48 dianalisis yang berarti pula mengurangi jumlah koefisien yang diestimasi dalam
analisis. 6 Evaluasi kriteria Goodness-of-fit
Tahapan merupakan kegiatan kegiatan mengevaluasi kesesuaian model yang dibuat menggunakan berbagai kriteria goodness-of-fit. Secara garis tahapan ini
terdiri dari tiga kegiatan besar, yaitu evaluasi data yang digunakan apakah memenuhi asumsi-asumsi SEM atau tidak, uji kesesuaian dan uji statistik, dan
effect analysis. Evaluasi asumsi SEM meliputi evaluasi ukuran sampel, normalitais, outliers
dan lain-lain. Secara keseluruhan, tingkat penerimaan model yang dibangun berkaitan dengan indeks evaluasi tersebut disajikan pada Tabel 4 Penjelasan dari
setiap uji kesesuaian dan uji uji statistik terdiri dari : 1 X
2
-Chi-square statistic Uji ini digunakan untuk mengukur overall fit atau kesesuaian model yang
dibangun dengan data yang ada. 2 Goodness of fit index GPI
GPI digunakan untuk menghitung proporsi tertimbang varian dalam matriks kovarian sampel yang dijelakan oleh matriks kovarian populasi yang
terestimasi. GPI mempunyai nilai antara 0 poor fit – 1 perfect fit.
3 The root mean square error of approximation RMSEA RMSEA adalah indeks yang digunakan untuk mengkompensasi Chi-square
statistic dalam sampel yang besar. Model yang dibangun dapat diterima bila mempunyai nilai RMSEA lebih kecil atau sama dengan 0,08.
4 Comparative fit index CFI CFI merupakan indeks yang menunjukkan tingkat fitnya model yang
dibangun. Berbeda dengan indeks lainnya, index ini tidak tergantung pada ukuran sampel yang direkomendasikan sama atau lebih besar dari 0,9.
5 Indeks CMINDF Indeks CMINDF merupakan pembagian X
2
dengan degree of freedom. Indeks ini menunjukkan tingkat fitnya model.
6 Adjusted goodness of fit index AGPI AGPI analog dengan R
2
dalam regresi berganda, dengan tingkat penerimaan
49 7 Tucker Lewis index TLI
TLI merupakan alternatif incremental fit index yang membandingkan sebuah model yang diuji terhadap sebuah baseline model.
Tabel 6 Goodness-of-fit Index dalam analisis SEM
Goodness of fit Index Cut-off Value
X
2
-Chi-square Diharapkan kecil
Significance Probability 0.05
RMSEA 0.08
GFI 0.90
AGFI 0.90
CMINDF 2.00
TLI 0.95
CFII 0.95
Sumber : Ferdinand 2002 7 Modifikasi dan interpretasi model
Bila model yang dikembangkan belum memenuhi kriteria statistik yang ditetapkan, maka model dapat dimodifikasi sedemikian rupa sehingga kriteria
tersebut terpenuhi. Disamping itu, modifikasi juga dapat dilakukan untuk melihat pengaruh perubahan interaksi terhadap struktur model secara keseluruhan, misal
karena perubahan kebijakan atau terjadinya bencana alam. Interpretasi merupakan kegiatan penggunaan model dalam pemecahan masalah nyata di alam.
Dalam kaitan dengan penelitian ini, maka interpretasi model diarahkan pada berbagai upaya dan rekomendasi kebijakan untuk perbaikan kinerja usaha
perikanan dalam meningkatkan kesejahteraan nelayan di Rokan Hilir Provinsi Riau.
50
4 HASIL PENELITIAN
4.1 Keadaan Umum Kabupaten Rokan Hilir
Kabupaten Rokan Hilir Bagansiapiapi mempunyai luas wilayah sekitar 888.159 hektar, berada pada koordinat 1
o
14-2
o
45 LU dan 100
o
17-101
o
21 BT. Kabupaten ini dibentuk pada tanggal 4 Oktober 1999 berdasarkan UU Republik
Indonesia Nomor 53 Tahun 1999 yang merupakan pemekaran dari wilayah Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau.
