perkembangannya lahir kelompok kejahatan yang bentuk pengenaan pidananya cukup dengan strict liability.
46
Sedangkan Muladi menyatakan penerimaan bentuk pertanggungjawaban dalam hukum pidana yang disebut strict liability guna
menjatuhkan pemidanaan terhadap korporasi, ”dilakukan atas dasar kepentingan masyarakat, bukan atas dasar kesalahan subyektif”. Strict liability merupakan
refleksi kecenderungan untuk menjaga keseimbangan sosial.
47
Perdebaatan tentang keberadaan sikap kalbu atau guilty mind dibantah dengan pendapat bahwa ”suatu korporasi adalah sebuah abstraksi. Ia tidak punya
akal pikiran sendiri dan begitu pula tubuh sendiri; kehendaknya harus dicari atau ditemukan dalam diri seseorang yang untuk tujuan tertentu dapat disebut sebagai
agenperantara, yang benar-benar merupakan otak dan kehendak untuk mengarahkan directing mind and will dari korporasi tersebut. Jika seseorang
merupakan otak pengarah dari perusahaan, maka tindakannya merupakan tindakan dari perusahaan itu sendiri”.
48
Orang yang bertindak atau berbicara atas nama perusahaan. Ia bertindak sebagai perusahaan, dan akal pikirannya yang
mengarahkan tindakannya berarti adalah akal pikiran dari perusahaan. Jika akal pikirannya bersalah, berarti kesalahan itu merupakan kesalahan perusahaan.
49
b. Doctrine Of Vicarious Liability
Selain konsepsi strict liability, di negara Anglosaxon dan Anglo American dikenal pula pertanggungjawaban pidana yang disebut ”vicarious liability”, yaitu
46
Saleh, Pikiran-Pikiran Tentang Pertanggungjawaban Pidana, h. 21
47
Muladi, “Fungsionalisasi Hukum Pidana Terhadap Tindak Pidana Korporasi”, Makalah Seminar Nasional Kejahatan Korporasi di FH UNDIP, Semarang, 23-24 November, h.4
48
Bismar Nasution, Kejahatan Korporasi Dan Pertanggungjawaban Pidananya, Makalah Disampaikan Dalam Ceramah Di Jajaran Kepolisian Daerah Sumatera Utara, Tanjung Morawa
Medan, 27 April 2006. PDF, h.6
49
http:en.wikipedia.orgwikiCorporate_liability
the legal responsibility of one person of wrongful acts of another, as for example, when the acts are done within scope of employment
. Pertanggungjawaban hukum seseorang tindakan yang lain tidak adil, sebagai contoh, pada tindakan yang sudah
dilakukan dalam lingkup ketenaga-kerjaan. Vicarious liability diartikan oleh Black sebagai : ”indirect legal responsibility; for example, the liability of an
empleyer for the acts of an employee, or a principal for torts and contracts of an agent
”. Pertanggungjawaban hukum tidak langsung; dengan contoh, kewajiban dari suatu pengusaha untuk bertanggung jawab dari tindakan suatu karyawan, atau
untuk kesalahan dan kontrak dari suatu agen.
50
Vicarious libility berangkat dari dari perbuatan melawan hukum dalam
hukum perdata yang dipahami dalam doctrine of respondeat superior, menurut maxim ini dalam hubungan antara master dengan servan atau antara servan
dengan agent berlaku maxim qui facit per alium facit per se. Menurut maxim tersebut seseorang yang berbuat melalui orang lain dianggap dia sendiri yang
melakukan perbuatan itu.
51
Roeslan Saleh menyebutkan pada umumnya orang hanya bertanggungjawab terhadap perbuatannya sendiri namun dalam konsep vicarious liability yaitu orang
dapat bertanggungjawab terhadap perbuatan orang lain.
52
Undang-undang dapat menentukan pertanggungjawaban vicarious liability
, jika terjadi hal-hal sebagai berikut : pertama apabila seseorang telah mendelegasikan kewenangannya kepada orang lain secara sah. Dalam hal ini
berlaku prinsip tanggung jawab bersifat dilimpahkan atau the delegation
50
Djanim, Korporasi Dan Pertanggungjawaban Pidana, h 114
51
Sjahdeini, Pertanggungjawaban Pidana Korporasi, h.84
52
Roeslan Saleh, Pikiran-Pikiran Tentang Pertanggungan Jawab Pidana, h. 32
principle
53
, kedua atasan dapat mempertanggungjawabkan perbuatan yang secara
fisik dilakukan oleh pekerjanya, jika menurut hukum perbuatan pekerjanya itu dipandang sebagai perbuatan majikan.
