Anri Ayen Pane : Pengaruh Risiko Sistematis, Nilai Tukar, Sukubunga, Dan Inflasi Terhadap Harga Saham Pada Industri Tekstil Di Bursa Efek Indonesia, 2009.
USU Repository © 2009
trading pada tahun 2002. Pada tanggal 10 November 2007, Bursa Efek Surabaya BES dengan Bursa Efek Jakarta BEJ dan berubah nama menjadi Bursa Efek
Indonesia BEI.
B. SEJARAH PERTEKSTILAN INDONESIA
Awal Industri pertrekstilan indonesia tidak dapat dipastikan, namun kemampuan masyarakat Indonesia dalam hal menenun dan merajut pakaian sudah
dimulai sejak adanya kerajaan-kerajaan Hindu di Indonesia dalam bentuk kerajinan, yaitu tenun-menenun dan membatik yang hanya berkembang disekitar
lingkungan istana dan juga ditujukan hanya untuk kepentingan seni dan budaya serta dikonsumsi atau digunakan sendiri.
Sejarah pertekstilan Indonesia dapat dikatakan dimulai dari industri rumahan tahun 1929 dimulai dari sub-sektor pertenunan weaving dan perajutan
knitting dengan menggunakan alat Textile Inrichting Bandung TIB Gethouw atau yang dikenal dengan nama Alat Tenun Bukan Mesin ATBM yang
diciptakan oleh Daalennoord pada tahun 1926 dengan produknya berupa tekstil tradisional seperti sarung, kain panjang, lurik, stagen sabuk, dan selendang.
Penggunaan ATBM mulai tergeser oleh Alat Tenun Mesin ATM yang pertama kali digunakan pada tahun 1939 di Majalaya-Jawa Barat, dimana di daerah
tersebut mendapat pasokan listrik pada tahun 1935. Dan sejak itu industri TPT Indonesia mulai memasuki era teknologi dengan menggunakan ATM.
Anri Ayen Pane : Pengaruh Risiko Sistematis, Nilai Tukar, Sukubunga, Dan Inflasi Terhadap Harga Saham Pada Industri Tekstil Di Bursa Efek Indonesia, 2009.
USU Repository © 2009
Industri tekstil Indonesia merupakan salah satu industri prioritas nasional yang masih prospektif untuk dikembangkan. Produk tekstil Indonesia di pasar
global masih cukup diperhitungkan. Tahun 2006, Indonesia masuk dalam jajaran 10 negara pengekspor Tekstil dan Produk Tekstil TPT terbesar dunia. Indonesia
menempati posisi keempat dalam ekspor tekstil dengan nilai US 3,9 miliar. Tahun 2007 kinerja ekspor diperkirakan mencapai US 9,9 miliar, meningkat
sekitar 9 dibanding tahun sebelumnya yang US 9,2 milyar, sehingga industri tekstil masih menjadi penyumbang devisa non-migas terbesar. Namun demikian,
industri tekstil masih menghadapi berbagai hambatan dan kendala, antara lain dengan maraknya produk impor terutama dari China, baik yang masuk secara
legal maupun illegal www.mediadata.co.id.
C. GAMBARAN UMUM INDUSTRI TEKSTIL INDONESIA