Secara administrasi, Kabupaten Rokan Hilir terbagi atas 13 kecamatan yang menyebar di sepanjang pesisir dan areal perkebunan di wilayah Barat Provinsi
Riau. Kecamatan-kecamatan tersebut adalah Bangko, Sinaboi, Rimba Melintang, Bangko Pusako, Tanah Putih Tanjung Melawan, Tanah Putih, Kubu, Bagan
Sinembah, Pujud, Simpang Kanan, Pasir Limau Kapas, Batu Hampar, dan Rantau Kopar. Wilayah Kabupaten Rokan Hilir di sebelah timur berbatasan dengan Kota
Dumai, di sebelah selatan dengan Kabupaten Bengkalis dan Rokan Hulu, di sebelah barat dengan Kabupaten Labuhan Batu Provinsi Sumatera Utara dan di
sebelah utara dengan Selat Malaka dan Provinsi Sumatera Utara. Rokan Hilir memiliki areal perkebunan kelapa sawit seluas lebih dari
180.000 Ha, berpotensi bagi pengembangan agro industri dan agrowisata. Misalnya, Bagan Batu merupakan kota agroindustri di Kabupaten Rokan Hilir, di
sini terdapat beberapa perusahaan pengolah crude palm oil CPO. Komoditi perkebunan di Kabupaten Rokan Hilir adalah karet, cengkeh, kopi dan kelapa
sawit. Untuk bahan pangan khususnya perikanan, Kabupaten Rokan Hilir sangat berpotensi dan diandalkan sebagai penghasil ikan laut perikanan tangkap.
Disamping sebagai pusat pemerintahan, Bagansiapiapi merupakan pusat kegiatan perikanan tangkap di kabupaten Rokan Hilir dan Provinsi Riau. Lahan
persawahan dan tanaman pangan, umumnya terletak di sepanjang DAS Sungai Rokan hingga ke muaranya.
Beberapa kota kecil yang banyak didiami nelayan di Kabupaten Rokan Hilir seperti Panipahan, Pulau Halang dan Sinabol merupakan penghasil ikan laut
penting dan menjadi pemasok utama ke Bagansiapiapi sebelum dikirim untuk ekspor dan kebutuhan lokal Provinsi Riau dan Provinsi Sumatera Utara. Sebagian
52 besar hasil perikanan tersebut diekspor ke luar negeri khususnya ke Malaysia dan
Singapura. Produk utama perikanan Rokan Hilir adalah ikan segar, ikan kering, ikan asin, udang, terasi, dan lain-lain.
Tabel 7 Jumlah unit penangkapan ikan di Kabupaten Rokan Hilir
Tahun
Jumlah
unit Payang
Bubu Pengumpul
Kerang Jaring
Insang Hanyut
Jaring Insang
Lingkar Hand
Line Pukat
Udang Pukat
Pantai 2004
116 147
58 766
65 210
47 41
2005 135
151 165
833 151 223
50 35
2006 169
596 168
849 165
227 85
53 2007
194 677
170 941
160 233
57 58
2008 223
616 206
1.036 211
267 59
56 Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau
Dari jumlah unit penangkapan ikan seperti pada Tabel 7, dapat perkiraan jumlah nelayan di Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau tahun 2004 sd 2008 pada
Tabel 8. Tabel 8 Perkiraan jumlah nelayan yang terlibat dalam setiap jenis perikanan
tangkap di Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau
Tahun Jenis Perikanan Tangkap
Payang Bubu
2 Pengumpul
Kerang 2
Jaring Insang
hanyut 6
Jaring Insang
Lingkar 7
Hand Line
4 Pukat
Udang 7
Pukat Pantai
17 2004
1.624 294
106 4.596
455 840
329 697
2005 1.890
302 330
4.998 1.057
892 350
595 2006
2.366 1.192
336 5.094
1.155 908
595 901
2007 2.716
1.354 340
5.646 1.120
932 399
986 2008
3.122 1.232
412 6.216
1.477 1.068
413 952
Catatan : Nelayan perunit payang = 14 orang; Nelayan per unit bubu = 2 orang;
Nelayan per unit pengumpul kerang = 2 orang; Nelayan per unit jaring insang hanyut = 6 orang;
Nelayan per unit jaring insang lingkar = 7 orang; Nelayan per unit jaring hand line = 4 orang;
Nelayan per unit pukat udang = 7 orang; Nelayan per unit pukat pantai = 17 orang.
