Kondisi finansial usaha perikanan jaring insang hanyut

74 Tabel 30 Simbol dan makna dari setiap komponen yang dipakai pada path diagram pada model perbaikan kesejahteraan nelayan di Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau No. Simbol Makna 1 LINT Internal Usaha Perikanan 2 X11 Sumberdaya manusia 3 X12 Modal 4 X13 Teknologi 5 LEX Eksternal Usaha Perikanan 6 X21 Regulasi 7 X22 Kondisi ekonomi 8 X23 Kondisi budaya 9 LIN Industri non usaha perikanan 1 X31 Pemasok 11 X32 Barang-barang substitusi 12 X33 Pesaing 13 X34 Pasar 14 LU Lingkup usaha perikanan 15 X41 Skala besar 16 X42 Skala kecil 17 TKP Kegiatan perikanan tangkap 18 X51 Pertumbuhan kegiatan perikanan tangkap 19 X52 Penyerapan tenaga kerja pada kegiatan perikanan tangkap 20 X53 Incomependapatan nelayan tangkap 21 BDY Kegiatan perikanan budidaya 22 X61 Pertumbuhan kegiatan perikanan budidaya 23 X62 Penyerapan tenaga kerja pada kegiatan perikanan budidaya 24 X63 Incomependapatan nelayan budidaya 25 PROS Kegiatan processingpengolahan hasil perikanan 26 X71 Pertumbuhan kegiatan pengolahan hasil perikanan 27 X72 Penyerapan tenaga kerja pada kegiatan pengolahan hasil perikanan 28 X73 Incomependapatan nelayan pengolah 29 KP Kewenangan Pemerintah Pusat 30 X81 Infrastruktur yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat 31 X82 Perijinan yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat 32 X83 Kelembagaan yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat 33 KOT Kewenangan Pemerintah Otonomi 34 X91 Perijinan yang menjadi kewenangan Pemerintah Otonomi 35 X92 Kelembagaan yang menjadi kewenangan Pemerintah Otonomi 36 KN Kesejahteraan nelayan 37 Y11 Pendapatan 38 Y12 Pendidikan 39 Y13 Kesehatan 40 Y14 Kesempatan kerja 75 Kementerian Kelautan dan Perikanan 2007 menyebutkan, bahwa keberhasilan, pengembangan usaha perikanan sangat ditentukan oleh kondisi internal, eksternal dan industri pendukung non perikanan, serta dukungan pemerintah baik pusat maupun daerah. Dalam implementasinya, usaha perikanan saling mempengaruhi dengan eskternal usaha perikanan di lokasi dan usaha pendukung di luar perikanan. Sedangkan Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan P2HP Kementerian Kelautan dan Perikanan 2006 menyebutkan, bahwa pengembangan usaha perikanan harus dilakukan secara integral baik usaha perikanan tangkap, usaha perikanan budidaya maupun usaha pengolahan hasil perikanan untuk menjaga keberlanjutan pemasaran terutama ekspor. Lebih lanjut dinyatakan bahwa ekonomi dan kesejahteraan nelayan baik nelayan tangkap maupun nelayan budidaya merupakan ujung tombak keberhasilan usaha perikanan Indonesia. Terkait dengan ini, maka konstruk model yang dinyatakan sebelumnya dapat digunakan dalam analisis lanjut dan internal usaha perikanan LINT saling berinteraksi dengan eksternal usaha perikanan LEX dan industri non usaha perikanan LIN. Pada rancangan path diagram awal, internal usaha perikanan LINT berinteraksi dengan sumberdaya manusia, modal, dan teknologi. Menurut Kementerian Kelautan dan Perikanan 2007, jika industri perikanan ingin berkembang dengan baik, maka sumberdaya manusia, teknologi, modal, dan jenis produk yang ditawarkan harus diperhatikan. Terkait dengan ini maka sumberdaya manusia, modal, dan teknologi dapat digunakan dalam analisis lanjut terkait konstruk internal usaha perikanan LINT. Eksternal usaha perikanan LEX pada rancangan path diagram awal berinteraksi dengan regulasi, kondisi ekonomi, kondisi sosial, kondisi budaya, dan persepsi terhadap nelayan. Menurut Bygrave 1997 dan Asri 2000, kondisi eksternal yang umum mempengaruhi usaha perikanan dapat berupa kondisi politik yang tidak kondusif, ekonomi yang tidak stabil, dan gejolak sosial yang terjadi di lokasi usaha. Kondisi ekonomi masyarakat nelayan sangat erat kaitannya dengan tumbuh dan berkembangnya kegiatan perikanan tangkap yang mereka lakukan. Dalam Pedoman Umum Pembinaan Kelompok Usaha Perikanan 2006, disebutkan bahwa kondisi eksternal usaha perikanan sangat ditentukan oleh