Anri Ayen Pane : Pengaruh Risiko Sistematis, Nilai Tukar, Sukubunga, Dan Inflasi Terhadap Harga Saham Pada Industri Tekstil Di Bursa Efek Indonesia, 2009.
USU Repository © 2009
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pasar modal merupakan pasar untuk berbagai instrumen keuangan jangka panjang yang dapat diperjualbelikan. Menurut Jones dalam Utami dan Mudjilah,
2003 : 125. Pasar modal dapat digunakan untuk memperoleh dan menyalurkan dana, dimana terjadi alokasi dana dari pihak yang kelebihan dana yaitu investor
kepada pihak yang kekurangan dana yaitu emiten. Kehadiran pasar modal dapat memperbanyak pilihan sumber dana bagi emiten, serta menambah pilihan
investasi bagi investor. Investasi meliputi saham, obligasi, valuta asing, deposito, dan produk derivatif lainnya.
Menurut Buku Panduan Investasi di Pasar Modal Indonesia 2003, saham adalah sertifikat yang menunjukkan bukti kepemilikan suatu perusahaan, dan
pemegang saham memiliki hak klaim atas penghasilan dan aktiva perusahaan. Harga sebuah saham sangat dipengaruhi oleh hukum permintaan dan penawaran,
harga suatu saham akan cenderung naik bila suatu saham mengalami kelebihan permintaan dan cenderung turun jika terjadi kelebihan penawaran Dedi dan
Riyatno, 2007 : 26 Industri tekstil Indonesia merupakan salah satu industri prioritas nasional
yang masih prospektif untuk dikembangkan. Dengan populasi lebih dari 230 juta penduduk, Indonesia menjadi pasar yang sangat potensial. Industri tekstil
merupakan industri padat karya, yang sedikitnya telah menyerap 1,8 juta tenaga kerja. Dari sisi tenaga kerja, pengembangan atau penambahan kapasitas industri
Anri Ayen Pane : Pengaruh Risiko Sistematis, Nilai Tukar, Sukubunga, Dan Inflasi Terhadap Harga Saham Pada Industri Tekstil Di Bursa Efek Indonesia, 2009.
USU Repository © 2009
dapat dengan mudah terakomodasi oleh melimpahnya tenaga kerja dan dengan tingkat upah yang lebih kompetitif, khususnya dibandingkan dengan kondisi di
negara industri maju. Industri tekstil adalah industri yang berorientasi ekspor yang merupakan sektor perusahaan manufaktur www.textile.web.id
Produk tekstil Indonesia di pasar global masih cukup diperhitungkan. Tahun 2006, Indonesia masuk dalam jajaran 10 negara pengekspor Tekstil dan Produk
Tekstil TPT terbesar dunia. Indonesia menempati posisi keempat dalam ekspor tekstil dengan nilai US 3,9 miliar. Tahun 2007 kinerja ekspor diperkirakan
mencapai US 9,9 miliar, meningkat sekitar 9 dibandingkan tahun sebelumnya sebesar US 9,2 milyar, sehingga industri tekstil masih menjadi penyumbang
devisa non-migas terbesar. Namun demikian, industri tekstil masih menghadapi berbagai hambatan dan kendala, antara lain dengan maraknya produk impor
terutama dari China, baik yang masuk secara legal maupun illegal www.mediadata.co.id.
Pertumbuhan ekonomi suatu negara dapat memberikan dampak yang berbeda-beda pada pertumbuhan suatu perusahaan. Pertumbuhan suatu
perusahaan dapat dilihat dari harga saham perusahaan tersebut. Harga saham sangat dipengaruhi oleh hukum permintaan dan penawaran, harga suatu saham
akan cenderung naik bila suatu saham mengalami kelebihan permintaan dan cenderung turun jika terjadi kelebihan penawaran. Menurut Boedie at al dalam
Utami dan Mudjilah, 2003 menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi harga saham yaitu profitabilitas, suku bunga, inflasi, nilai tukar, tingkat pengangguran,
transaksi berjalan, defisit anggaran..
Anri Ayen Pane : Pengaruh Risiko Sistematis, Nilai Tukar, Sukubunga, Dan Inflasi Terhadap Harga Saham Pada Industri Tekstil Di Bursa Efek Indonesia, 2009.
USU Repository © 2009
Kondisi perekonomian Indonesia secara makro dapat menjadi bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan investor atas penempatan dananya
pada suatu jenis sektor usaha. Meskipun ada perbaikan yang cukup berarti, harus diakui bahwa peran sektor industri dalam ekonomi nasional masih lebih rendah
dibandingkan dengan kondisi sebelum krisis. Pada beberapa tahun terakhir, perusahaan Tekstil Indonesia ada yang
pertumbuhan dan ada pula yang mengalami kemerosotan dilihat dari harga sahamnya, seperti pada Tabel 1.1 .
