lain untuk berinteraksi. Pengunjung yang datang sendirian ke tempat ini hanya akan makan lalu pergi, karena akan terlihat aneh untuk seseorang
yang datang sendirian lalu berlama-lama ditempat seperti ini. Berdasarkan konsep kesederhanaannya angkringan menjadi salah
satu ruang publik baru yang dimanfaatkan oleh warga kota untuk melakukan interaksi sosial dengan semangat kekeluargaan yang
dimunculkan pedagang angkringan yang berasal dari Jawa dengan menggunakan simbol-simbol kedaerahan sehingga pengunjung yang juga
kebetulan berasal dari Jawa dapat merasakan seperti berada di kampung halamannya.
Seringkali orang menggunakan simbol untuk mengkomunikasikan sesuatu tentang diri mereka, begitupula dengan yang dilakukan oleh
pedagang angkringan yang berada di Jakarta. Mereka menggunakan batik, blangkon, dan peralatan makan serta minum yang menunjukan bahwa
mereka berasal dari Jawa. Selain simbol-simbol tersebut mereka juga masih menggunakan bahasa daerah asal mereka walaupun saat ini mereka
sedang berada di Kota Jakarta. Dengan menggunakan atribut kedaerahan di Kota Jakarta menjadi
salah satu upaya eksistensi para pedagang yang berasal dari luar Kota Jakarta, selain itu penggunaan atribut daerah dapat dijadikan daya tarik
para pedagang angkringan untuk menarik para pelanggan karena umumnya penduduk Jakarta mayoritas orang Jawa sehingga akan
membuat mereka untuk datang karena rindu suasana kampung halaman. Daerah Pamulang, kota Tangerang Selatan pun tak luput dari
fenomena menjamurnya usaha informal dibidang kuliner. Saat ini banyak sekali usaha informal kuliner yang muncul di daerah pamulang. Bahkan
tak jarang bila di malam hari jalanan di Pamulang macet, imbas dari banyaknya usaha kuliner yang ada di pinggir jalan. Angkringan di
Pamulang saat ini sudah cukup banyak.
Tidak seperti 5 tahun yang lalu, hanya beberapa angkringan saja yang dapat dijumpai. Pertumbuhan yang sangat pesat ini terjadi setelah
pemekaran Kota Tangerang Selatan dari Kabupaten Tangerang pada Oktober 2008. Letak geografis Kota Tangerang Selatan yang berbatasan
dengan Provinsi DKI Jakarta pada sebelah utara dan timur memberikan peluang pada Kota Tangerang Selatan sebagai salah satu daerah
penyangga provinsi DKI Jakarta. Berdasarkan hal diatas maka peneliti merasa tertarik untuk
melakukan penelitian ini dengan judul
“Angkringan Sebagai Unsur Tradisional Tempat Interaksi Sosial Masyarakat Perkotaan Studi
Deskriptif Analisis di Kecamatan Pamulang, Kota Tangerang Selatan
”. B.
Identifikasi Masalah
Masalah dalam
penelitian kualitatif
bertumpu pada
suatu fokus. Tidak ada satu penelitian yang dapat dilakukan tanpa adanya fokus. Fokus itu pada dasarnya adalah sumber pokok dari masalah
penelitian. Di dalam latar belakang masalah di atas ada beberapa masalah yang diungkapkan. Akan tetapi, permasalahan hanya difokuskan pada
masalah
1. Faktor-faktor yang menyebabkan tumbuhnya usaha angkringan di
Tangerang Selatan sebagai usaha informal masyarakat kota. 2.
Peran simbolisme kejawaan dalam angkringan di Tangerang Selatan. 3.
Peran angkringan sebagai tempat interaksi sosial di masyarakat kota Tangerang Selatan.
4. Interaksi sosial yang terjadi di dalam angkringan
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas maka penulis merumuskan pembatasan masalah pada:
1. Peran angkringan sebagai tempat interaksi sosial
2. Interaksi sosial yang terjadi di dalam angkringan.
Sesuai dengan judul penelitian yaitu, Angkringan Sebagai Unsur Tradisional Interaksi Sosial Masyarakat Perkotaan Studi Deskriptif
Analisis Di Kecamatan Pamulang, Kota Tangerang Selatan. D.
Perumusan Masalah
Bagaimana bentuk-bentuk interaksi sosial yang terjadi di dalam angkringan sebagai unsur tradisional masyarakat perkotaan?
