Masyarakat Perkotaan Perspektif Solidaritas Mekanik dan Solidaritas Organik
mereka ganti dengan uang, sedang ia sendiri akan melakukan pekerjaan lain yang lebih menguntungkan. Di dalam hidup
bertetangga saling bersaing, yang diukur secara materi yang dimilikinya.
Maka dari itu hidup di kota sebenarnya kurang aman atau tenteram, di samping individualistis dan kikir. Rasa suka atau duka
harus dipikul sendiri oleh anggota masyarakat yang bersangkutan bersama keluarganya. Uluran tangan dari para tetangga sulit untuk
diharapkan. Namun juga pernah kita jumpai ada anggota masyarakat yang juga dermawan tetapi itupun terjadi sangat jarang.
Bahkan sifat dermawan tersebut kadang-kadang mempunyai maksud tertentu.
Bagi masyarakat kota kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa kehidupan magis religius, biasanya cukup terarah dan
ditekankan pada pelaksana ibadah. Upacara-upacara keagamaan sudah berkurang, demikian pula upacara-upacara adat sudah
menghilang. Hal ini disebabkan bahwa masyarakat kota sudah menekankan pada rasional pikir dan bukan pada emosionalnya.
Semua kegiatan agama, adat berlandaskan pada pengetahuan dan pengalaman yang mereka miliki.
Antara warga masyarakat pedesaan dan masyarakat perkotaan, juga terdapat perbedaan dalam perhatian, khususnya
terhadap keperluan-keperluan hidup. Di desa-desa yang utama adalah perhatian khusus terhadap keperluan utama daripada
kehidupan, hubungan-hubungan untuk memperhatikan fungsi pakaian, makanan, rumah dan sebagainya. Lain dengan orang-
orang kota yang mempunyai pandangan-pandangan yang berbeda. Soerjono Soekanto menjelaskan, ada beberapa ciri lagi
yang menonjol pada masyarakat kota, yaitu: 1.
Kehidupan keagamaan berkurang bila dibandingkan dengan kehidupan agama di desa. Ini disebabkan cara berpikir yang
rasional, yang didasarkan pada perhitungan eksak yang berhubungan dengan realita masyarakat.
2. Orang kota pada umumnya, dapat mengurus dirinya sendiri
tanpa harus bergantung pada orang lain. Yang penting disini adalah manusia perseorangan atau individu. Di desa orang lebih
mementingkan kelompok atau keluarga. 3.
Pembagian kerja diantara warga kota juga lebih tegas dan punya batas-batas nyata. Di kota, tinggal orang-orang dengan aneka
warna latar belakang sosial dan pendidikan yang menyebabkan individu memperdalami suatu bidang kehidupan khusus. Ini
melahirkan suatu gejala bahwa warga kota tak mungkin hidup sendirian secara individualistis.
4. Kemungkinan-kemungkinan untuk mendapatkan pekerjaan juga
lebih banyak diperoleh warga kota daripada warga desa, karena sistem pembagian kerja yang tegas tersebut diatas.
5. Jalan pikiran rasional yang pada umumnya dianut masyarakat
perkotaan, menyebabkan interaksi-interaksi yang terjadi lebih didasarkan pada faktor kepentingan daripada faktor pribadi.
6. Jalan kehidupan yang cepat dikota mengakibatkan pentingnya
faktor waktu, sehingga pembagian waktu yang teliti sangat penting, untuk dapat mengejar kebutuhan-kebutuhan seorang
individu. 7.
Perubahan-perubahan sosial tampak dengan nyata di kota-kota, karena kota biasanya terbuka dalam menerima pengaruh luar.
38
Dalam masyarakat modern, sering dibedakan antara masyarakat pedesaan dengan masyarakat perkotaan. Sebenarnya
perbedaan tersebut tidak mempunyai hubungan dengan pengertian masyarakat sederhana karena dalam masyarakat modern,
38
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Rajawali Pers, 2009, h. 156- 157
seberapapun kecilnya desa pasti ada pengaruh-pengaruh dari kota. Pembedaan antara masyarakat pedesaan dengan masyarakat
perkotaan karena adanya hubungan konsentrasi penduduk dengan gejala-gejala sosial yang dinamakan urbanisme.
Masyarakat perkotaan yang mana kita ketahui itu selalu identik dengan sifat yang individual, egois, materialistis, penuh
kemewahan, dikelilingi gedung-gedung yang menjulang tinggi, perkantoran yang mewah dan pabrik-pabrik yang besar. Asumsi
dasar kita tentang kota adalah tempat kesuksesan seseorang. Dari penjelasan masyarakat perkotaan diatas, penulis dapat
simpulkan bahwa masyarakat perkotaan lebih dipahami sebagai kehidupan komunitas yang memiliki sifat kehidupan dan ciri-ciri
kehidupannya berbeda dengan masyarakat pedesaan. Akan tetapi, kenyataannya di perkotaan juga masih banyak terdapat beberapa
kelompok pekerja-pekerja di sektor informal, misalnya tukang becak, penjual angkringan, tukang sapu jalanan, pemulung samapai
pengemis. Bila kita telusuri masih banyak juga terdapat perkampungan-perkampungan kumuh tidak layak huni.