5 PEMBAHASAN
5.1 Tingkat Kesejahteraan Nelayan Menurut Indikator Kesejahteraan
Kesejahteraan merupakan hal yang sangat penting bagi masyarakat kebanyakan yang sebagian besar hidupnya sangat bergantung kepada
ikanperikanan, cuaca, dan musim. Faktor kesejahteraan merupakan hal yang sangat penting dan mendasar untuk diupayakan secara serius dan berkelanjutan,
karena potensi nelayan yang demikian besar tidak dapat berperan secara optimal untuk kemajuan dan kemakmuran bangsa ini jika kebutuhan dasar hidup mereka
yaitu sandang, pangan dan papan tidak terpenuhi dengan baik. Ketergantungan demikian berlaku juga untuk nelayan di Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau,
sebagaimana yang telah disajikan pada Bab 4. Menurut BPS 1991, kesejahteraan dapat diklasifikasikan menjadi tiga
tingkat menggunakan metode skoring dengan range 8 untuk setiap tingkat, yaitu tingkat kesejahteraan tinggi jika mencapai skor antara 28-36, tingkat
kesejahteraan sedang jika mencapai skor antara 19-27, dan tingkat kesejahteraan rendah jika mencapai skor antara 10-18. Berdasarkan klasifikasi ini, maka
kesejahteraan nelayan di Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau termasuk tingkat rendah karena mempunyai total skor indikator sekitar 17,88 berada di antara
range 10 -18. Rendahnya tingkat kesejahteraan nelayan di Kabupaten Rokan Hilir
disebabkan karena rendahnya pendapatan rumah tangga perikanan, rendahnya konsumsi rumah tangga, sulitnya mendapatkan pelayanan kesehatan, sulitnya
mendapat kesempatan kerja yang layak, rendahnya rasa aman dari gangguan kejahatan, dan sulitnya menyalurkan hobi pada bidang olah raga Tabel 40.
Rendahnya pendapatan rumah tangga perikanan terlihat dari skor rata-rata indikatornya yang hanya 1,16 pada skala 1
– 3. Hal ini karena sebagian besar 64 rumah tangga perikanan di Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau
berpendapatan Rp 250.000 - Rp 750.000 per bulan. Dengan menggunakan Peraturan Gubernur Riau nomor 38 tahun 2007, tentang Upah Minimum Regional
Provinsi Riau yang menetapkan upah minimum perbulan Rp 800.000, pendapatan nelayan di Kabpaten Rokan Hilir masuk dalam kategori rendah.
94 Tabel 40 Skor indikator kesejahteraan nelayan di empat kecamatan pesisir pada
Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau
No. Indikator Kesejahteraan
Skor Rata- Rata
Indikator
1 Pendapatan Rumah Tangga Perikanan RTP per
bulan 1,16
2 Konsumsi rumah tangga diukur dengan konsumsi
beras per tahun 1,46
3 Keadaan tempat tinggal I atap, bilik, status
kepemilikan, jenis lantai, luas lantai 2,10
4 Keadaan tempat tinggal II luas pekarangan, hiburan,
pendingin ruangan, penerangan, bahan bakar, sumber air, dan MCK
1,70
5 Kesehatan anggota keluarga
1,90 6
Kemudahan mendapatkan pelayanan kesehatan dari petugas medis, termasuk didalamnya pelayanan KB
dan obat-obatan jarak RS terdekat, jarak ke poliklinik, kesiapan biaya berobat, penanganan
berobat, alat KB, konsultasi KB 1,45
7 Kemudahan memasukkan anak ke suatu jenjang
pendidikan biaya sekolah, jarak ke sekolah, dan prosedur penerimaan
1,92
8 Kemudahan mendapatkan pekerjaankesempatan kerja