Tabel 1.1 Harga Saham Industri Tekstil
No Emiten
Tahun
Keterangan
2003 2004
2005 2006
2007 1
ERTX 210
130 100
140 190
Berfluktuasi 2
RDTX 900
405 375
380 355
Berfluktuasi Sumber : www.idx.co.id 1102008, diolah
Berdasarkan Tabel 1.1 diketahui bahwa saham seluruh emiten yang terdiri dari ERTX, RDTX berfluktuasi. Harga saham emiten ERTX Eratex Djaja Tbk
mengalami fluktuasi setiap tahunnya. Pada tahun 2004, harga sahamnya mengalami depresiasi sebesar 38.1, pada tahun 2005 mengalami depresiasi
sebesar 23,1 dibandingkan tahun 2004, dan pada tahun selanjutnya saham emiten ERTX mengalami apresiasi, yaitu sebesar 40 tahun 2006 dan pada tahun
2007 sebesar 35,7. Investor lebih tertarik untuk menanamkan modalnya apabila harga saham suatu emiten mengalami apresiasi lebih besar dibandingakan
depresiasi yang dialami
Anri Ayen Pane : Pengaruh Risiko Sistematis, Nilai Tukar, Sukubunga, Dan Inflasi Terhadap Harga Saham Pada Industri Tekstil Di Bursa Efek Indonesia, 2009.
USU Repository © 2009
Harga saham emiten RDTX PT. Roda Vivatex Tbk. pada tahun 2004 mengalami depresiasi sebesar 55,00, dan pada tahun 2005 juga mengalami
depresiasi sebesar 7,41. Pada tahun 2006 harga saham emiten RDTX mengalami apresiasi sebesar 1,33, sedangkan pada tahun 2007, harga saham
emiten RDTX mengalami depresiasi sebesar 6,58. Pada umumnya hampir semua investasi yang meliputi saham, obligasi,
valuta asing, deposito, dan derivatif lainnya mengandung unsur ketidakpastian uncertainty yang sering disebut risiko. Akan tetapi, saham merupakan sekuritas
yang mempunyai risiko yang tinggi dibandingkan dengan sekuritas yang lain Haryanto dan Riyatno, 2007:24. Ada dua jenis risiko, yaitu risiko sistematis dan
nonsistematis. Risiko sistematis yaitu risiko yang tidak dapat didiversifikasi atau yang tidak dapat dihilangkan. Apabila risiko sistematis muncul, maka semua jenis
saham terkena dampaknya sehingga investasi dalam satu jenis saham atau lebih tidak dapat mengurangi kerugian. Misalnya risiko yang ditimbulkan oleh
ekonomi, sosial, politik. Risiko nonsistematis yaitu risiko yang dapat didiversifikasi atau risiko yang dapat dihilangkan dan tidak relevan pada
peramalan investor atas return masa yang akan datang. Seorang investor haruslah mampu menghadapi risiko dari dana yang
diinvestasikannya, akan tetapi di sisi lain investor juga dihadapkan pada peluang mendapatkan return yang lebih besar pada waktu yang sangat singkat. Apabila
investor ingin mengharapkan return yang lebih tinggi maka harus bersedia menanggung risiko yang lebih tinggi juga, hal tersebut sesuai dengan “high risk
high return” Samsul, 2006:289.
Anri Ayen Pane : Pengaruh Risiko Sistematis, Nilai Tukar, Sukubunga, Dan Inflasi Terhadap Harga Saham Pada Industri Tekstil Di Bursa Efek Indonesia, 2009.
USU Repository © 2009
Kondisi perekonomian Indonesia tahun 2003-2007 mengalami peningkatan yang diwujudkan kinerja indikator makro ekonomi yang semakin membaik yang
dapat juga berpengaruh terhadap industri Tekstil yang tercermin dari harga saham setiap perusahaan. Hal tersebut ditunjukkan pada Tabel 1.2
Tabel 1.2 Indikator Ekonomi
No Indikator
Tahun
2003 2004
2005 2006
2007
1
Inflasi 6,25
6.40 17.11
6.60 6.59
2
Suku Bunga 10,09
8,29 7,42
12, 75 9,75
3
Nilai Tukar 8.574
8.929 9.709
9.163 9.144
Sumber : www.bi.go.id 1102008, diolah. Berdasarkan Tabel 1.2 dapat diketahui bahwa inflasi yang terjadi selama
lima tahun tersebut mengalami fluktuasi. Inflasi merupakan kecenderungan terjadinya peningkatan harga produk secara keseluruhan Tandelilin,2001:212 .
