Penelitian Terdahulu TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

Dalam informasi ini digunakan untuk melihat keunggulan dari setiap objek. Objek yang terletak searah dengan arah vektor variabel dikatakan bahwa objek tersebut mempunyai nilai di atas rata-rata. Namun, jika objek terletak berlawanan dengan arah dari vektor variabel tersebut, maka objek tersebut memiliki nilai di awah rata-rata. Sedangkan objek yang hampir berada di tengah menunjukkan objek tersebut memiliki nilai dekat dengan rata-rata. Kedekatan antarobjek dalam Biplot dapat digunakan sebagai dasar untuk pengelompokkan, sedangkan variabel digambarkan dalam bentuk vektor yang mempunyai panjang dan arah tertentu. Tingkat keragaman variabel ditunjukkan pada panjang vektor dan korelasi antarvariabel berkaitan dengan sudut yang dibentuk oleh vektor-vektor tersebut.

2.5. Penelitian Terdahulu

Strategi keunggulan kompetitif subsektor perkebunan harus dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk menghasilkan kuantitas bahan baku berkualitas bagi sektor industri. Keunggulan kompetitif ini akan menciptakan daya saing produk yang tinggi bagi komoditi perkebunan karena memanfaatkan keunggulan tenaga kerja. Kelapa sawit merupakan salah satu tanaman yang paling produktif dengan produksi minyak per Ha yang paling tinggi dari seluruh tanaman penghasil minyak nabati lainnya. Indonesia merupakan produsen kelapa sawit terbesar kedua di dunia setelah Malaysia. Indonesia memiliki 8,9 juta hektar perkebunan kelapa sawit yang menghasilkan 22,5 juta ton CPO tahun 2011 dan diprediksi memproduksi 25,9 juta ton tahun 2012 . Sehingga hal ini semakin menguatkan bahwa Indonesia mempunyai potensi yang besar dalam mengembangkan perkebunan kelapa sawit di berbagai provinsi. Eka Pria Saputra 1999 menganalisis tentang dampak pengembangan komoditas kelapa sawit terhadap perekonomian wilayah Provinsi Kalimantan Barat dengan pendekatan Analisis Input-Output. Hasil dari penelitian tersebut menyatakan bahwa kontribusi sektor komoditas kelapa sawit terhadap pembentukkan output Kalimantan Barat tahun 1994 masih rendah, yaitu 0,7 persen. Demikian pula dengan kontribusinya terhadap pembentukkan nilai tambah bruto, yaitu sekitar 1,3 persen dan terhadap ekspor sebesar 3,4 persen. Dilihat dari efek penggandanya, komoditas kelapa sawit memiliki nilai multiplier output total sebesar 8,8234, multiplier pendapatan total komoditas kelapa sawit memiliki nilai sebesar 0,0002 dan multiplier tenaga kerja memiliki nilai sebesar 0,0013. Nilai pengganda output dari sektor kelapa sawit mempunyai nilai yang cukup tinggi yang berimplikasi bahwa bila terjadi perubahan permintaan akhir terhadap output sektor ini maka akan menyebabkan peningkatan terhadap output sektor ini lebih tinggi. Sebaliknya nilai pengganda pendapatan cukup rendah dan ini berimplikasi bahwa bila terjadi perubahan permintaan akhir terhadap output sektor ini maka pengaruhnya terhadap pendapatan tenaga kerja masih rendah. Dilihat dari nilai keterkaitan ke depan, sektor kelapa sawit memiliki nilai sebesar 0,2354 output, 0,3815 pendapatan dan 0,5983 tenaga kerja. Sedangkan apabila dilihat dari nilai keterkaitan ke belakang memiliki nilai sebesar 0,8900 output, 0,5435 pendapatan dan 0,9263 tenaga kerja. Hasil analisis ini menunjukkan bahwa sektor kelapa sawit memiliki keterkaitan ke belakang dan ke depan yang relatif rendahkecil dan berada di bawah angka rata-rata tiap sektor. Dampak subsektor perkebunan khususnya komoditas kelapa sawit terhadap perekonomian wilayah Kalimantan Barat ternyata relatif rendah apabila dilihat dari nilai multipliernya dan keterkaitannya terhadap output dan pendapatan tenaga kerja wilayah. Dengan demikian selama tahun 1994 komoditas kelapa sawit belum dapat dijadikan sebagai sektor andalan leading sector bagi perekonomian wilayah Kalimantan Barat. Almasdi Syahza 2005 menganalisis dampak pembangunan perkebunan kelapa sawit terhadap multiplier effect ekonomi perdesaan di daerah Riau dengan melakukan