lama mendapat pekerjaan, alternatif pekerjaan yang bisa diperoleh, kesesuaian pekerjaan dengan harapan
1,26
9 Kehidupan beragama
2,12 10
Rasa aman dari gangguan kejahatan 1,48
11 Kemudahan berolah raga
1,32 Total Skor Indikator
17,88 Rendahnya konsumsi rumah tangga di Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau
terlihat dari skor rata-rata indikatornya yang hanya 1,46 pada skala 1 – 4. Hal ini
terjadi karena sekitar 64 rumah tangga perikanan di Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau hanya mampu mengkonsumsi beras pada takaran paling rendah
yaitu kurang dari 270 kg per tahun. Konsumsi yang rendah ini umumnya terjadi pada keluarga nelayan yang hanya menangkap ikan di pinggir pantai atau nelayan
buruh ikut kapal orang dengan upah rendah. Status kesejahteraan dapat diukur berdasarkan proporsi pengeluaran rumah
tangga. Nelayan dapat dikategorikan sejahtera apabila proporsi pengeluaran untuk
95 kebutuhan pokok sebanding atau lebih rendah dari proporsi pengeluaran untuk
kebutuhan bukan pokok, seperti pendidikan, pakaian, kesehatan, rekreasi, dan kebutuhan sosial kemasyarakatan lainnya. Sebaliknya rumah tangga dengan
proporsi pengeluaran untuk kebutuhan pokok lebih besar dibandingkan dengan pengeluaran untuk kebutuhan bukan pokok, dapat dikategorikan sebagai rumah
tangga dengan status kesejahteraan yang masih rendah. Bappenas, 2000. Melihat tingkat pendapatan masyarakat nelayan di Kabupaten Rokan Hilir yang sebagian
besar 86 mempunyai pendapatan Rp250.000 – Rp750.000, dan harga rata-
rata beras Rp2.500 - Rp3.000 per Kg, proporsi pengeluaran untuk kebutuhan pokok lebih besar dari proporsi pengeluaran bukan pokok.
Skor indikator rata-rata untuk pelayanan kesehatan 1,45 pada skala 1 – 3.
Hal ini disebabkan rumah sakit atau pusat kesehatan masyarakat Puskesmas tidak ada di sekitar tempat tingga mereka. Bila ada anggota keluarga yang perlu
berobat ke rumah sakit atau Puskesmas , maka mereka harus menyediakan waktu khusus untuk mengunjungi puskesmas di Kota Kecamatan ataupun Rumah Sakit
di Ibukota Kabupaten, jika demikian tentuya memerlukan biaya yang relatif mahal, bagi sebagian besar nelayan. Namun demikian, sebagian besar nelayan
umumnya sehat dan jarang dihinggapi oleh jenis penyakit tertentu, seperti disajikan pada tabel 15 bab 4.
Skor kemudahan mendapatkan pekerjaan anggota keluarga nelayan yang ingin bekerja pada bidang lain atau sekedar mendapatkan pekerjaan tambaha
sebesar 1,26 pada skala 1 - 3. Penyebab utama dari terbatasnya kesempatan anggota keluarga nelayan untuk mendapatkan pekerjaan di luar sektor perikanan
adalah rendahnya tingkat pendidikan dan kurangnya akses informasi kepada mereka. Kesempatan kerja diluar sektor perikanan yang ada di Kecamatan, di
Kabupaten Rokan Hilir maupun di Provinsi Riau seperti kesempatan kerja di subsektor perkebunan khususnya perkebunan kelapa sawit cukup banyak tersedia,
sektor pariwisata, sektor jasa transportasi, sektor kontruksi sebagai Kabupaten yang baru dimekarkan sebenarnya cukup tersedia, oleh karen kesempatan kerja
tersebut tidak sesuai dengan tingkat pendidikan, dan informasi terlambat sampai kepada mereka, maka kesempatan itu tidak dapat mereka manfaatkan.