Inflasi akan menyebabkan terjadinya kenaikan suku bunga perusahaan yang pada akhirnya juga akan menyebabkan hutang pada pihak ketiga berupa beban bunga
akan menjadi meningkat. Pada tahun 2004 inflasi menjadi 6,40 , dan pada tahun 2005 inflasi Indonesia naik tajam menjadi 17,11. Setelah pada tahun 2006,
inflasi kembali menurun menjadi 6,60 dan pada Desember 2007, inflasi menjadi 6,59 .
Suku bunga adalah harga yang harus dibayar atas modal yang atas modal pinjaman, dan dividen serta keuntungan modal yang merupakan hasil dari modal
ekuitas Brigham 2001 : 158. Suku bunga yang berlaku di Indonesia selama lima tahun terakhir mengalami fluktuasi. Akan tetapi, setelah Suku bunga dikendalikan
Anri Ayen Pane : Pengaruh Risiko Sistematis, Nilai Tukar, Sukubunga, Dan Inflasi Terhadap Harga Saham Pada Industri Tekstil Di Bursa Efek Indonesia, 2009.
USU Repository © 2009
oleh Bank Indonesia, maka fluktuasi suku bunga sudah terkendali. Suku bunga pada tahun 2004 sebesar 8,29 lebih rendah dibandingkan suku bunga pada
tahun 2003 yang mencapai 10,09. Pada tahun 2005 suku bunga juga menurun yaitu 7,42 dibandingkan pada tahun 2004. Pada tahun 2006, suku bunga
Indonesia naik menjadi 12,75 dan pada tahun 2007 turun menjadi yang menjadi 9, 75 .
Nilai tukar merupakan harga mata uang suatu negara yang dinyatakan dalam mata uang negara lainnya. Berdasarkan Tabel 1.2 dapat diketahui bahwa selama
lima tahun terakhir, rata-rata nilai tukar rupiah Indonesia berfluktuasi terhadap dolar US. Pada tahun 2004, rata-rata nilai tukar mengalami depresiasi pelemahan
nilai tukar sebesar 4,14 dibandingkan pada tahun 2003. Pada tahun 2005, nilai tukar rupiah juga mengalami depresiasi sebesar 8,74 dibandingkan tahun 2004.
Pada tahun 2006, rupiah Indonesia mengalami apresiasi penguatan nilai tukar sebesar 5,62 apabila dibandingkan rata-rata nilai tukar pada tahun 2005. Pada
tahun 2007, rupiah Indonesia juga mengalami apresiasi terhadap dolar US sebesar 0,21 apabila dibandingkan tahun 2006.
Nilai tukar rupiah Indonesia mengalami apresiasi terhadap dolar US berarti jumlah rupiah yang dikeluarkan untuk mendapatkan dolar US lebih sedikit
dibandingkan jumlah rupiah yang dikeluarkan pada periode sebelumnya. Sebaliknya, apabila nilai tukar rupiah Indonesia mengalami depresiasi terhadap
dolar US berarti jumlah rupiah yang dikeluarkan untuk mendapatkan dolar US lebih banyak dibandingkan jumlah rupiah yang dikeluarkan pada periode
sebelumnya.
Anri Ayen Pane : Pengaruh Risiko Sistematis, Nilai Tukar, Sukubunga, Dan Inflasi Terhadap Harga Saham Pada Industri Tekstil Di Bursa Efek Indonesia, 2009.
USU Repository © 2009
Fluktuasi nilai tukar dapat menjadi pertimbangan bagi para investor. Apabila nilai tukar mata uang suatu negara berfluktuasi tajam dan mengalami
apresiasi, maka investor cenderung tidak tertarik berinvestasi di negara tersebut. Apabila mata uang suatu negara berfluktuasi tidak terlalu tajam dan mengalami
apresiasi, maka investor cenderung lebih tertarik berinvestasi di negara tersebut. Investor lebih tertarik lagi, apabila nilai tukar suatu negara terus tidak
terdepresiasi, akan tetapi kejadian tersebut tidak pernah terjadi karena harga saham dapat berubah sewaktu-waktu, dan harga saham dipengaruhi banyak faktor.
Pasar modal Indonesia yang semakin berkembang, menuntut pengetahuan yang baik dalam berinvestasi saham di pasar modal, sehingga penulis mencoba
meneliti pengaruh risiko sistematis, nilai tukar, suku bunga, dan inflasi terhadap harga saham. Penelitian ini melibatkan industri Tekstil yaitu dengan judul
“ Pengaruh Risiko Sistematis, Nilai Tukar, Suku Bunga, dan Inflasi terhadap Harga Saham pada Industri Tekstil di Bursa Efek Indonesia ”.
B. Perumusan Masalah