Hipotesis Kerangka Pemikiran Welfare refinement model for fishermen through improvement of fishery business sector at the regency of rokan hilir, Riau Province.

12 waktu penjualan proses transportasi. Akibatnya porsi nilai tambah yang didapatkan oleh nelayan relatif kecil. Berbagai kebijakan pembangunan perikanan yang bertujuan untuk mengubah kondisi tersebut menjadi lebih baik, termasuk meningkatkan kesejahteraan nelayan dan mengentaskan kemiskinan Saad 2000 diacu dalam Fatchudin 2006 telah banyak dilakukan. Pemerintah melalui Departemen Kelautan dan Perikanan DKP dan lembaga-lembaga keuangan sudah banyak menelurkan kebijakan yang terkait dengan pemberdayaan sektor perikanan khususnya yang terkait dengan kendala permodalan financial capital di sektor perikanan, namun sampai saat ini kebijakanprogram pemberdayaan tersebut belum secara signifikan mampu meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan nelayan. 13 Tabel 1 Perbandingan aspek teknis, sosial dan ekonomi di antara usaha perikanan komersial dan subsisten modifikasi Smith 1983 Aspek Komersial Subsisten No Industri Artisanal Tradisional 1 Komposisi tenaga kerja Rinci dengan pembagian tugas yang jelas Tepat, kecil, spesialisasi dengan pembagian tugas yang kurang jelas Tenaga sendiri, anggota keluarga, kerabat atau kelompok 2 Sifat pemilikan usaha Terpusat di tangan beberapa pihak atau pengusaha; nelayan bukan pemilik usaha Biasanya dimiliki oleh nelayan yang berpengalaman atau kelompok nelayan Terdistribusi di antara para nelayan 3 Komitmen waktu nelayan Biasanya pekerja penuh waktu karyawan tetap Menjadi nelayan adalah pekerjaan sampingan Umumnya bekerja paruh waktu 4 Kapal Berukuran besar dan bertenaga mesin dengan peralatan yang memadai Berukuran kecil dan bermotor-dalam in- board motor atau bermotor tempel Kapal tanpa motor, kadang tanpa menggunakan kapal, atau sekedar jukung 5 Peralatan Dibuat seluruhnya oleh mesin Seluruhnya atau sebagian terbuat dari bahan yang dibuat mesin Hampir seluruhnya dibuat secara manual dengan tangan 6 Pelaksanaan pekerjaan Sangat mengandalkan bantuan mesin Lebih mengandalkan tenaga manusia, bantuan mesin masih minim Sangat mengandalkan tenaga manusia 7 Investasi Padat modal, sebagian besar tidak berasal dari nelayan Modal rendah, padat karya; penghasilan nelayan diperoleh dari hasil penjualan ikan Modal sangat rendah 8 Hasil tangkapan per per kapal Besar Sedang atau rendah Rendah hingga sangat rendah 9 Produktivitas per nelayan Tinggi Sedang atau rendah Rendah hingga sangat rendah 10 Pemasaran hasil tangkapan Dijual ke pasar yang terorganisir Dijual ke pasar yang tak terorganisir, sebagian dikonsumsi nelayan Umumnya dikonsumsi oleh nelayan itu sendiri, keluarga dan kerabatnya, atau ditukar 11 Pengolahan hasil tangkapan Sebagian besar dijadikan produk komersial, misalnya ikan segar, beku, ikan olahan, tepung ikan atau pakan Sebagian besar dijadikan produk kering, ikan asap, ikan asin, untuk konsumsi manusia Sedikit sekali ikan yang diolah, semua dikonsumsi segar 12 Status kesejahteraan ekonomi nelayan Seringkali berkecukupan Golongan ekonomi bawah Rendah atau miskin 13 Interaksi atau keterkaitan sosial Terpadu dengan masyarakat lain Kadang terpisah dari masyarakat lain Umumnya terisolasi 14

