74 tetapi hanya sampai simpang Desa Sugihen dan untuk menuju Desa Sugihen harus berjalan kaki sekitar 3 Km, persimpangan tersebut disebut dengan Simpang Sugihen -
Pernantin
15
15
Simpang tersebut ada dua yang satu sebelah kanan menuju Sugihen, dan satu lagi sebelah kiri menuju Pernantin.
. Selain sarana jalan melalui Simpang Munte menuju Desa Sugihen, ada juga
sarana jalan alternatif untuk mencapai Desa Sugihen, yaitu dari arah Desa Sukarame, jalan alternatifnya melalui simpang Desa Barung kersap yang nantinya tembus Simpang
Desa Gunung Saribu. Kondisi jalan alternatif ini belum diaspal masih jalan tanah yang telah dikeraskan oleh karena jika musim hujan sulit dilalui karena menjadi becek dan
licin pada beberapa bagian tertentu. Waktu yang ditempuh melalui jalan alternatif ini dari Kabanjahe menuju Sugihen sekitar satu setengah jam.
2.2. Sejarah Desa
Menurut cerita masyarakat sejarah desa mempunyai dua versi. Versi pertama diawali dari silsilah Marga Ginting yaitu siwah sada Ginting Ginting sugihen, Ginting
Babo, Ginting Guru Patih, Ginting Suka, Ginting Beras, Ginting Bukit, Ginting Gara Mata, Ginting Ajar Tambun, dan Ginting jadi Bata. Ginting berasal dari kata genting
berbentuk guci. Pendiri simanteki kuta desa ini adalah bernama Sugihen dan bermarga Ginting, Sugihen adalah anak dari Tindang dan mempunyai delapan saudara laki-laki
dan saeorang saudara perempuan. Pada akhirnya kesembilan saudara tersebut berpisah satu sama lain.
Universitas Sumatera Utara
Box 1: Lahirnya Marga Ginting
Dimasa dahulu ada sepasang suami- istri nama sisuami adalah Tindang yang sudah lama menikah namun belum mempunyai keturunan. Suatu ketika tanpa disadari istri Tindang hamil,
pada suatu hari istri si Tindang menjerit merasa kesakitan. Mereka berhenti disebuah desa yang bernama Desa Gurubenua, disana ia memeriksakan kondisi istrnyai kepada dukun guru mbelin.
Kandungan istri si Tindang bermasalah, beberapa hari istri si tindang melahirkan bayi yang mempunyai wujud seperti telur. Guru mbelin itu menyuruh si Tindang agar bayi yang berbentuk
telur itu didoakan supaya dapat berbentuk manusia. Dipanggillah guru pak-pak pitu sendalanen dukun bayi yang berbentuk telur dimasukkan kedalam genting guci kemudian dieramkan
selama tujuh hari. Pada hari ketujuh telur itu menetaskan sepuluh bayi sembilan laki-laki dan satu anak perempuan. Beberapa tahun kemudian ketika mereka sudah tumbuh dewasa, anak
perempuan si Tindang si Bem-bem namanya dipinang seorang laki-laki oleh karena itu semua saudara laki-lakinya diundang. Bentuk pinangan mas kawin tukur untuk si Bembem adalah
berupa uang yang nantinya akan di bagikan kepada saudara laki-lakinya. Ketika pembagian tukur tersebut berlangsung terjadilah petengkaran hebat antara kesembilan saudara laki-lakinya. Si
Bem-bem merasa malu atas kelakukan saudaranya tersebut. Tiba-tiba ia menari-nari disekeliling orang banyak sambil bernyanyi supaya orang menyumbangnya dan memberikan uang sumbangan
tersebut kepada saudara laki-lakinya dengan berharap mereka tidak berkelahi lagi. Ketika si Bembem menari dengan kuat tiba-tiba jatuh dan tenggelam kedalam tanah dan tumbuh menjadi
sebuah pohon nira batang pola. Melihat kejadian tersebut saudara laki-laki si Bembem bertengkar dan saling menyalahkan atas kejadian tersebut.
Seiring dengan petengkaran tersebut kesembilan saudara tersebut menjadi terpisah dan mencari jalan masing-masing. Pada saat itu si Sugihen pergi kesuatu daerah yang
belum ada penghuninya disana mendirikan sebuah perladangan di dekat tapin lau sang- sang pancuran lau sang-sang. Beberapa lama kemudian ia mendirikan perkampungan
dan tinggal menetap di desa ini sehingga pada seperti sekarang ini ia menamai desa ini dengan namanya sendiri yaitu Sugihen.
Universitas Sumatera Utara
Versi kedua hampir sama dengan versi pertama, hanya beda tempat, menurut cerita yang berkembang bahwa istri si Tindang menetas di penaperen yang berasal dari
kata naper menetas yang merupakan nama sebuah perladangan yang terdapat di desa ini. Sugihen adalah pendiri desa ini ia bermaga Ginting.
Box 2: lahirnya Marga Ginting
Dimasa dahulu ada sepasang suami- istri nama sisuami adalah Tindang yang sudah lama menikah namun belum mempunyai keturunan. Suatu ketika tanpa disadari istri Tindang hamil,
pada suatu hari pada saat diperjalanan istri si Tindang menjerit merasa kesakitan, tanpa sadar ia telah melahirkan bayi yang berbentuk telur, beberapa hari kemudian telur itu menetaskan sepuluh
bayi, sembilan bayi laki-laki, dan satu bayi perempuan. Ketika mereka tumbuh dewasa mereka terpisah satu sama lain.
Seiring dengan terpisahnya kesembilan saudara tersebut si Sugihen memilih tetap tinggal di daerah ini dengan mendirikan perladangan. Beberapa lama kemudian ia
mendirikan sebuah perkampungan dan menamainya dengan namanya sendiri. Berdasarkan dua versi sejarah Desa Sugihen tersebut maka yang menjadi
pemukiman sebelumnya penduduk pada awalnya adalah berada dirumah berneh yang salah satu menjadi pemukiman penduduk pada saat ini. Awalnya hanya beberapa rumah
tangga dengan bentuk bangunan rumah adat siwaluh jabu.
2.3. Keadaan Penduduk