persaingan dan pertentangan atau pertikaian. Kontravensi ditandai oleh gejala-gejala adanya ketidakpastian mengenai
diri seseorang atau suatu rencana dan perasaan tidak suka yang disembunyikan, kebencian, atau keragu-raguan
terhadap kepribadian seseorang.
26
c. Pertentangan
Hal ini terjadi karena suatu pribadi atau kelompok menyadari adanya perbedaan tertentu yang terdapat diantara
kelompok-kelompok masyarakat lain. Perbedaan ini meliputi ciri-ciri fisik, emosi, unsur kebudayaan, pola
perilaku, perbedaan dalam tingkatan ekonomi, perbedaan agama dan perbedaan lainnya.
27
Dalam kontak sosial dapat terjadi hubungan yang positif dan negatif, adapun kontak sosial yang bersifat positif terjadi
karena hubungan antara kedua belah pihak yang saling pengertian dan menguntungkan dari masing-masing pihak yang mengarah
pada bentuk kerjasama. Sehingga, hubungan dapat berlangsung lebih lama dan bahkan berulang-ulang. Sedangkan kontak yang
negatif sebaliknya terjadi karena hubungan antara kedua belah pihak tidak pengertian atau merugikan salah satu pihak ataupun
keduanya, sehingga mengakibatkan suatu pertentangan atau konflik.
Berdasarkan penjelasan diatas penulis dapat simpulkan bahwa, bentuk-bentuk interaksi pada dasarnya adalah asosiatif dan
disasosiatif. Asosiatif
sendiri merupakan
proses menuju
terbentuknya persatan atau integrasi sosial. Disasosiatif merupakan proses perlawanan. Di dalam asosiatif mempunyai bentuk-bentuk
antara lain, kerja sama, akomodasi, asimilasi dan akulturasi. Dan
26
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta; PT Raja Grafindo Persada, 1998, h.87
27
Ng. Philipus, dan Nurul Aini. loc.cit. h. 32
disasosiatif sendiri dibedakan kedalam tiba bentuk yaitu, persaingan, kontravensi, dan pertentangan.
3. Masyarakat Perkotaan
a. Teori Perspektif Tentang Masyarakat
1. Perspektif Solidaritas Mekanik dan Solidaritas Organik
Perbedaan dalam pengelompokkan ini secara rinci dibahas oleh Emile Durkheim. Durkheim membedakan antara antara
kelompok yang didasarkan solidaritas mekanik dan kelompok yang didasarkan pada solidaritas organik. Solidaritas mekanik
merupakan ciri yang menandai masyarakat masih hidup sederhana.
Dalam masyarakat solidaritas mekanik kelompok manusia tinggal secara tersebar dan hidup secara terpisah. Masing-
masing kelompok dapat memenuhi keperluan mereka masing- masing tanpa memerlukan bantuan dari kelompok lain.
Solidaritas organik merupakan solidaritas yang mengikat masyarakat dan telah mengenal pembagian kerja secara rinci
dan dipersatukan oleh saling ketergantungan antar bagian.
28
Dapat disimpulkan bahwa, solidaritas mekanik merupakan masyarakat yang tinggal di pedesaan. Sedangkan, solidaritas
organik merupakan masyarakat yang tinggal di perkotaan.
b. Pengertian Masyarakat
Masyarakat pada umumnya sudah memiliki kedekatan satu sama lain. Kedekatan ini terjadi dikarenakan mereka sudah lama
mengenal masing-masing dan menjalani rutinitas kehidupan di dalam lingkungan yang sama. Ini yang menyebabkan mereka harus
melakukan adanya interaksi satu sama lain. Tak jarang mereka sudah menganggap satu sama lain seperti saudara.
28
Kamanto Sunarto, Pengantar Sosiologi, Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI, 2004, h. 128
Menurut Basrowi, “Istilah masyarakat berasal dari bahasa
Arab syaraka yang berarti ikut serta, berpartisipasi. Di dalam bahasa Inggris dipakai istilah society yang berasal dari kata Latin
socius , berarti kawan.”
29
Sedangkan menurut Koentjaraningrat, “Masyarakat adalah
sekumpulan manusia yang saling bergaul, atau dengan istilah ilmiah, saling berinteraksi. Suatu kesatuan manusia dapat
mempunyai prasarana agar warganya dapat saling berinteraksi. Negara modern misalnya, merupakan kesatuan manusia dengan
berbagai macam prasarana, yang memungkinkan para warganya untuk berinteraksi secara intensif, dan dengan frekuensi yang
tinggi.”
30
Masyarakat memiliki ciri-ciri seperti yang dikemukakan oleh Elly M. Setiadi beserta kawan-
kawan, “ 1 kumpulan orang, 2 sudah terbentuk dengan lama, 3 sudah memiliki system social
atau struktur sosial tersendiri, 4 memiliki kepercayaan, sikap, dan perilaku yang dimiliki bersama.”
