Posisi Kasus ANALISA PUTUSAN

Hukuman penguasa Hakim. Namun dapatlah diketahui hukuman minimum adalah penjara dan maksimum adalah hukuman mati. paling sedikit 50 Juta rupiah atau paling banyak 1 milyar rupiah. Berdasarkan tabel diatas tersebut dapatlah diketahui bahwa sebenarnya unsur dalam jarimah hudud sariqah dan ta’zir khianat bila digabungkan dapat menyamai unsur yang ada dalam pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999. penulis beranggapan bahwa dengan demikin perdebatan tentang unsur perbuatan korupsi dalam Islam dapatlah di berikan salah satu alternatif penawaran atau solusi. Ke depan, bukan tidak mungkin unsur tersebut di adopsi berikut uqubahnya untuk memperberat pelaku tindak pidana korupsi.

BAB IV ANALISA PUTUSAN

A. Posisi Kasus

Kasus korupsi Bank Mandiri sebesar Rp. 160 milyar yang melibatkan direksi Bank Mandiri yaitu ECW Neloe mantan Direktur Utama, I Wayan Pugeg mantan Direktur Manajemen Resiko dan M. Sholeh Tasripan mantan Direktur Kredit Korporasi merupakan korupsi yang cuikup besar selain korupsi BLBI yang menurut BPK mencapai Rp. 84,8 triliun. Ketiga mantan direksi Bank Mandiri diduga telah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berkelanjutan. Mereka diduga telah memperkaya korporasi atas pemberian fasilitas kredit kepada PT. CGN yang dianggap merugikan negara dan prosedurnya menyimpang dari ketentuan perkreditan yang berlaku di Bank Mandiri. Dalam surat dakwaan dinyatakan bahwa pada tanggal 23 oktober 2002 para terdakwa sebagai pemutus kredit menyetujui pemberian kredit kepada PT CGN sebesar Rp. 160 milyar tidak memastikan pemberian kredit telah didasarkan pada penilaian secara jujur, objektif, cermat, seksama dan terlepas dari pihak- pihak yang berkepentingan. Kemudian tanggal 24 oktober 2002 para terdakwa telah menyetujui permohonan kredit bridgjng loan sebesar Rp. 160 miliyar kepada PT CGN untuk membeli aset PT Tahta Medan PT TM dengan tidak memenuhi ketentuan perbankan dan asas-asas perkreditan sebagaimana diatur dalam artikel 520 kebijakan perkreditan rakyat Bank Mandiri KBPM tahun 2000. Para terdakwa saat menyetujui pemberian kredit bridging loan tersebut tidak melakukan penilaian secara seksama antara kelayakan jumlah permohonan kredit dan kegiatan usaha proyek yang akan dibiayai dengan melakukan penelitian harga aset kredit PT TM. Padahal aset PT TM dibeli oleh PT Tri Manunggal Mandiri persada PT TMP dari badan lelang Badan Penyehatan Perbankan Nasional BBPN sekitar Rp. 97 milyar, sehingga ada kelebihan sekitar Rp. 63 milyar dari nilai kredit yang dikucurkan Rp. 160 milyar. Dalam nota analisa kredit bridging loan diuraikan bahwa PT CGN sebelumnya telah mengajukan fasilitas kredit investasi sebesar 18,5 juta yang akan digunakan untuk membeli hak tagih BPPN atas nama PT TM dari PT Tri Manunggal Wiratama PT MW sebesar Rp. 160 milyar dan sisanya Rp. 5 milyar ditambah self financing dari PT CGN sebesar Rp. 22,5 milyar digunakan utnuk men-take over mengambil alih saham yang dimiliki oleh pemegang saham lama PT TM yaitu Dana Pensiun Bank Mandiri DPBM dan PT Pengelola Investama Mandiri PT PIM. Namun kenyataannya PT CGN tidak pernah menyetor self financing dan saham PT PIM tidak berhasil dibelidiambil alih take over, sedangkan saham DPBM baru dibayar sebesar Rp. 14.597.000.000,00 dari seluruh harga saham sebesar Rp. 18.246.250.000,00 