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan utama penelitian ini adalah, untuk mengetahui bentuk-bentuk interaksi sosial
yang terjadi di angkringan yang merupakan tempat makan berunsur tradisional di Wilayah Kecamatan Pamulang.
F. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan mempunyai banyak manfaat, antara lain: 1.
Secara Teoritis Secara teoritis penelitian ini dapat dijadikan sebagai masukan
bagi dunia pendidikan, terutama para guru IPS untuk memanfaatkan nilai-nilai interaksi sosial yang terdapat pada tempat-tempat yang
sebelumnya banyak orang yang belum mengetahuinya secara luas kemudian menjadikannya contoh kasus berkaitan dengan pelajaran
sosiologi. 2.
Secara Praktis a.
Bagi masyarakat Mencoba menggali lebih dalam mengenai potensi-potensi
usaha informal angkringan yang dapat mempertahankan nilai-nilai kejawaan di tengah-tengah masyarakat Kota Tangerang Selatan
yang sudah semakin heterogen. b.
Bagi Pemerintahan Daerah Pemda Mampu berkontribusi baik bagi semua pihak yang
bersangkutan. Dengan tema dari penelitian ini semoga ini juga dapat bermanfaat bagi Pemda Tangerang Selatan agar mampu
menangani masalah-masalah sosial yang ada di Tangerang Selatan seperti kemiskinan, urbanisasi, penyediaan lapangan pekerjaan
yang memadai serta pengaturan dan pengembangan usaha-usaha informal.
Bagi pengusaha kuliner informal dan pemerintah seharusnya bisa bekerjasama mengembangkan usaha-usaha kuliner
berbasis kedaerahan guna menjadi salah satu daya tarik wisata di bidang kuliner bila ditata di tempat yang baik.
c. Bagi Institusi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi positif bagi perkembangan keilmuwan sosial, baik bagi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta maupun institusi-institusi lain, terutama studi tentang Sosiologi dan Antropologi. Sehingga secara umum dapat
memberikan kontribusi bagi kajian Ilmu Pengetahuan Sosial. d.
Bagi Peneliti Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi saya
sebagai penulis untuk mengembangkan ilmu yang sudah penulis peroleh selama di perkuliahan. Dan dapat memberikan ilmu baru,
berupa sebuah pengalaman yang berharga dan menambah wawasan peneliti dalam penggunaan metodologi penelitian, serta penelitian
ini juga sebagai ajang sarana pelatihan diri untuk terbiasa meneliti masyarakat luar sebagai akademik di bidang Ilmu Pengetahuan
Sosial.
8
BAB II KAJIAN TEORI
A. Kajian Teori
1. Angkringan
Angkringan merupakan kaki lima makanan khas di Yogyakarta.
“Angkringan merebak di Yogyakarta sebagai bentuk dari imbas krisis ekonomi yang melanda pada tahun 1997-1998. Usaha ini
termasuk dalam usaha informal, yang berjenis warung kaki lima, menggunakan gerobak, dan bersifat bergerak atau
mobile.”
1
Kata angkringan berasal dari bahasa pergaulan Jawa, angkring atau nangkring yang memiliki arti duduk santai dan lebih bebas. Para
pembeli yang duduk di bangku kayu memanjang di sekitar gerobak angkringan dapat mengangkat atau melipat satu kaki naik ke atas
kursi. Angkringan merupakan salah satu bentuk variasi dari kaki
lima. Penjual kaki lima yang menggunakan pikulan juga dapat ditemui di daerah-daerah lain. Kaki lima pikulan yang menjual makanan
dengan harga murah seperti angkringan dapat pula ditemui di Solo dan Klaten.
Menurut Klara, “Masyarakat setempat menyebut kaki lima tersebut dengan nama hik, hidangan istimewa kampung. Istilah ini
masih digunakan di Solo, tetapi istilah yang populer di Yogyakarta adalah angkringan.
”
2
Pada awalnya, penjual angkringan tidak menggunakan gerobak dorongan beroda dua, melainkan pikulan yang terbuat dari belahan
1
Hanum, Musyri’ah, Kiat Menekuni Bisnis Catering, Warung Tenda, Angkringan, Yogyakarta: ABSOLUT, 2007, h. 198.
2
Klara Puspa Indrawati, “Pembentukan Ruang Kolektif Oleh Masyarakat Studi Kasus :
Angkringan Tugu Yogyakarta ”, Skripsi pada Universtas Indonesia, 2012, h. 31, tidak
dipublikasikan