31
Seperti yang dikutip Basrowi dari pendapat Ralph Linton, “masyarakat adalah sekelompok manusia yang telah cukup lama
dan bekerja sama, sehingga mereka itu dapat mengorganisasikan dirinya sebagai salah satu kesatuan sosial dengan batas-batas
tertentu.”
32
Di dalam masyarakat juga harus memiliki suatu sistem yang
dibentuk dari
hubungan antar
mereka. Menurut
Koentjaraningrat bahwa , “Ikatan yang membuat suatu kesatuan
manusia menjadi suatu masyarakat adalah pola tingkah laku yang khas mengenai semua faktor kehidupannya dalam batas kesatuan
29
Basrowi, Pengantar Sosiologi, Bogor: Ghalia Indonesia, 2005, h. 37
30
Koentjraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2009, h. 115
31
Elly M. Setiadi. Rama Abdul Hakam. Ridwan Effendi, Ilmu Sosial dan Budaya Dasar, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011, h.80
32
Ibid., h. 38
itu. Lagipula, pola itu harus bersifat mantap dan kontinu, dengan perkataan lain, pola khas itu harus sudah menjadi adat istiadat yang
khas.”
33
Menurut Abu Ahmadi yang di kutip Basrowi, menyatakan bahwa
“masyarakat harus mempunyai ciri-ciri: a harus ada pengumpulan manusia dan harus banyak, bukan pengumpulan
binatang. b telah bertempat tinggal dalam waktu yang lama di suatu daerah tertentu. c adanya aturan-aturan atau undang-undang
yang mengatur mereka untuk menuju kepada kepentingan dan tujuan bersama.”
34
Jadi dapat disimpulkan, masyarakat adalah kumpulan individu yang hidup bersama dalam waktu yang cukup lama dan
bukan hanya kumpulan atau kerumunan orang dalam waktu sesaat, seperti kerumunan orang di terminal atau pasar. Dan di dalam
kebersamaan yang cukup lama terjadi interaksi sosial.
c. Masyarakat Perkotaan
Antara desa dan kota secara secara sepintas kilas hanya mengenai perbedaan geografisnya saja, tetapi bila dilihat secara
mendasar tidaklah demikian. Kota dan desa mempunyai perbedaan yang unik dan kompleks sekali. Baik dilihat dari segi jumlah
penduduknya, sosial ekonominya, kebudayaan, tata nilai dan normanya.
Kota adalah sebagai pusat pendomisian yang bertingkat- tingkat sesuai dengan sistem administrasi negara yang
bersangkutan. Di samping itu kota juga merupakan pusat dari kegiatan-kegiatan kebudayaan, sosial, ekonomi, dan komunikasi.
Sehingga dengan adanya sistem komunikasi dan transportasi yang baik, tidaklah aneh kalau kota tersebut merupakan jaringan
33
Koentjraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2009, h. 117
34
Basrowi, Pengantar Sosiologi, Bogor: Ghalia Indonesia, 2005, h. 41
ekonomi yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan kota itu sendiri bahkan negara pada umumnya. Maka dari itu bagi kota
yang letaknya strategis baik dari lalu lintas darat, laut maupun udara, akan berkembang dengan pesat.
“Seorang sosiolog Belanda merumuskan kota sebagai suatu pemukiman dengan kepadatan penduduk yang lebih besar
daripada kepadatan wilayah nasional, dengan struktur mata pencaharian non-agraris dan tataguna tanah yang beraneka ragam,
serta dengan pergedungan yang berdirinya berdekatan.”
35
Menurut S. Menno dan Mustaman Alwi, Dilihat dari segi fisik,
“kota adalah suatu pemukiman yang mempunyai bangunan- bangunan perumahan yang berjarak relatif rapat dan yang
mempunyai sarana dan prasarana serta fasilitas-fasilitas yang relatif memadai guna memenuhi kebutuhan penduduknya.
Rumusan ini terlepas dari besarnya jumlah penduduk. Yang utama disini ialah gedung-gedung dan bangunan-bangunan
yang letaknya berdekatan, dan memiliki sarana dan prasarana umum serta lembaga-lembaga yang mengatur kehidupan
bersama penduduknya
”.
36
Pertambahan penduduk dan kemajuan teknik merupakan dua hal yang sangat besar pengaruhnya atas situasi dan
perkembangan masyarakat. Perkembangan yang dimaksud adalah suatu pertumbuhan yang menjadikan masyarakat selalu berubah
bertambah. Makin besar pertambahan penduduk, makin nampak pula ciri perkotaan suatu tempat. Pertambahan penduduk ada dua
kemungkinan, yaitu adanya kelahiran maupun perpindahan. Pertambahan karena perpindahan yang biasanya sangat kuat
atau besar. Penduduk dari desa-desa sekitar kota tertentu banyak berdatangan untuk mencari pekerjaan dan nafkah di luar agraris.
Sebab di kota dianggap dapat menciptakan berbagai pekerjaan,
35
S. Menno dan Mustamin Alwi, Antropologi Perkotaan, Jakarta: CV Rajawali, 1992, h. 24
36
Ibid.,