109 masyarakat pesisir sebagai subyek untuk berpartisipasi secara penuh dalam
kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan peningkatan ekonomi masyarakat. Lingkup usaha perikanan LU dan sosial ekonomi X21 yang tidak
dipengaruhi secara signifikan memberi indikasi bahwa di lokasi, lingkup usaha dan kondisi ekonomi tidak mempunyai kaitan terlalu penting dengan pengaturan
kondisi eksternal usaha perikanan, sehingga tidak harus selalu diperhatikan. Pengaruh tidak langsung ekstenal usaha perikanan LEX terhadap berbagai
komponen yang terkait dengan peran usaha perikanan terhadap kesejahteraan nelayan menunjukkan bahwa ada 19 komponen yang dipengaruhinya. Tabel 45
memperlihatkan pengaruh tidak langsung tersebut, yaitu kegiatan perikanan tangkap
TKP, kegiatan
perikanan budidaya
BDY, kegiatan
processingpengolahan hasil perikanan PROS, skala besar dari usaha perikanan X41, kesejahteraan nelayan KN, pertumbuhan kegiatan perikanan budidaya
X61, incomependapatan nelayan budidaya X
63
, infrastruktur yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat X81, incomependapatan nelayan tangkap X53,
penyerapan tenaga kerja pada kegiatan perikanan tangkap X52, dan pertumbuhan kegiatan perikanan budidaya X51, sumberdaya manusia X11,
incomependapatan nelayan pengolah X73, pendapatan Y11, lapangan kerja Y14, pendidikan Y12, pertumbuhan kegiatan pengolahan hasil perikanan
X71, perijinan yang menjadi kewenangan Pemerintah Otonomi X91, dan skala kecil dari usaha perikanan X42.
Diantara 19 komponen yang dipengaruhi ada 9 komponen yang dipengaruhi secara positif baik dari komponen utama konstruk maupun dimensi konstruk.
Perijinan yang menjadi kewenangan Pemerintah Otonomi X91 merupakan komponen yang dipengaruhi dengan koefisien paling tinggi, yaitu 3,975. Hal ini
memberi indikasi bahwa kondisi eksternal usaha perikanan sangat tergantung meskipun tidak langsung dari kemudahan perijinan yang diberikan oleh
Pemerintah Otonomi, seperti perijinan dalam peningkatan pengiriman barang, perijinan terkait rekrutmen tenaga kerja, perijinan dan pembelian bahan
pendukung dan lainnya.
110 Tabel 46 Pengaruh koefisien pengaruh langsung, tidak langsung, dan pengaruh
total dalam interaksi LIN pada model peran usaha perikanan dalam kesejahteraan nelayan di Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau
PL PTL
PT LU
-0,366 -0,366
KOT -4,454
0,092 -4,362
TKP -0,014
-0,014 BDY
0,091 0,091
X22 PROS
0,715 0,715
X41 -0,366
-0,366 X83
KN 0,626
0,626 X61
0,091 0,091
X63 0,258
0,258 X81
X82 X53
-0,036 -0,036
X52 -0,109
-0,109 X51
-0,014 -0,014
X34 0,601
0,601 X33
-3,980 -3,980
X23 X11
-0,078 -0,078
X13 X73
0,128 0,128
Y11 0,626
0,626 Y14
0,635 0,635
Y12 0,125
0,125 X71
0,715 0,715
X91 -1,219
-1,219 X92
-4,362 -4,362
X31 1
1 X42
-0,776 -0,776
X21 X12
Pada Tabel 46 menyajikan koefisien pengaruh langsung PL, pengaruh tidak langsung PTL, dan pengaruh total PT untuk setiap komponen yang
berinteraksi dengan industri non usaha perikanan LIN. Koefisien pengaruh tersebut merupakan respon interaksi berkaitan dengan model yang dikembangkan
pada Bab IV, khususnya komponen model berupa industri non perikanan LIN. Pada Tabel 46 terlihat bahwa industri non perikanan LIN berpengaruh secara
langsung terhadap lingkup usaha perikanan LU, kewenangan Pemerintah Otonomi KOT, pasar X34, pesaing X33, dan pemasok X31 masing-masing
111 dengan koefisien -0,366, -4,454, 0,601, -0,980, dan 1,000. Dari semua pengaruh
tersebut, pengaruh terhadap kewenangan Pemerintah Otonomi KOT merupakan pengaruh yang paling tinggi, namun bersifat negatif. Hal ini menunjukkan bahwa