Usaha perikanan yang tidak layak berdasarkan analisis finansial
53 Tabel 9 Produksi perikanan tangkap di Kabupaten Rokan Hilir
Tahun
Produksi
ton Payang
Bubu Pengumpul
kerang Jaring
insang hanyut
Jaring insang
lingkar Hand
line Pukat
udang Pukat
pantai 2004
1.037,0 201,0
103,0 1.325,2
405,6 453,4
96,5 205,7
2005 1.200,3
194,4 293,4
1.549,6 945,8
503,6 102,6
177,5 2006
1.500,5 765,5
299,2 1.674,5
1.032,9 512,6
174,4 275,5
2007 1.734,4
867,3 302,5
1.895,8 1.005,5
612,6 117,3
298,3 2008
2.002,5 765,3
365,7 2.010,7
1.324,8 702,1
120,6 287,6
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau
Tabel 9 menggambarkan tingginya produksi perikanan tangkap di Kabupaten Rokan Hilir sehingga dapat diandalkan untuk mendukung pasar
domestik maupun ekspor. Salah satu faktor pendukung pengembangan investasi di Kabupaten Rokan
Hilir adalah kedekatannya dengan jalur pelayaran internasional Selat Malaka. Kenyataan ini memiliki peluang ekspor maupun investasi berskala internasional,
berupa industri perikanan tangkap ikan segar ekspor, industri pengalengan ikan, dan industri pakan untuk budidaya dan ikan laut lainnya. Demikian juga untuk
bidang transportasi dan pelayaran internasional, Pelabuhan Samudera Panipahan dan Sinaboi dapat dikembangkan sebagai gerbang ekspor-impor dan pelabuhan
lintas batas penumpang di utara Provinsi Riau dengan tujuan utama Malaysia seperti Port Klang dan Port Dickson di Malaysia. Untuk memudahkan distribusi
hasil perkebunan, perikanan lainnya, pengembangan pelabuhan ini diikuti dengan pengembangan ruas jalan pintas Bagansiapiapi, Dumai melalui Sinaboi, Lubuk
Gaung serta ruas jalan Panipahan - Kubu
.
Kabupaten Rokan Hilir juga memiliki potensi wisata laut yang bisa dikembangkan antara lain Pulau Padamaran, Pulau Jemur, Pulau Berkey, Pulau
Halang, dan Pulau Sinabol. Letaknya yang sangat strategis di Selat Malaka menjadikan wilayah pulau-pulau kecil tersebut banyak diminati oleh investor baik
dalam maupun luar negeri. Pulau-pulau kecil tersebut dan perairannya sangat menarik untuk kegiatan penyelaman, berenang dan wisata research baik pada
alam laut maupun wilayah pulau kecil yang masih lengkap vegetasinya.
54 Potensi wisata lokal di Kabupaten Rokan Hilir adalah Festival Bakar
Tongkang. Festival Bakar Tongkang adalah tradisi yang dilakukan oleh masyarakat keturunan Tiong Hoa, yang dipusatkan di kota Bagansiapiapi, yang
dilaksanakan setiap tanggal 16 bulan ke-5 penanggalan Imlek. Festival ini dari tahun ke tahun semakin ramai dikunjungi wisatawan, baik lokal maupun
mancanegara. Pemda kabupaten sangat serius menggarap potensi wisata ini, antara lain dengan membangun tempat untuk bakar tongkang yang megah.
