18
sangat besar terhadap perilaku remaja. Pada dasarnya kenakalan siswa dipengaruhi oleh 2 faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal:
a. Factor internal adalah hal-hal yang bersifat dari dalam diri siswa itu
sendiri, baik sebagai akibat dari perkembangan atau pertumbuhan maupun akibat dari suatu jenis penyakit mentalkejiwaan yang ada dalam diri siswa
itu sendiri. b.
Factor eksternal adalah factor yang bersumber dari luar diri pribadi siswa yang bersangkutan, antara lain:
a. Keadaan Keluarga
Sebagian besar anak dibesarkan oleh keluarga, disamping itu kenyataan menunjukkan bahwa di dalam keluargalah anak mendapatkan
pendidikan dan pembinaan pertama kali. Karena itu, perilaku orang tua sangat berpengaruh terhadap perkembangan si anak. Tindakan criminal
yang dilakukan oleh orang tua atau salah satu anggota keluarga dapat memperngaruhi jiwa anak.
b. Keadaan Sekolah
Ajang pendidikan kedua bagi anak-anak setalah keluarga adalah sekolah. Selama dalam proses pembinaan, penggemblengan dan
pendidikan sekolah biasanya terjadi interaksi antara sesama siswa, dan antara siswa dengan pendidik. Proses interaksi tersebut dalam
kenyataannya bukan hanya memiliki aspek sosiologi yang positif saja, akan tetapi juga membawa akibat lain yang juga memberi dorongan bagi
anak remaja di sekolah untuk menjadi nakal.
c. Keadaan Masyarakat
Keadaan masyarakat dan kondisi lingkungan dalam berbagai corak dan bentuk akan berpengaruh baik langsung maupun tidak langsung
terhadap anak-anak remaja, dimana mereka hidup berkelompok. Ringkasnya pengaruh lingkungan yang buruk ditambah dengan kontrol
19
diri dan kontrol sosial yang semakin melemah, dapat mempercepat pertumbuhan gang anak delinkuen.
18
4. Jenis-jenis Kenakalan Siswa
Pada umumnya kenakalan siswa dapat digolongkan dalam dua kelompok yang besar, sesuai kaitannya dengan norma hukum, yakni:
a. Kenakalan yang bersifat a-moral dan tidak diatur dalam Undang-Undang
sehingga tidak dapat atau sulit digolongkan pelanggaran umum. b.
Kenakalan yang bersifat melanggar hukum dengan penyelesaian sesuai dengan Undang-Undang dan hukum yang berlaku dengan perbuatan
melanggar hukum bilamana dilakukan oleh orang dewasa.
19
Kenakalan siswa di sekolah merupakan salah satu bentuk dari dua golongan tersebut, yaitu kenakalan yang bersifat a-moral dan a-sosial tidak
diatur dalam Undang-Undang sehingga tidak dapat atau sulit digolongkan pelanggaran hukum, dari pengumpulan kasus mengenai kenakalan yang
dilakukan oleh remaja dan pengamatan murid disekolah lanjutan maupun mereka yang sudah putus sekolah dapat dilihat adanya gejala:
a. Berbohong, memutarbalikan kenyataan dengan tujuan menipu orang atau
menutupi kesalahan. b.
Membolos, pergi meninggalkan sekolah tanpa sepengetahuan pihak sekolah.
c. Kabur, meninggalkan rumah tanpa ijin orang atau menentang keinginan
orang tua. d.
Keluyuran, pergi sendiri maupun berkelompok tanpa tujuan, dan mudah menimbulkan perbuatan iseng yang negatif.
e. Memiliki dan membawa benda yang membahayakan orang lain.
f. Bergaul dengan teman yang memberi pengaruh buruk.
g. Berpesta pora semalam suntuk tanpa pengawasan.
h. Membaca buku-buku cabul dan kebiasaan mempergunakan bahasa yang
tidak sopan. i.
Secara berkelompok makan di rumah makan, tanpa membayar atau naik bis tanpa membeli karcis.
18
Kartini Kartono, Patologi Sosial 2 Kenakalan Remaja PT Raja Grafindo Persada 2005, cet. Ke-6, h. 78.