sehingga sekitar Rp.3.649.250.000.00 yang tidak dibayar putusan hal. 30-31. Selain itu para terdakwa pemutus kredit dalam menyetujui pemberian kredit bridging loan kepada PT CGN tidak memperhatikan ketentuan pedoman pelaksanaan kredit PPK PT Bank Mandiri, khususnya bab VI buku II tentang Informasi dan Data Debitur yang menyebutkan persyaratan debitur harus mempunyai neraca labarugi tiga tahun terakhir dan neraca tahun yang sedang berjalan atau neraca pembukuan perusahaan yang baru berdiri serta permohonan kredit diatas Rp. 1 milyar harus diaudit oleh akuntan publik terdaftar. Kenyataanya PT CGN merupakan perusahaan yang baru enam bulan berdiri yang didirikan pada 23 april 2002 dan tidak pernah menyerahkan neraca tahun berjalan atau pembukaan kepada Bank Mandiri serta saham modal yang disetor hanya sebesar Rp. 600 juta putusan hlm. 32-33. Jaksa mendakwa mantan Direktur Utama Bank Mandiri ECW Neloe, mantan Direktur Risk Management I Wayan Pugeg dan mantan EVP Coordinator Corporate Goverment M. Sholeh Tasripan dituntut 20 tahun penjara dan denda Rp. 1 milyar subsider kurungan 12 bulan. Akan tetapi Neloe dan kawan-kawan tidak dituntut membayar uang pengganti karena jaksa menilai tindak pidana korupsi yang dilakukannya memperkaya pihak lain. Jaksa juga meminta barang bukti berupa sembilan akta jual beli dan sertifikat tanah milik ketiga terdakwa dirampas untuk negara, yang diperhitungkan untuk pengembalian kerugian negara. Tuntutan dibacakan kamis oleh JPU yang dipimpin Baringin Sianturi dalam sidang di PN Jakarta Selatan. Sidang dipimpin oleh majelis hakim yang diketuai Gatot Suharnoto dengan anggota I Ketut Manika dan Machmud Rachimi. Menurut jaksa, ketiganya bersalah melakukan korupsi secara bersama- sama dan berlanjut. Perbuatan pidana dilakukan dalam pemberian fasilitas kredit investasi kepada PT CGN, menyimpang dari ketentuan perkreditan yang berlaku dibank mandiri. Terdakwa tela memperkaya korporasi, yakni PT CGN dan PT Media Televisi Indonesia, melalui PT TMP sebesar Rp. 54,5 milyar. Perbuatan tersebut merugikan negara sebesar 18,5 juta atau setidak-tidaknya Rp. 160 milyar. 113 Dalam kesempatan terpisah, Neloe mambantah kesimpulan jaksa yang menyatakan pemberian kredit bridging loan yang kemudian dialihkan menjadi kredit investasi merugikan negara. Sedangkan menurut salah seorang penasihat hukum terdakwa, Juan Felix Tampubolon, kredit kepada CGN yang dipermasalahkan dalam perkara ini tidak dapat dikatakan merugikan negara karena belum jatuh tempo. Faktanya tidak ada kerugian negara, yang ada potensi kerugian negara. 114 113 “Neloe dkk. Dituntut 20 Tahun penjara”, Kompas, 27 Januari 2006 114 “ECW Neloe : Nilailah Saya Dengan Hati Nurani”, www.hukumonline.com , 9 Februari 2006 Menurut Neloe, pemberian kredit dana talangan senilai Rp. 160 milyar kepada PT. CGN untuk menyelamatkan PT. Tahta Medan. Krisis diperusahaan itu melibatkan anak perusahaan Bank Mandiri selaku pemegang saham dan pendiri perusahaan. Menurutnya, menyelamatkan PT. Tahta Medan juga menyelamatkan Bank Mandiri. Neloe juga menyatakan bahwa pengalihan dana kredit talangan ke kredit investasi tidak menimbulkan kerugian. Kredit dana talangan telah dilunasi dengan kredit investasi. Bank Mandiri juga masih menikmati bunga, provisi kredit, dan denda jika terjadi tunggakan angsuran. Hingga desember 2005, jumlah pembayaran sebesar Rp. 58 milyar dan angsuran pokok 700.000. 