4.2 Indikator Kesejahteraan Rumah Tangga Perikanan
Analisis indikator kesejahteraan merupakan bagian dari analisis tingkat kesejahteraan nelayan dengan menggunakan indikator yang dikeluarkan oleh
Badan Pusat Statistik 1991. Indikator kesejahteraan ini sangat relevan untuk penelitian sosial masyarakat karena aspek analisisnya mencakup semua hal yang
terkait dengan kehidupan masyarakat secara umum. Aspek analisis tersebut yang kemudian disebut sebagai indikator analisis adalah pendapatan rumah tangga
perikanan, konsumsi rumah tangga, keadaan tempat tinggal secara fisik, keadaan tempat tinggal berdasarkan pendukungnya, kesehatan anggota keluarga,
kemudahan mendapatkan pelayanan kesehatan dari petugas medis, kemudahan memasukkan anak ke suatu jenjang pendidikan, kemudahan mendapatkan
pekerjaankesempatan kerja, kehidupan beragama, rasa aman dari gangguan kejahatan, dan kemudahan berolah raga. Hasil analisis terhadap setiap aspek
tersebut akan disajikan pada bagian berikut.
4.2.1 Pendapatan rumah tangga perikanan
Pendapatan nelayan di Kabupaten Rokan Hilir umumnya masih tergolong sangat rendah, dari 50 RTP responden hanya 1satu yang pendapatannya berada
pada kisaran Rp 1.500.000,00 – Rp 2.500.000,00 per bulan Tabel 10.
55 Tabel 10 Pendapatan rumah tangga perikanan di empat kecamatan pesisir dalam
Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau No.
Pendapatan bulan Rp
Jumlah responden
Bobot Skor Keterangan
1
Pendapatan Rumah Tangga Perikanan
a. 2.500.000 3,00
Tinggi b. 1.500.000
– 2.500.00 1
3,00 3
Tinggi c. 750.000
– 1.500.000 6
2,00 12
Sedang d. 250.000
– 750.000 32
1,00 32
Rendah e. 250.000
11 1,00
11 Rendah
Skor rata-rata per rumah tanggaRTP
1,16
Tabel 11 Jumlah responden perikanan tangkap menurut tingkat pendapatan
No Jenis usaha Perikanan
Tingkat pendapatan 000 rupiah Jumlah Responden orang
1.500 - 2.500
750 - 1.500
250 - 750
sd 250
Juml ah
1 2
3 4
5 6
7 8
Payang Bubu
Pengumpul Kerang Jaring Insang Hanyut
Jaring Insang Lingkar Hand Line
Pukat Udang Pukat Pantai
- -
- 1
- -
- -
1 -
1 1
1 1
1 -
4 5
4 5
4 3
4 3
1 2
1 2
1 1
2 1
6 7
6 8
6 6
6 5
Jumlah 1
6 32
11 50
Skor rata-rata pendapatan RTP di lokasi penelitian adalah 1,16 pada skala 1
– 3 atau rata-rata pendapatan masih di bawah Rp 800.000,00bulan. Sementara itu pendapatan RTP di Kabupaten Rokan Hilir seperti disajikan pada Gambar 5,
yaitu : 64 RTP dengan pendapatan Rp 250.000,00 – Rp 750.000,00, 22 RTP
berpendapatan Rp 250.000,00 22, 12 RTP dengan pendapatan Rp 750.000,00
– Rp 1.500.000,00 dan 2 mempunyai pendapatan Rp 1.500.000,00 –
Rp2.500.000,00. Rp 2.500.000,00.