54
Perumusan vicarious liability dapat mengikuti konstruksi penyertaan. Dalam vicarious liability, antara orang yang melakukan tindak pidana dan orang
yang ikut dimintai pertanggungjawaban pidana atas perbuatan tersebut, mempunyai hubungan tertentu. Dimintakan pertanggungjawaban seseorang justru
karena dia adalah atasan dari orang yang melakukan tindak pidana. Dalam kejadian lain, pertanggungjawaban pidana timbul karena pelaku bertindak
untuknya. Dengan demikian, menurut Chairul Huda ada persamaan antara vicarious liability
dengan penyuruhlakukan atau penganjur dalam penyertaan. Perbedaannya jika dalam penyertaan dipersyaratkan adanya kesengajaan
kesalahan pada para peserta, dalam vicarious liability justru hal ini tampaknya dikecualikan.
55
Namun bukan berarti pertanggungjawaban berarti pertanggungjawaban vicarious liability
crime tidak berdasar kesalahan. Majikan tetap bertanggung
53
Barda Nawawi Arief, Perbandingan Hukum Pidana, Jakarta, Rajawali Press, 1990 h. 34. Contoh dari prinsip pendelegasian ini adalah : ketika X sebagai pemilik rumah maka, yang
pengelolaanya diserahkan kepada Y sebagai manajer. Berdasarkan peringatan dari polisi, X telah menginstruksikan dan melarang Y untuk mengizinkan pelacuran di rumah makan itu, yang
ternyata dilanggar oleh Y. Dalam kasus tersebut X dipertanggungjawabkan terhadap kejadian itu. Konstruksi hukumnya adalah bahwa X telah mendelegasikan kewajibannya kepada Y. Dengan
telah dilimpahkannya kebijaksanaan usaha rumah makan itu kepada manajer Y, maka pengetahuan si manajer merupakan pengetahuan dari sipemilik rumah makan.
54
Andi Zaenal Abidin, Bunga Rampai Hukum Pidana, Jakarta, Pradnya Paramita, 1983 h. 42 Contoh lain dari vicarious liability adalah kasus Moessel Bros v.L N.W Railway Co.
1917 yang dalam hal ini pemimpin perusahaan Moessel Bros dinyatakan bertanggungjawab terhadap perbuatan pegawainya yang memberitahukan secara tidak benar jumlah barang
perusahaan yang akan dikirim dengan kereta api, agar tidak membayar ongkos tol yang seharusnya. Meskipun majikan tidak ikut serta dan tidak memberikan perintah untuk menghindari
pembayaran yang seharusnya, karena pembuat Undang-undang secara absolut melarang perbuatan yang demikian dan menjadikan majikan bertanggung jawab tanpa mens rea.
55
Sjahdeini, Pertanggungjawaban Pidana Korporasi, h. 44.
jawab atas perbuatan bawahannya yang merupakan tidak pidana, sekalipun perbuatan tersebut diluar pengetahuannya. Pertanggungjawaban seseorang dalam
vicarious liability bukan ditujukan kepada kesalahan orang lain tetapi terhadap
“hubungannya” dengan orang lain tersebut. Dalam hal mana menurut undang- undang memiliki “hubungan” demikian merupakan tindak pidana. Jadi
konstruksinya sama dengan penyertaan. Oleh karena itu vicarious liability dapat dipandang sebagai bentuk baru penyertaan.
56
Vicarious liability mungkin diterapkan kasus yang menyangkut hubungan
antara atasan dengan bawahan, dewan direksi dengan jajaran pengurus dibawahnya. Dengan demikian, walaupun seseorang tidak melakukan sendiri
suatu tindak pidana dan tidak mempunyai kesalahan dalam arti biasa, ia masih dapat dipertanggungjawabkan
57
B. Pertanggungjawaban Pidana Dalam Islam 1. Pertanggungjawaban Pidana Islam