kondisi industri-industri di luar perikanan dapat mempengaruhi secara negatif kewenangan Pemerintah Daerah Otonomi, misalnya aksi industri non perikanan
yang meminta pemerintah otonomi untuk membebaskan mereka untuk menerapkan sistem gaji sesuai dengan keinginan kemampuan mereka. Bila hal
ini terjadi dan tidak ada pembatasan upah minimal UMR, maka dapat menutut daya beli masyarakat terutama terhadap bahan pokok termasuk terhadap produk
dari usaha perikanan. Tabel 47 Probabalitas pengaruh interaksi LIN pada model peran usaha perikanan
dalam kesejahteraan nelayan di Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau
Bila melihat nilai probabilitas pengaruh, maka tidak ada pengaruh industri non perikanan LIN yang berpengaruh signifikan terhadap komponen
interaksinya, termasuk terhadap lingkup usaha perikanan LU dan kewenangan Pemerintah Otonomi KOT yang pengaruh negatif paling tinggi. Pada Tabel 47,
probabilitas pengaruh industri non perikanan LIN terhadap lingkup usaha perikanan LU, kewenangan Pemerintah Otonomi KOT, pasar X34, pesaing
X33, dan pemasok X31 berturut-turut adalah 0,252, 0,388, 0,404, tidak jelas fix, dan 0,387. Terkait dengan ini, maka intervensi negatif industri di luar
perikanan terhadap kewenangan pemerintah otonomi termasuk dalam menerapkan sistem gaji sesuai dengan keinginan mereka, kalaupun ada di Kabupaten Rokan
Hilir, maka belum secara serius berdampak bagi pengembangan usaha perikanan guna mengangkat kesejahteraan nelayan.
Estimate S.E C.R. P Label
LU LIN -0,366 0,319
-1,145 0,252 par-14 KOT LIN
-4,454 5,165 -0,862 0,388 par-17
X34 LIN 0,601 0,721
0,834 0,404 par-20 X31 LIN
1,000 Fix
X33 LIN
-3,980 4,605 -0,864 0,387 par-25
112 Dalam kaitan dengan interaksi ini, industri non perikanan LIN juga
mempunyai pengaruh tidak langsung terhadap 19 komponen lainnya. Dari pengaruh tersebut, adalah 10 pengaruh yang bersifat positif dan 9 pengaruh yang
bersifat negatif. Pengaruh industri non perikanan LIN terhadap kelembagaan yang menjadi kewenangan Pemerintah Otonomi X92 merupakan pengaruh yang
paling dominan, yaitu dengan koefisien -4,362. Sedangkan pengaruh total industri non perikanan LIN terhadap komponen lainnya berjumlah 23 pengaruh yang
merupakan akumulasi dari pengaruh langsung dan pengaruh tidak langsungnya. Pengaruh yang berjumlah 23 tersebut terbagi dalam 12 pengaruh yang bersifat
positif dan 11 pengaruh yang bersifat negatif. Pengaruh total industri non perikanan terhadap pemasok X31 merupakan pengaruh bersifat positif paling
tinggi dan pengaruh terhadap kelembagaan yang menjadi kewenangan Pemerintah Otonomi X92 merupakan pengaruh bersifat negatif paling tinggi. Bila mengacu
kepada model lanjutan Gambar 11 yang dikembangkan pada Bab 4, maka interaksi yang terjadi dalam lingkup usaha perikanan yang melibatkan internal
usaha perikanan LINT, eksternal usaha perikanan LEX, dan industri non usaha perikanan LIN dapat dirumuskan :
LU = -0,366 LINT + 1,000 LEX - 0,167 LIN + 0,010
Nilai koefisien pengaruh pada rumus tersebut menggambarkan bentuk interaksi yang terjadi diantara lingkup usaha perikanan dengan komponen utama
yang terkait langsung usaha perikanan LINT, eksternal usaha perikanan LEX, dan industri non usaha perikanan LIN. Disamping nilai koefisien tersebut,
signifikansi pengaruh dan sifat pengaruh yang dijelaskan pada bahasan sebelumnya juga merupakan gambaran urgensi respon bila interaksi tersebut
dilakukan atau dipertahankan dalam kaitannya dengan pengelolaan usaha perikanan di Kabupaten Rokan Hilir. Gambaran respon tersebut sangat berarti
bagi peningkatan kesejahteraan nelayan melalui pengembangan usaha perikanan di lokasi.
