Struktur Konsumsi Rumah Tangga dan Pemerintah

Sektor kelapa sawit 5 memberikan kontribusi terhadap permintaan antara tahun 1999 sebesar Rp 17,79 miliar atau 0,22 persen dan tahun 2007 mengalami peningkatan menjadi Rp 1,75 triliun atau 4,49 persen mengalami peningkatan hampir 1000 persen. Peningkatan nilai sektor kelapa sawit dari tahun 1999 sampai 2007 mengindikasikan bahwa sektor kelapa sawit menjadi salah satu sektor perkebunan yang potensial dalam menghasilkan bahan baku yang dapat digunakan untuk proses produksi sektor-sektor lain dalam perekonomian Provinsi Sumatera Barat. Sedangkan kontribusi sektor kelapa sawit terhadap permintaan akhir tahun 1999 adalah sebesar Rp 61,67 miliar atau 0,28 persen dan tahun 2007 mengalami peningkatan menjadi Rp 1,03 triliun atau 1,61 persen mengalami peningkatan 475 persen. Perubahan nilai dan persentase permintaan antara sektor kelapa sawit lebih besar daripada permintaan akhirnya, dikarenakan komoditi perkebunan kelapa sawit tidak dapat dikonsumsi langsung oleh rumah tangga karena output yang dihasilkan perkebunan tersebut cenderung digunakan sebagai bahan baku input dalam proses produksi lanjutan bagi sektor-sektor lainnya.

5.1.2. Struktur Konsumsi Rumah Tangga dan Pemerintah

Komponen penyusun permintaan akhir salah satunya adalah konsumsi rumah tangga dan konsumsi pemerintah. Pada Tabel Input-Output Sumatera Barat tahun 1999 konsumsi rumah tangga tertinggi adalah untuk sektor pengangkutan dan komunikasi 18 dengan nilai sebesar Rp 3,24 triliun rupiah atau 25,19 persen yang diikuti oleh sektor industri makanan dan minuman serta tembakau dengan nilai sebesar Rp 2,87 triliun atau 22,36 persen. Berbeda dengan tahun 2007, konsumsi rumah tangga tertinggi digunakan untuk sektor perdagangan, hotel dan restoran 17 dengan nilai sebesar Rp 7,36 triliun atau 22,36 persen, karena masyarakat lebih mengalokasikan dananya untuk mengonsumsi output dari sektor perdagangan, hotel dan restoran 17. Tabel 5.2 Struktur Konsumsi Rumah Tangga dan Konsumsi Pemerintah terhadap Perekonomian Sumatera Barat Tahun 1999 dan 2007 Juta Rupiah Kode Konsumsi Rumah Tangga Konsumsi Pemerintah 1999 2007 1999 2007 Nilai Persen Nilai Persen Nilai Persen Nilai Persen 1 0,00 0,00 0,00 0,00 2 241.455 1,88 557.708 1,69 0,00 0,00 3 0,00 0,00 0,00 0,00 4 47.733 0,37 165.046 0,50 0,00 0,00 5 698 0,01 0,00 0,00 0,00 6 865.704 6,73 2.413.028 7,33 186 0,01 0,00 7 400.756 3,11 994.090 3,02 0,00 0,00 8 41.773 0,32 414.957 1,26 0,00 0,00 9 378.901 2,94 1.824.817 5,54 0,00 0,00 10 536 0,00 654.504 1,99 0,00 0,00 11 2.876.292 22,36 2 6.008.707 18,24 3 6 0,00 0,00 12 1.410.931 10,97 2.330.620 7,08 47.054 1,52 0,00 13 4.066 0,03 6.138 0,02 621 0,02 0,00 14 0,00 0,00 0,00 0,00 15 187.570 1,46 563.219 1,71 14.136 0,46 0,00 16 0,00 0,00 45.576 1,47 0,00 17 1.242.840 9,66 7.364.849 22,36 1 42.094 1,36 0,00 18 3.240.775 25,19 1 6.806.186 20,67 2 159.653 5,15 2 0,00 19 248.812 1,93 103.245 0,31 58.405 1,88 3 0,00 20 1.677.470 13,04 3 2.727.680 8,28 2.731.449 88,13 1 6.705.583 100,00 Total 12.866.312 100,00 32.934.793 100,00 3.099.180 100,00 6.705.583 100,00 Keterangan: Superscript menunjukkan peringkat rangking Sumber: Tabel Input-Output Sumatera Barat Tahun 1999 dan 2007 Klasifikasi 20 Sektor Data diolah Pada Tabel 5.2, untuk tahun 1999 menggambarkan nilai konsumsi pemerintah terpusat pada beberapa sektor diantaranya sektor jasa-jasa 20, sektor pengangkutan dan komunikasi 18 serta sektor bank dan lembaga keuangan lainnya 19 dengan nilai masing-masing sebesar Rp 2,73 triliun 88,13 persen, Rp 159,65 miliar 5,15 persen dan Rp 58,40 miliar 1,88 persen. Sedangkan untuk tahun 2007 nilai konsumsi pemerintah hanya terpusat pada sektor jasa-jasa 20 dengan nilai sebesar Rp 6,70 triliun 100 persen yang dikarenakan penggunaan anggaran pemerintah untuk kepentingan publik, seperti perbaikan jalan dan peningkatan pelayanan publik. Komoditi perkebunan kelapa sawit 5 pada tahun 1999 hanya menunjukkan kontribusinya terhadap pembentukan konsumsi rumah tangga sebesar Rp 698 juta atau 0,01 persen dan untuk tahun 2007 tidak memberikan kontribusi terhadap pembentukan konsumsi rumah tangga. Begitu juga dalam pembentukan konsumsi pemerintah untuk tahun 1999 dan 2007, komoditi perkebunan kelapa sawit tidak memberikan kontribusi. Hal ini disebabkan komoditi yang dihasilkan tidak dapat dikonsumsi langsung oleh rumah tangga.

5.1.3. Struktur Investasi