2.2.1 Kesejahteraan

Kesejahteraan adalah sesuatu yang bersifat subyektif, yaitu setiap orang mempunyai pandangan, tujuan dan cara hidup yang berbeda terhadap faktor yang menentukan tingkat kesejahteraan. Konsep tentang kesejahteraan juga berkaitan dengan konsep tentang kemiskinan. Menurut Sayogyo 1977, klasifikasi tingkat kesejahteraan dan kemiskinan didasarkan pada nilai pengeluaran perkapita pertahun yang diukur dengan nilai beras setempat, yaitu: 1 Miskin, apabila pengeluaran per kapita per tahun lebih rendah dari setara 320 kg beras untuk pedesaan dan 480 untuk daerah kota. 2 Miskin sekali, apabila pengeluaran per kapita per tahun lebih rendah dari 240 kg beras untuk pedesaan dan 360 kg untuk daerah kota. 3 Paling miskin, apabila pengeluaran per kapita per tahun lebih rendah dari setara 180 kg beras untuk pedesaan dan 270 beras untuk daerah kota. Kesehatan dapat juga dipakai sebagai ukuran kesejahteraan seseorang. Faktor yang mempengaruhi kesehatan masyarakat antara lain konsumsi makan makanan bergizi, sarana kesehatan serta keadaan sanitasi lingkungan yang tidak memadai BPS 1993. Tinjauan tentang kesejahteraan masyarakat dapat pula dilihat melalui kondisi maupun fasilitas yang dimiliki suatu tempat tinggal. Perumahan papan adalah salah satu kebutuhan dasar yang sangat penting selain makanan pangan dan pakaian sandang dalam pencapaian kehidupan yang layak BPS, 1993. Selanjutnya dikatakan pula bahwa pendidikan penduduk sering dijadikan indikator kemajuan suatu bangsa dan indikator dalam usaha untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Pendidikan dalam kehidupan dewasa ini sudah dianggap sebagai kebutuhan dasar yang tidak dapat ditunda pemenuhannya. Selain itu, faktor gizi juga merupakan indikator utama dalam komponen gizi dan konsumsi yang digunakan dalam menggambarkan taraf hidup masyarakat. Penyebab kekurangan gizi yang menggambarkan taraf hidup masyarakat yang lebih rendah lebih lanjut dikatakan bahwa tingkat ekonomi yang masih rendah menyebabkan masyarakat belum mampu memperoleh pelayanan kesehatan. 15 Tinjauan atas tingkat kesejahteraan rakyat dapat pula dilihat melalui kondisi maupun fasilitas tempat tinggal yang dimiliki. Perumahan adalah salah satu kebutuhan dasar yang paling penting selain makanan dan pakaian untuk mencapai kehidupan yang layak. Rumah pada saat ini bukan hanya berfungsi sebagai tempat berteduh, tetapi sudah mencerminkan kehidupan rumah tanggamasyarakat. UU No. 16 tahun 1994 tentang Ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial menyatakan bahwa kesejahteraan sosial adalah suatu tata kehidupan dan penghidupan soaial, material maupun spiritual, yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan dan ketentraman lahir dan batin yang memungkinkan setiap warga negara untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan jasmani, rohani dan sosial sebaik-baiknya bagi diri keluarga serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak-hak asasi serta kewajiban manusia sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945. Tingkat kesejahteraan sosial diukur dengan pendekatan pengeluaran rumah tangga yang didasarkan pada pola pengeluaran untuk pangan, barang dan jasa, rekreasi, bahan bakar dan perlengkapan rumah tangga. Pendekatan pengamatan dilakukan terhadap kondisi perumahan, kesehatan, pendidikan dan pola pengeluaran rumah tangga. Penilaian terhadap kondisi perumahan didasarkan pada jenis dinding rumah, jenis lantai, jenis atap serta status kepemilikan. Pendekatan untuk menilai kondisi kesehatan berdasarkan kondisi sanitasi perumahan serta kondisi perlengkapan air minum, air mandi, cuci dan kakus BPS 1991. Menurut Primayuda 2002 yang merujuk pada Badan Kordinasi Keluarga Berencana Nasional 1996 yang disebut keluarga sejahtera adalah: 1 Keluarga yang dapat memenuhi kebutuhan anggotanya, baik kebutuhan sandang, pangan, perumahan, sosial maupun agama; 2 Keluarga yang mempunyai keseimbangan antara penghasilan keluarga dengan jumlah anggota keluarganya; dan 3 Keluarga yang dapat memenuhi kebutuhan kesehatan anggota keluarga, berkehidupan bersama dengan masyarakat sekitar, beribadah khusyuk, disamping terpenuhi kebutuhan pokoknya. 16 Kesejahteraan rakyat mempunyai aspek yang sangat komplek dan tidak memungkinkan untuk untuk menyajikan data yang mampu mengukur semua aspek kesejahteraan. Indikator yang digunakan dalam penelitian ini disesuaikan dengan indikator kesejahteraan rumah tangga yang telah ditetapkan oleh BPS 1991 yang sudah dimodifikasi. Modifikasi diperlukan untuk menyesuaikan dengan kondisi yang terjadi di daerah penelitian. Indikator tersebut terdiri atas: 1 pendapatan rumah tangga; 2 konsumsi rumah tangga; 3 keadaan tempat tinggal; 4 fasilitas tempat tinggal; 5 kesehatan anggota keluarga; 6 kemudahan mendapatkan pelayanan kesehatan dan tenaga medisparamedis, termasuk didalamnya kemudahan mengikuti Keluarga Berencana KB dan obat- obatan; 7 kemudahan memasukkan anak ke suatu jenjang pendidikan; 8 kemudahan mendapatkan fasilitas transportasi; 9 perasaan aman dari gangguan kejahatan; dan 10 kemudahan dalam melakukan olah raga. Tingkat Kesejahteraan Keluarga menurut Badan Kordinasi Keluarga Berencana Nasional 1996 yang diacu dalam Primayuda 2002 adalah sebagai berikut: 1 Keluarga Pra Sejahtera PS, yaitu keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan pokoknya secara minimal serta kebutuhan pangan, sandang, papan dan kesehatan. 2 Keluarga Sejahtera Tahap-1 S-1, adalah keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasarnya, akan tetapi belum dapat memenuhi keseluruhan kebutuhan sosial psikologisnya seperti pendidikan, Keluarga Berencana KB, interaksi dalam keluarga, lingkungan, tempat tinggal serta kebutuhan transportasi. 3 Keluarga Sejahtera Tahap-2 S-2, adalah keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasar dan juga telah dapat memenuhi kebutuhan sosial psikologisnya, akan tetapi belum dapat memenuhi keseluruhan kebutuhan pengembangannya seperti menabung dan memperoleh informasi. 4 Keluarga Sejahtera Tahap-3 S-3, adalah keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasar, prsikologis dan pengembangannya akan tetapi belum dapat memberikan sumbangan untuk masyarakat, berperan secara aktif di masyarakat