19
Singgih D. Gunarsa, Psikologi Remaja, Jakarta: BPK Gunung Mulia,2000, cet. Ke-13, h. 31.
20
j. Turut dalam pelacuran atau melacurkan diri baik dengan tujuan kesulitan
ekonomi maupun tujuan lainnya. k.
Berpakaian tidak pantasdan minum-minuman keras atau menghisap ganja sehingga merusak dirinya maupun orang lain.
20
5. Cara-cara penanggulangan Kenakalan Siswa
Adapun cara yang dilakukan dalam upaya mengatasi kenakalan remaja sebagaimana yang dikemukakan oleh seorang kriminologi, Soedjono
Dirdjosisworo, S.H., yang dikutip Su darsono dalam bukunya “Kenakalan
Remaja”, mengemukakan bahwa asas umum dalam pengulangan kejahatan yang banyak dipakai oleh Negara-negara maju, yaitu:
a. Cara moralistik, dilaksanakan dengan penyebaran ajaran agama dan moral,
perundang-undangan yang baik dan sarana-sarana lain yang dapat mengekan nafsu untuk berbuat kejahatan.
b. Cara abolisionistik, berusaha memberantas, mengurangi kejahatan dengan
memberantas sebab musababnya, umpamanya diketahui bahwa factor tekanan ekonomi kemelaratan merupakan salah satu penyebab kejahatan,
maka usaha untuk mencapai kesejahteraan untuk mengurangi kejahatan yang disebabkan oleh faktor ekonomi merupakan cara abolisionistik.
21
Prioritas utama dalam mengatasi kenakalan remaja adalah mencegah dengan cara memadai dan imprehensif. Adapun cara mencegah kenakalan
remaja dengan melakukan tindak-tindak preventif dan penanggulangan secara kuratif.
a. Tindakan Preventif, yakni segala tindakan yang bertujuan mencegah
timbulannya kenakalan-kenakalan. Tindakan preventif yang dilakukan antara lain berupa meningkatkan kesejahteraan keluarga, perbaikan
lingkungan, membentuk badan kesejahteraan anak-anak.
20
Ibid., h. 31-32.
21
Sudarsono, Etika Islam Tentang Kenakalan Remaja, Jakarta: PT Bina Aksara, 1989, cet. Ke-1, h. 89.
21
b. Tindakan Kuratif, yakni memperbaiki akibat perbuatan nakal, terutama
induvidu yang telah melakukan perbuatan tersebut. Tindakan kuratif bagi usaha penyembuhan anak delinkuen berupa memberiakan latihan bagi para
remaja untuk hidup teratur, memperbanyak lembaga latihan kerja dengan program kegiatan pembangunan.
22
Menurut hemat penulis problem kenakalan remaja dapat diminimalisir dengan memberikan ruang gerak kepada remaja dalam mengikutsertakan atau
menyalurkan mereka dalam aktivitas-aktivitas yang bernilai positif.
B. Bimbingan dan Konseling Sebagai Upaya Penanggulangan
Kenakalan Siswa
Setiap individu yang sedang mengalami proses perkembangan menuju arah kematangan, senantiasa didalam hidupnya selalu memiliki permasalahan
yang secara alamiah dihadapi oleh setiap individu, hal tersebut karena ia dibekali potensi dalam dirinya yang telah siap untuk menuju kematangan.
Namun ada sebagian individu yang mengalami permasalahan dan sulit untuk dapat mengatasinya, oleh karena itu dibutuhkan bimbingan yang dapat
menuntunnya dalam bersikap serta menghadapi setiap permasalahan tersebut. Dalam bersikap individu tersebut membutuhkan bimbingan dari orang
yang lebih mengetahui permasalahan yang dihadapinya, maka dalam hal ini setiap individu memerlukan pembimbing yang mengerti akan dirinya. Apabila
terjadi kesalahan dalam bertindak maka individu tersebut membutuhkan konselor yang dapat menyelesaikan permasalahannya.
22
Kartini Kartono, Patologi Sosial 2 Kenakalan Remaja PT Raja Grafindo Persada 2005, cet. Ke-6, h. 95-97.