56 Gambar 4 Sebaran pendapatan rumah tangga perikanan Kabupaten Rokan Hilir.
4.2.2 Komsumsi rumah tangga perikanan
Lebih dari 60 RTP di Kabupaten Rokan Hilir mengkonsumsi beras kurang dari 270 kg pertahun Tabel 12. Keadaan ini menghasilkan skor rata-rata
indikator konsumsi rumah tangga hanya 1,46 pada skala 1-4. Indikator ini menunjukkan bahwa rumah tangga perikanan di Kabupaten Rokan Hilir miskin
sekali. Tabel 12 Indikator konsumsi rumah tangga perikanan di empat kecamatan pesisir
dalam Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau diukur dengan konsumsi beras per tahun
No. Katagori dan kriteria
kg beras Jumlah
responden n
Skor n x
Skor Keterangan
1 a.Tidak miskin 480
1 4,00
4 Tidak Miskin
b. Miskin 380-480 3
3,00 9
c. 270 – 379
14 2,00
28 Miskin sekali
d. 270 32
1,00 32
Paling Miskin Skor rata-rata per RTP
1,46
4.2.3 Kondisi tempat tinggal
Skor rata-rata indikator keadaan tempat tinggal adalah 2,10 pada skala 1 –
3 Tabel 8. Skor tersebut merupakan nilai rata-rata dari skor aspek fisik yang terdiri dari keadaan atap rumah 3,12, keadaan fisik 2,28, status kepemilikan
2,4, lantai rumah tempat tinggal 1,58, dan luas lantai rumah tempat tinggal 1,14. Hasil analisis detail untuk setiap aspek fisik keadaan tempat tinggal ini
0.00 2.
12. 64.
22.
0. 10.
20. 30.
40. 50
60 70
Rp 2.500.000 . Rp 1.500.000 - Rp 2.500.000
. Rp 750.000 - Rp 1.500.000 Rp 250.000 - Rp 750.000
Rp 250.000
Pendapatan RTP
Proporsi
57 disajikan pada Tabel 13.
Tabel 13 Kondisi tempat tinggal rumah tangga perikanandi empat kecamatan pesisir dalam Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau secara fisik
No. Kondisi rumah
Skor 1
Keadaan atap rumah 3,12
2 Keadaan bilik
2,28 3
Status kepemilikan 2,4
4 Lantai rumah tempat tinggal
1,58 5
Luas lantai rumah tempat tinggal 1,14
Skor rata-rata 2,10
Di antara lima aspek fisik keadaan tempat tinggal ini, luas lantai rumah tempat tinggal mempunyai skor paling rendah. Hal ini karena 44 dari 50
responden nelayan mempunyai rumah tempat tinggal yang sempit, yaitu kurang dari 50 m
2
. Data detail luas lantai rumah tinggal nelayan di Kabupaten Rokan Hilir disajikan pada Gambar 5.
Gambar 5 Proporsi rumah tangga perikanan menurut luas rumah tempat tinggal di
empat kecamatan pesisir dalam Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau.
a. 50 m2 b. 50-100 m2
c. 100 m2
88 10
2
58
4.2.4 Hasil analisis indikator keadaan tempat tinggal
Hasil analisis untuk indikator keadaan tempat tinggal berdasarkan pendukungnya menggunakan metode skoring menunjukkan bahwa skor rata-rata
indikator ini sekitar 1,86 pada skala 1 – 3. Skor tersebut merupakan nilai rata-rata
dari skor aspek pendukung tempat tinggal nelayan yang terdiri dari luas pekarangan 1,08, hiburan utama 1,54, pendingin 1,28, penerangan 2,22,
bahan bakar 1,12, sumber air 2,56, dan MCK 2,12. Hasil analisis detail untuk setiap aspek pendukung keadaan tempat tinggal ini disajikan pada Tabel 14.
Tabel 14 Kondisi pendukung tempat tinggal rumah tangga perikanan di empat kecamatan pesisir dalam Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau
berdasarkan faktor pendukungnya No.
Uraian Skor
1 Luas pekarangan
1,08 2
Hiburan utama 1,54
3 Pendingin
1,28 4
Penerangan 2,22
5 Bahan Bakar
1,12 6
Sumber air 2,56
7 MCK
2,12 Skor rata-rata
1,86 Di antara tujuh aspek pendukung keadaan tempat tinggal ini, luas pekarangan
mempunyai skor paling rendah, karena hampir semua nelayan mempunyai pekarangan rumah tempat tinggal 2
– 6 m
2
, kurang dari dari 50 m
2
. Secara proporsional jumlah nelayan berdasarkan luas pekarangan rumah tempat tinggal
di Kabupaten Rokan Hilir, disajikan pada gambar 6.