96 Rasa aman belum dirasakan oleh sebagian nelayan di Kabupaten Rokan
Hilir Provinsi Riau, terutama rasa aman pada saat melakukan usaha penangkapan ikan di laut. Laut di jalur Selat Malaka masih terjadi aksi kejahatan yang
dilakukan oleh perompak bajak laut, dan selama ini sudah sering terjadi kapal nelayan dirampas dilaut oleh para perompak. Selain itu ada juga rasa khawatir
nelayan ditangkap aparat keamanan negara tetangga bila secara tidak sengaja melewati perbatasan dalam penangkapan ikan. Skor rata-rata indikator ini yang
hanya 1,48 pada skala 1 - 3. Untuk mengatasi masalah ini kiranya Pemerintah Kabupaten Rokan Hilir bersama Pemerintah Provinsi Riau meminta kepada pihak
Pangkalan TNI Angkatan Laut di Dumai lebih sering melakukan patroli di perairan Rokan Hilir, selama ini kapal patroli Pangkalan Angkatan Laut melintas
di perairan Rokan Hilir setiap 2 atau 3 hari sekali. Kepada masyarakat kiranya melakukan penangkapan ikan secara berkelompok pada daerah-daerah rawan agar
satu sama lainnya bisa saling menjaga dan memberikan informasi kepada pihak keamanan laut kalau terjadi gangguan keamanan.
Indikator kemudahan berolah raga sebesar 1,32 pada skala 1 -3, disebabkan karena sebagian besar nelayan hampir tidak pernah menikmati sarana olah raga
yang disediakan Pemerintah karena letaknya yang jauh dari tempat tinggal mereka. Akibatnya mereka umumnya jarang sekali menyalurkan hobi-hobi
olahraga yang dimiliki walaupun di sekitar tempat tinggal mereka ada sarana olah raga lapangan tempat bermain, namun kondisinya memprihatinkan karena lahan
yang umumnya berlumpur. Kondisi-kondisi tersebut adalah cerminan permasalahan sosial ekonomi
masyarakat nelayan di Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau yang tidak dapat dipenuhi secara baik. Terkait dengan ini, upaya-upaya yang realistis yang mampu
mengangkat kesejahteraan mereka pada tingkat yang wajar sangat diharapkan. Kondisi sosial ekonomi ini akan menjadi bagian bahan pertimbangan penting
dalam perumusan kebijakan perikanan dalam rangka peningkatan kesejahteraan nelayan Kabupaten Rokan Hilir.
97
5.2 Kelayakan Finansial Usaha Perikanan
Analisis tingkat kesejahteraan nelayan berdasarkan kondisi finansial ini penting untuk memberikan informasi dari sudut pandang lain terhadap
kesejahteraan nelayan di Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau. Analisis finansial ini dapat memberikan data kuantitatif terhadap kondisi usaha perikanan yang
dilakukan nelayan di lokasi sebagai cerminan dari tingkat kesejahteraan mereka. Dari indikator finansial Usaha Perikanan yang dilakukan nelayan di Kabupaten
Rokan Hilir, diketahui lima di antara delapan jenis usaha penangkapan ikan yang dianalisis memiliki kinerja usaha yang baik sehingga layak untuk dikembangkan
lebih lanjut. Kelima jenis usaha tersebut adalah adalah usaha perikanan payang, bubu, serok, jaring insang hanyut dan handline. Sisanya, yaitu usaha perikanan
jaring insang lingkar , pukat udang, dan pukat pantai tidak layak dikembangkan Tabel 41 Kelayakan finansial usaha perikanan tangkap di empat kecamatan pesisir
pada Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau.
