dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban
tersebut. Keuangan Negara mengatur tentang definisi keuangan Negara. Harta
Negara adalah setipa uang atau barang milik Negara dengan kewajiban dan hak hukum melekat didalamnya. Korporasi Negara berupa Badan Hukum Milik
Negara BUMN merupakan bagian dari kekayaan Negara. Jadi kekayaan yang terkadung dalam PT. Mandiri Tbk merupakan kekayaan Negara.
Setelah duduk perkara tentang keuangan negara jelas, kembali pembahasan pada pertanggungjawaban pidana korporasi. Perbedaaan konsep yang
diterapkan pada pertanggungjawaban pidana korporasi bukan saja terjadi pada negara yang menganut common law system dengan negara-negara eropa
kontinental yang menganut civil law system, tetapi diantara negara-negara yang menganut sistem yang sama pun ternyata dasar teori atau falsafah pembenarannya
berbeda-beda.
42
Ada dua ajaran pokok yang menjadi landasan bagi dibukanya peluang pertanggungjawaban pidana korporasi, ajaran-ajaran tersebut adalah
doctine of strict liability dan doctrine of vicarious liability.
a. Doctrine Of Strict Liability
Menurut doktrin
strict liability
, seseorang
sudah dapat
dipertanggungjawabkan perbuatannya untuk tindak pidana tertentu walaupun pada diri orang itu tidak ada kesalahan
43
Dalam lingkup pertanggungjawaban tanpa
42
Ibid., h.77
43
Djanim, Korporasi Dan Pertanggungjawaban Pidana¸ h.109. Ungkapan ”strict liability
” pertama kali digunakan oleh W.H. Winfield pada tahun 1926 dalam suatu artikel berjudul
kesalahan sering dipersoalkan apakah strict libility sama dengan absolut liability. Dalam hal ini, ada dua pandangan yang berbeda. Pandangan pertama yang
menerima strict liablity sebagai absolut liability dan pandangan yang kedua menegaskan bahwa strict liability adalah bukan absolut liability.
44
Menurut doktrin strict liability, pertanggungjawaban pidana dapat dibebankan kepada pelaku tindak pidana yang bersangkutan dengan tidak perlu
dibuktikan adanya kesalahan, baik itu berupa kesengajaan atau kelalaian pada pelakunya. Dalam ajaran strict liability pertanggungjawaban pidana bagi
pelakunya tidak dipermasalahkan, maka strict liability juga disebut juga absolute liability
. Dalam bahasa Indonesia adalah pertanggungjawaban mutlak.
45
Beberapa pendapat tentang strict liability oleh ahli hukum Indonesia seperti Roeslan Saleh menyatakan bahwa dalam praktek, pertanggungjawaban
pidana lenyap, apabila ada salah satu keadaan-keadaan yang memaafkan. Praktek pula yang melahirkan aneka macam tingkatan keadaan-keadaan mental yang dapat
menjadi syarat
ditiadakannya pengenaan
pidana, sehingga
dalam
”The Myth of absolut liability”, sedangkan istilah ”absolut liablity” dikemukakan oleh John Salmond dalam bukunya ”the law of tort” pada tahun 1907.
44
Strict liability disebut bukan absolute liability jika actus reus tetap memerlukan unsur pokok mens rea –sebagai salah satu ciri kesalahan- untuk menetapkan diperlukannya seseorang
dipidana atau tidak. Sebagai contoh : X dituduh melakukan tindak pidana menjual daging yang tidak layak untuk dimakan: karena dapat membahayakan kesehatan dan jiwa orang lain. Perbuatan
ini di Inggris termasuk perbuatan pidana yang dapat dipertanggungjawabkan dengan strict liability. Dalam kasus seperti ini tidak perlu dibuktikan bahwa X mengetahui bahwa daging itu layak
dikonsumsi, tetapi harus tetap dibuktikan bahwa X setidak-tidaknya memang menghendaki sengaja menjual daging itu. Jadi dalam kasus ini strict liability tidak bersifat absolute liability.
Lihat : Djanim, Korporasi Dan Pertanggungjawaban Pidana¸ h 110. Contoh strict liability yang murni diterapkan di Indonesia adalah dalam kasus pelanggaran lalu lintas atau lampu lalu lintas.
Para pengemudi kendaraan bermotor yang tidak berhenti pada saat lampu menunjukkan lampu merah menyala, akan ditilang polisi dan selanjutnya akan disidang dimuka pengadilan. Hakim
akan memutuskan hukuman atas pelanggaran tersebut tidak akan mempersoalkan ada tidak adanya kesalahan pada pengemudi yang melanggar peraturan lalu lintas itu. Lihat: Sjahdeini,
Pertanggungjawaban Pidana Korporasi
, h. 80 atau Lihat : Loebby Loqman, Pertanggungan Jawab Pidana Bagi Korporasi Dalam Tindak Pidana Lingkungan Hidup
, Jakarta, Kantor Meneg KLH, 1989, h. 93
45
Sjahdeini, Pertanggungjawaban Pidana Korporasi, h.78
perkembangannya lahir kelompok kejahatan yang bentuk pengenaan pidananya cukup dengan strict liability.
46
Sedangkan Muladi menyatakan penerimaan bentuk pertanggungjawaban dalam hukum pidana yang disebut strict liability guna
menjatuhkan pemidanaan terhadap korporasi, ”dilakukan atas dasar kepentingan masyarakat, bukan atas dasar kesalahan subyektif”. Strict liability merupakan
refleksi kecenderungan untuk menjaga keseimbangan sosial.
47
Perdebaatan tentang keberadaan sikap kalbu atau guilty mind dibantah dengan pendapat bahwa ”suatu korporasi adalah sebuah abstraksi. Ia tidak punya
akal pikiran sendiri dan begitu pula tubuh sendiri; kehendaknya harus dicari atau ditemukan dalam diri seseorang yang untuk tujuan tertentu dapat disebut sebagai
agenperantara, yang benar-benar merupakan otak dan kehendak untuk mengarahkan directing mind and will dari korporasi tersebut. Jika seseorang
merupakan otak pengarah dari perusahaan, maka tindakannya merupakan tindakan dari perusahaan itu sendiri”.
48
Orang yang bertindak atau berbicara atas nama perusahaan. Ia bertindak sebagai perusahaan, dan akal pikirannya yang
mengarahkan tindakannya berarti adalah akal pikiran dari perusahaan. Jika akal pikirannya bersalah, berarti kesalahan itu merupakan kesalahan perusahaan.
49
b. Doctrine Of Vicarious Liability