lalu pulang, tanpa disertai bincang-bincang atau mengobrol terlebih dahulu, biasanya karakteriktik yang kedua ini tidak lebih dari tiga puluh menit untuk makan di angkringan. Hal ini dikarenakan biasanya mereka datang bersama keluarga ataupun pasangan kekasih, mereka setelah makan langsung segera pulang. Pembeli dengan karakteristik ini terdapat dua orang pada angkringan Mas Min, yaitu Hendra Pegawai Swasta dan Wati Ibu Rumah Tangga. Satu orang pada angkringan Pakde Yon, yaitu Maldi 11 Berdasarkan hasil wawancara dengan Adi pada 7 Oktober 2014 pukul 19.00 WIB. Mahasiswa. Dan satu orang pada angkringan Ibu Yanti, yaitu Movitri mahasiswa. Dengan tipe pembeli yang pertama dan kedua jelas disini angkringan berfungsi sebagai salah satu usaha informal yang menyediakan kepraktisan waktu dan tenaga untuk masyarakat kota Tangerang Selatan yang tidak memiliki banyak waktu untuk memasak karena kesibukannya. Karakteristik pembeli angkringan yang ketiga adalah pembeli yang membeli kemudian berinteraksi dengan pembeli yang lainnya, pembeli yang mampu menghabiskan waktu berjam-jam untuk mengobrol. karena dengan hadirnya angkringan disini mampu mengembalikan dan mengobati rasa rindu masyarakat Jawa yang tinggal di Pamulang. Pada angkringan Mas Min ada satu orang pembeli dengan karakteristik ini, yaitu Mardoyo supir. Di angkringan Pakde yon ada dua orang yaitu, Sobani Tukang ojek dan Agung pengangguran. Di angkringan Ibu Yanti ada satu orang yaitu, Lisa pegawai kantor. “Namanya juga perantau, ada angkringan di sini bikin kita berasa di kampung sendiri. Apalagi disini Min bikinnya hampir sama kaya yang di Jogja, wah makin kangen saja saya sama kampung halaman.” 12 Berdasarkan penuturan pak Mardoyo tersebut jelas bahwa angkringan dapat mengobati rasa rindunya terhadap Yogyakarta yang telah hampir dua tahun ia tidak pulang ke kampung. Kesamaan asal daerah yaitu Yogyakarta antara Pak Mardoyo dengan Pedagang Angkringan serta penggunaan bahasa Jawa saat mengobrol ini dapat membuat dan menjalin keakraban sehingga tidak canggung lagi Pak Mardoyo dan Mas Min bertukar cerita tentang berbagai macam hal mulai dari berbagi cerita selama di Pamulang hingga menanggapi Pemilihan presiden. 12 Berdasarkan wawancara dengan Pak Mardoyo pada 21 Oktober 2014 pukul 20.00 WIB. Angkringan memang tempat yang nyaman untuk mengobrol baik mengenai kehidupan sehari-hari, hingga mengobrol mengenai isu publik yang sedang ramai dibicarakan di media massa. Terkadang interaksi sosial yang terjadi di dalam angkringan merupakan ketidaksengajaan yang terjadi. Melalui hal yang sangat sederhana sekali interaksi tersebut tercipta sesama antar pembeli. Bentuk dari interaksi sosial inilah yang menjadi fokus peneliti. Bentuk dari interaksi sosial yang terjadi di angkringan antara sesama pembeli yang merupakan masyarakat perkotaan. Kenyataannya angkringan bukan hanya sebagai tempat kuliner namun angkringan kini berfungsi sebagai ruang publik masyarakat perkotaan serta tempat interaksi sosial dengan unsur tradisional.

D. Paparan Hasil Penelitian

Pada hasil penelitian ini, peneliti akan memaparkan data dan hasil penelitian terkait dengan permasalahan yang telah dirumuskan, yaitu mendeskripsikan bagaimana interaksi sosial yang terjadi didalam angkringan yang berada didaerah Kecamatan Pamulang. Pada bagian ini peneliti akan memaparkan jawaban partisipan pada saat diwawancarai dan hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti untuk mencari partisipan. Pada wawancara ini terdapat 19 sembilan belas pertanyaan kegiatan apa saja yang dilakukan ketika sedang berada di angkringan. Hasil wawancara lalu peneliti buatkan transkip, kemudian transkip tersebut peneliti olah dengan cara mereduksi data, menyajikan datamenyimpulkan data. Data yang di reduksi adalah informasi yang tidak berhubungan dengan penelitian. Data yang disajian di buat dalam bentuk- bentuk poin, berdasarkan pertanyaan wawancara. Baru setelah itu peneliti dapat menyimpulkannya secara deskriptif dan juga penelitian ini menjawab pertanyaan penelitian, dan bagaimana data tersebut menjawab penelitian.