Jenis Hasil Analisis Kelayakan Finansial
Kesimpulan NPVi Rp
BC IRR
ROI PP
Payang 40.373.888
1,78 41,21
6,22 0,16 Layak
Bubu 13.285.451
1,74 30,80
6,08 0,16 Layak
Pengumpul Kerang
7.228.433 1,78
38,17 6,22
0,16 Layak Jaring Insang
Hanyut 56.432.719
2,00 57,53
7,01 0,14 Layak
Jaring Insang Lingkar
1.355.926 1,15
7,58 3,95
0,25 Tidak Layak
Handline 17.065.181
1,89 51,38
6,61 0,15 Layak
Pukat Udang 496.077
1,10 5,60
2,98 0,34 Tidak
Layak Pukat Pantai
1.802.032 1,04
2,70 3,33
0,30 Tidak Layak
Tabel 41 memperlihatkan bahwa usaha penangkapan ikan jaring insang hanyut, merupakan usaha penangkapan ikan yang paling layak untuk
dikembangkan di Kabupaten Rokan Hilir berdasarkan indikator finansial, yaitu NPV sebesar Rp 56.432.719,-. Angka ini adalah nilai bersih setelah di discount
dengan tingkat bunga deposito yang berlaku 8,65 yang dihasilkan oleh
98 nelayan pada usaha penangkapan ikan jaring insang selama masa operasinya
umur ekhnis alat Angka indikator NBC, yaitu indikator yang merupakan perbandingan antara keuntungan bersih yang dihasilkan dengan biaya
operasiusaha penangkapan ikan jaring insang hanyut BC sebasar 2, artinya usaha penangkapan ikan dapat menghasilkan benefit keuntungan 2 kali dari biaya yang
dikeluarkan. IRR dari usaha penangkapan ikan jaring insang hanyut sebesar 57,53,
artinya tingkat pengembalian internal dari usaha penangkapan ikan jaring insang hanyut menghasilkan keuntungan lebih besar dari tingkat bunga yang berlaku
8,65. Return on Investment ROI, usaha penangkapan ikan jaring insang hanyut sebesar 7,01 ini berarti kemampuan usaha penangkapan ikan ini
menghasilkan laba dari investasinya. Nilai PP sebesar 0,14 paling kecil dari delapan usaha penangkapan ikan lainnya, menandakan tingkat pengembalian
investasi dari usaha perikanan ini adalah paling cepat. Secara berturut-turut tingkat kelayakan usaha penangkapan ikan di Kabupaten Rokan Hilir setelah
usaha penangkapan ikan jaring insang hanyut adalah payang, handline, bubu, dan usaha penangkapan ikan pengumpul kerang.
Tiga jenis usaha penangkapan ikan lainnya yaitu jaring insang lingkar, pukat udang dan pukat pantai tidak layak dikembangkan berdasarkan indikator
finansial. Ketiga usaha penangkapan ikan ini mempunyai NPV yang negatif, NBC nya kecil, IRR dibawah suku bunga yang diharapkan lebih kecil dari
8,65, ROI kecil serta PP yang relatif lebih lama. Jumlah nelayan yang melakukan usaha pada usaha perikanan tidak layak secara finansial jaring insang
hanyut, pukat udang, dan pukat pantai sebanyak 2.842 orang atau 19,08 dari jumlah nelayan sebanyak 14.892 orang.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Malanesia et al. 2007 di Kabupaten Lampung Selatan menunjukan hasil yang relatif sama yaitu unit penangkapan
ikan pukat udang dan pukat pantai tidak layak dikembangkan berdasarkan indikator finasial NPVi, BC, IRR dan ROI. Akan tetapi alat penangkapan ikan
jaring insang lingar yang di Kabupaten Rokan Hilir tidak layak dikembangkan secara finansial, di Kabupaten Lampung Selatan alat ini memberikan nilai
indikator finansial layak dikembangkan.
99 Faktor yang menyebabkan alat penangkpan ikan tersebut tidak layak
dikembangkan berdasarkan indikator finansial adalah produksi yang semakin menurun. Hampir bersamaan dengan itu, Fauzi 2003 yang diacu dalam Badrudin
2006 menyimpulkan kinerja finansial alat tangkap ikan cantrang beam trawl di Layt Cina Selatan layak diusahakan dan menguntungkan.
Usaha penangkapan ikan yang tidak layak dikembangkan berdasarkan analisis finasial sebanyak tiga dari delapan jenis usaha perikanan yang ada
37,5 dengan jumlah nelayan sebanyak 2.842 orang 19,08 , nelayan- nelayan ini perlu mendapat perhatian yang sungguh-sungguh dari Pemerintah
Kabupaten Rokan Hilir dalam menetapkan kebijakan untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan. Pilihan nelayan terhadap ketiga jenis unit penangkapan
yang tidak layak ini terutama disebabkan kebiasaan atau budaya yang turun temurun sehingga mereka sudah terbiasa menggunakan ketiga jenis alat ini,
,keterbatasan modal yang dimiliki untuk beralih kapada usaha perikanan yang lain, dan pertimbangan taktis nelayan dalam melaut.