5.3.2 Interaksi pada teknis operasional
Interaksi pada teknis operasional ini merupakan interaksi yang dibangun oleh berbagai kegiatan perikanan pada tataran teknis, seperti kegiatan perikanan
tangkap TKP,
kegiatan perikanan
budidaya BDY,
dan kegiatan
113 processingpengolahan hasil perikanan PROS. Pada model yang dihasilkan,
ketiga kegiatankonstruk tersebut menjadi pilar utama pengembangan interaksi teknis, sedangkan lingkup usaha perikanan LU, kewenangan Pemerintah Pusat
KP, Kewenangan Pemerintah Otonomi KOT, dan kesejahteraan nelayan KN berinteraksi merespon kegiatan teknis tersebut.
Tabel 48 Pengaruh koefisien pengaruh langsung, tidak langsung, dan pengaruh total dalam interaksi TKP pada model peran usaha perikanan dalam
kesejahteraan nelayan di Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau PL
PTL PT
LU KOT
TKP BDY
X22 PROS
X41 X83
KN 0,927
0,927 X61
X63 X81
X82 X53
2,649 2,649
X52 8,011
8,011 X51
1 1
X34 X33
X23 X11
X13 X73
Y11 0,927
0,927 Y14
0,941 0,941
Y12 0,186
0,186 X71
X91 X92
X31 X42
X21 X12
114 Disamping direspon atau dipengaruhi oleh komponen utama konstruk,
interaksi ini juga direpon oleh interaksi dimensi konstruk dengan konstruk, dan interaksi dimensi konstruk dengan dimensi konstruk lainnya pada konstruk
lainnya. Hal ini merupakan gambaran berbagai interaksi yang terjadi terkait kegiatan perikanan pada teknis operasional di Kabupaten Rokan Hilir Provinsi
Riau. Tabel 48 menyajikan koefisien pengaruh langsung PL, pengaruh tidak
langsung PTL, dan pengaruh total PT untuk setiap komponen yang berinteraksi dengan kegiatan perikanan tangkap TKP. Pada model fit yang dihasilkan
terlihat bahwa kegiatan perikanan tangkap berinteraksi secara langsung dengan tiga komponen yang lebih kecil atau dimensi konstruk, yaitu pertumbuhan
kegiatan perikanan tangkap X51, penyerapan tenaga kerja pada kegiatan perikanan tangkap X52, dan incomependapatan nelayan tangkap X53. Di
samping itu, interaksi langsung juga terjadi dengan satu komponen utama berupa kesejahteraan nelayan KN.
Tabel 48, kegiatan perikanan tangkap TKP berpengaruh secara langsung terhadap kesejahteraan nelayan KN dengan koefisien 0,927, incomependapatan
nelayan tangkap X53 dengan koefisien 2,649, penyerapan tenaga kerja pada kegiatan perikanan tangkap X52 dengan koefisien 8,011, dan pertumbuhan
kegiatan perikanan tangkap X51 dengan koefisien 1,000. Dari pengaruh tersebut, pengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja pada kegiatan perikanan
tangkap X52 merupakan pengaruh yang paling tinggi. Kondisi ini menunjukkan bahwa pada teknis operasional kegiatan perikanan tangkap, pelibatan masyarakat
nelayan dalam berbagai kegiatan penangkapan ikan merupakan hal yang sangat penting dan menjadi tolak ukur keberhasilan kegiatan perikanan yang ada. Hal ini
dapat dipahami karena banyak nelayan di Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau yang lebih suka ikutan kepada tokejuragan dengan armada yang lebih besar
daripada mengusahakannya sendiri. Disamping karena tidak perlu menyiapkan biaya operasional sendiri, mereka beranggapan ikutan pada toke atau nelayan lain
kecil resikonya. Kebanyakan nelayan tidak terlalu mempermasalahkan hasil atau upah yang
didapat yang penting bisa tetap bekerja. Hal terlihat ini juga terlihat dari interaksi
115 dalam model, yang mana kegiatan perikanan tangkap TKP mempengaruhi
incomependapatan nelayan tangkap X53 dengan koefisien 2,718 lebih kecil daripada terhadap penyerapan tenaga kerja pada kegiatan perikanan tangkap
X52. Namun apakah pengaruh interaksi yang langsung tersebut bersifat signifikan atau tidak sehingga penting diperhatikan dalam operasional kegiatan
perikanan tangkap dapat ditunjukkan oleh probabilitas pengaruh interaksi TKP pada Tabel 49.