115 Setelah melewati proses sidang selama lima bulan, tiga mantan petinggi Bank Mandiri, ECW Neloe, I Wayan Pugeg dan M. Soleh Tasripan akhirnya divonis bebas. Majelis hakim menjatuhkan vonis bebas kepada Neloe dkk. yang didakwa telah melakukan tindak pidana korupsi dalam penyaluran kredit Bank Mandiri kepada PT CGN. Dalam putusannya majelis menyatakan semua unsur pasal dalam UU No. 31 tahun 1999 yang didakwakan telah terpenuhi, kecuali unsur ”dapat merugikan keuangan negara”. Majelis menyatakan perbuatan mereka telah memenuhi unsur ”melawan hukum” pasal 2 ayat 1 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagai dakwaan primer. Para terdakwa dinilai telah melawan hukum karena telah menyetujui penyaluran kredit CGN tanpa mengindahkan prinsip kehati-hatian yang diatur dalam kebijakan perkreditan PT. Bank Mandiri. Mereka tidak cermat menganalisa kemampuan modal CGN yang modal setornya hanya Rp. 600 juta, sementara kredit yang disetujui jauh lebih besar yakni Rp. 160 milyar. Majelis juga menolak pembelaan 115 “Neloe : Negara Tak dirugikan”, Kompas, 10 Februari 2006 terdakwa dengan dalil adanya segregation of duty pemisahan tugas, dengan mencoba melemparkan kesalahan kepada bawahannya. Hal ini didasarkan UU No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, direksi adalah pihak yang paling bertanggung jawab atas operasional perusahaan. Prinsip dalam undang-undang tersebut sesuai dengan asas vicarious liability dalam pertanggungjawaban Pidana Korporasi, yaitu bahwa pertanggungjawaban dalam suatu organisasi adalah kepada orang yang paling mempunyai kewenangan. Vonis bebas terhadap ECW Neloe dkk. menimbulkan reaksi dari berbagai pihak. Komisi Yudisial KY memanggil majelis hakim yang mengadili perkara Bank mandiri dengan terdakwa ECW. Neloe dkk. Menurut Irawady Joenoes, dari hasil diskusi dengan dua pakar hukum dari tim ahli BPK, ditemukan kejanggalan dalam proses pemberian kredit dan akhirnya mengarah pada dugaan kejanggalan putusan majelis hakim. Misalnya, tidak diterapkannya prinsip kehati-hatian, proses pemberian kredit sangat cepat, tidak ada uji kelayakan, dan proses pemberian kredit menyalahi aturan internal Bank Mandiri dan UU Perbankan. 116 Menurut Irawady, Majelis Hakim seharusnya bisa mengartikan kata ”dapat” sebagai berpotensi merugikan keuangan negara atau perekonomian negara sebagaimana dalam UU No. 31 Tahun 1999. Selain itu, digunakannya UU tentang Perbendaharaan Negara yang baru disahkan pada Tahun 2004, padahal kasusnya sendiri terjadi pada tahun 2002. 117 Sementara itu, Guru Besar Hukum Pidana Universitas Padjajaran, Prof Komariah Emong Sapardjaja berpendapat pertimbangan hakim tidak tepat dan 116 “KY Panggil Majelis Hakim Kredit Macet Bank Mandiri”, www.republika.co.id , Jumat 10 Maret 2006 117 “KY Panggil Majelis Hakim Kredit Macet Bank Mandiri”, www.republika.co.id , Jumat 10 Maret 2006 tidak sesuai dengan UU No. 31 Tahun 1999. Menurutnya UU No. 31 Tahun 1999 menganut konsep kerugian negara dalam arti delik formil. Unsur ”dapat merugikan keuangan negara atau...” seharusnya dapat diartikan merugikan negara baik langsung maupun tidak langsung. Artinya, suatu tindakan otomatis dapat dianggap merugikan keuangan negara apabila tindakan tersebut ”berpotensi” merugikan keuangan negara. 118

B. Analisa Kasus