Keterampilan nelayan yang sangat terbatas yang hanya mengandalkan kemampuan secara turun-temurun, akan menyulitkan sebagian mereka untuk
beralih pada usaha perikanan lain , mereka tetap menggunakan alat penangkapan ikan tersebut meskipun secara finansial terus merugi. Akses terhadap permodalan
merupakan masalah utama bagi nelayan setempat, karena lembaga keuangan seperti perbankan, koperasi dan lembaga sejenis lainnya masih enggan bermitra
dengan mereka karena masih adanya paradigma bahwa berbisnis atau bermitra dengan nelayan mengandung risiko yang tinggi. Oleh karena itu untuk memenuhi
kebutuhan modalnya nelayan menggunakan jasa pelepas uang atau rentenir hubungan patron-klein yang secara jangka panjang akan menimbulkan kesulitan
baru dan ketergantungan bagi nelayan, dan kepada patron. Selain itu nelayan-nelayan ini berfikir sederhana, terlihat dari
kebiasaannya untuk lebih memilih bekerja di kapal orang dengan upah yang seadanya atau memilih menyusuri pantai walaupun hasilnya tidak jelas daripada
harus melaut lebih ke tengah. Akibatnya nelayan hanya mampu dan puas untuk mencukupi kebutuhannya sendiri seadanya bersifat subsistent.
Bila kondisi ini tidak bisa diubah dan usaha perikanan yang lebih layak
100 secara finansial tidak bisa dikembangkan di lokasi, maka kesejahteraan nelayan
setempat akan semakin terpuruk. Panayatou 1992 mengatakan bahwa nelayan tetap mau tinggal dalam kemiskinan karena kehendaknya untuk menjalani
kehidupan itu preference for a particular way of life. Pendapat Panayatou ini ditekankan oleh Subade dan Abdullah 1993 bahwa nelayan lebih puas hidup dari
menangkap ikan daripada sebagai pelaku yang semata-mata berorientasi pada peningkatan pendapatan. Karena prinsip yang demikian, maka apapun yang
terjadi dengan keadaannya tidak dianggap sebagai masalah bagi mereka. Karena itu meskipun menurut pandangan orang lain hidup dalam kemiskinan, bagi
nelayan itu bukan kemiskinan dan bisa saja mereka merasa bahagia dengan kehidupannya.
Angka indikator analisis finansial usaha perikanan di Kabupaten Rokan Hilir sebagaimana yang telah dikemukakan terdahulu, tentunya akan dapat
dijadikan salah satu landasan bagi Pemerintah Kabupaten Rokan Hilir untuk mengambil kebijakan untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan. Terhadap usaha
penangkapan ikan yang indikator finansialnya tidak layak tentunya Pemerintah Kabupaten Rokan Hilir perlu melakukan kajian lebih mendalam untuk melihat
permasalahan terhadap alat penangkapan ikan yang tidak layak secara finansial ini, untuk dicarikan pemecahan yang mendasar. Upaya yang dapat dilakukan
adalah pemberian subsidi alat penangkapan ikan yang dapat meningkatkan pendapatan nelayan dan secara finansial layak untuk dikembangkan. Untuk itu
diperlukan sosialisasi kepada masyarakat nelayan agar mereka dapat menerimanya dan tidak lagi mengusahakan usaha penangkapan ikan yang tidak
layak secara finansial tersebut. Untuk meningkatkan kesejateraan masyarakat nelayan dan pemanfaatan
sumberdaya perikanan secara maksimum berlanjut, mengacu pada Smith 1987, yaitu :
1 Perbaikan mutu kapal dan alat penankapan. 2 Subsidi input.
3 Perbaikan pemasaran dan teknologi pasca panen. 4 Pembentukan koperasi dan organisasi lainnya.
5 Pengembangan sumber pendapatan alternatif atau tambahan