penelitian melalui survey dengan metode Case Study and Field Research penelitian kasus dan penelitian lapangan. Kegiatan perkebunan kelapa sawit di perdesaan menciptakan angka multiplier effect sebesar 2,48, terutama dalam lapangan pekerjaan dan peluang berusaha. Tingkat pertumbuhan kesejahteraan petani kelapa sawit di Riau pada tahun 1995 sebesar 0,49 yang berarti tingkat pertumbuhan kesejahteraan hanya meningkat sebesar 0,49 persen. Tahun 2003 indeks pertumbuhan kesejahteraan petani kelapa sawit meningkat menjadi 1,72. Berarti pertumbuhan kesejahteraan petani kelapa sawit mengalami kemajuan sebesar 1,72 persen. Sehingga pembangunan perkebunan kelapa sawit dapat meningkatkan perekonomian perdesaan. Annisa Kurniawati 2008 menganalisis peran perkebunan dan industri minyak kelapa sawit terhadap perekonomian Indonesia tahun 2005. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perkembangan perkebunan kelapa sawit terbilang pesat dan rata-rata pertumbuhan luas areal perkebunan kelapa sawit milik Perkebunan Rakyat PR adalah yang paling tinggi, begitu juga dengan jumlah tenaga kerja yang dapat diserap dan CPO yang diproduksinya memiliki rata-rata pertumbuhan yang paling tinggi. Keterkaitan langsung maupun tidak langsung ke depan perkebunan kelapa sawit berada pada urutan pertama dalam tanaman perkebunan dan menempati urutan ketiga dalam sektor pertanian. Nilai dari keterkaitan langsung ke depan perkebunan kelapa sawit sebesar 0,203. Sedangkan keterkaitan langsung maupun tidak langsung ke belakang perkebunan kelapa sawit berada pada urutan ketiga dalam tanaman perkebunan dan urutan keempat dalam sektor pertanian. Nilai dari keterkaitan langsung ke belakang perkebunan kelapa sawit sebesar 0,327. Perkebunan dan industri minyak kelapa sawit memiliki nilai keterkaitan kebelakang yang lebih besar dibandingkan dengan nilai keterkaitan kedepannya. Sektor perkebunan dan industri minyak kelapa sawit memiliki nilai koefisien penyebaran yang lebih besar dibandingkan dengan nilai kepekaan penyebaran untuk mendorong pertumbuhan sektor hilirnya. Analisis multiplier untuk sektor perkebunan dan industri minyak kelapa sawit memiliki nilai multiplier pendapatan yang lebih besar dibandingkan dengan multiplier output dan multiplier tenaga kerja. Nilai untuk multiplier output perkebunan kelapa sawit sebesar 1,525, multiplier pendapatan sebesar 10,066 dan multiplier tenaga kerja sebesar 1,100. Sektor perkebunan dan industri minyak kelapa sawit memiliki nilai multiplier pendapatan yang lebih besar dibandingkan dengan multiplier output dan multiplier tenaga kerja. Dalam penelitian ini juga diperoleh sektor prioritas berdasarkan nilai keterkaitan ke depan dan ke belakang berdasarkan nilai terbesar, kombinasi koefisien penyebaran dan kepekaan penyebaran berdasarkan tinggi rendahnya keterkaitan urutan yang dimiliki, serta multiplier yang telah distandarisasi berdasarkan nilai tertinggi penjumlahan multiplier ouput, pendapatan dan tenaga kerja masing-masing tipe. Perkebunan kelapa sawit menempati rangking keempat dan industri minyak kelapa sawit menempati rangking pertama dalam perekonomian Indonesia. Penelitian yang dilakukan penulis ini menjelaskan bagaimana peranan sektor perkebunan kelapa sawit terhadap sektor-sektor ekonomi lainnya serta dampaknya terhadap perekonomian regional Provinsi Sumatera Barat dengan menggunakan pendekatan Analisis Input-Output menggunakan dua titik tahun yang dibandingkan agar dapat melihat perbandingan perkembangan sektor perkebunan kelapa sawit yang dilihat dari efek pengganda multiplier effect output dan pendapatan serta melihat keterkaitan langsung maupun langsung dan tidak langsung ke depan serta keterkaitan langsung maupun langsung dan tidak langsung ke belakang. Disamping itu, belum adanya penelitian yang menganalisis mengenai sektor perkebunan kelapa sawit di Provinsi Sumatera Barat dengan menggunakan tabel Input-Output sehingga menarik untuk diteliti lebih lanjut.

2.6. Kerangka Pemikiran Operasional