Tabel 49 Probabalitas pengaruh interaksi TKP pada model peran usaha perikanan dalam kesejahteraan nelayan di Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau
Estimate S.E C.R. P Label KN
TKP 0,927 0,626 1,482 0,138 par-57
X51 TKP
1,000 Fix
X52 TKP
8,011 2,428 3,299 0,001 par-22 X53
TKP 2,649 0,815 3,252 0,001 par-23
Berdasarkan Tabel 49, pengaruh kegiatan perikanan tangkap TKP terhadap penyerapan tenaga kerja pada kegiatan perikanan tangkap X52 dan
incomependapatan nelayan tangkap X53 bersifat signifikan karena mempunyai probabilitas di bawah 0,05, yaitu masing-masing 0,001. Dengan demikian, maka
kedua dimensi konstruk ini menjadi indikator konstruk kegiatan perikanan tangkap, sehingga penting dan harus diperhatikan dalam setiap pengembangan
kegiatan perikanan tangkap di Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau. Sifat pengaruh yang signifikan tersebut memberi indikasi bahwa upaya positif yang
dilakukan terhadap penyerapan tenaga kerja dan incomependapatan nelayan pada kegiatan perikanan tangkap dapat secara nyata memberi pengaruh positif terhadap
kesejahteraan nelayan, meskipun pengaruh yang diterima secara langsung tidak signifikan P = 0,138.
Untuk pengaruh tidak langsung, kegiatan perikanan tangkap TKP mempengaruhi secara tidak langsung kesejahteraan nelayan secara umum melalui
perbaikan pendapatan Y11, penambahan kesempatan kerja Y14, dan peningkatan
kemampuan menyekolahkan
anakpendidikan Y12,
yang ditunjukkan oleh koefisien pengaruh masing-masing 0,927, 0,941, dan 0,186.
116 Pengaruh yang bersifat positif tersebut menunjukkan bahwa semakin sering
operasional kegiatan perikanan tangkap dilakukan di Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau, maka semakin meningkatkan pendapatan nelayan, kemudahan
mendapat pekerjaan, kemampuan menyekolahkan anaknya. Diantara tiga pengaruh tidak langsung tersebut, pengaruh terhadap penambahan kesempatan
kerja Y14 paling tinggi koefisien pengaruh = 0,941. Hal ini mungkin karena nelayan sangat membutuhkan pekerjaan sebelum yang lainnya terwujud.
Dahuri et al. 1996, menyatakan bahwa berkaitan dengan kegiatan pembangunan di wilayah pesisir, maka diperlukan adanya suatu kebijakan yang
dapat ditempuh sehingga tujuan jangka panjang pembangunan wilayah pesisir akan tercapai. Secara umum, tujuan jangkan panjang tersebut adalah :
1 Peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui perluasan lapangan kerja dan kesempatan usaha
2 Pengembangan program dan kegiatan yang mengarah kepada peningkatan pemanfaatan secara optimal dan lestari sumberdaya di wilayah pesisir dan
lautan 3 Peningkatan kemampuan masyarakat pantai dalam pelestarian lingkungan
4 Peningkatan pendidikan, latihan, riset dan pengembangan di wilayah pesisir dan lautan
Keempat tujuan jangka panjang tersebut harus senantiasa menjadi jiwa dari setiap pokok kebijakan yang akan diambil guna mensukseskan pembangunan
wilayah pesisir dan lautan di Indonesia. Bila melihat pengaruhnya secara total, maka operasional kegiatan perikanan
tangkap di Kabupaten Rokan Hilir mempengaruhi 7 komponen lainnya. Adapun komponen yang dipengaruhi tersebut adalah kesejahteraan nelayan KN
incomependapatan nelayan tangkap X53, penyerapan tenaga kerja pada kegiatan perikanan tangkap X52, dan pertumbuhan kegiatan perikanan tangkap
X51, pendapatan Y11, kesempatan kerja Y14, dan pendidikan Y12. Semua pengaruh total tersebut bersifat positif, dan hal ini mengindikasikan bahwa setiap
upaya pengembangan yang berkaitan dengan operasional kegiatan perikanan tangkap selalu memberi dampak yang baik dalam interaksinya. Terkait dengan
ini, maka tidak ada kekhawatiran bila kegiatan perikanan tangkap dikembangkan
117 terutama dalam aspek teknis operasional yang bersentuhan langsung dengan
aktivitas masyarakat nelayan. Bila demikian, kita tinggal memilih kegiatan perikanan tangkap yang layak dalam hitungan finansial dan dibutuhkan
masyarakat banyak. Dalam kaitan dengan kegiatan perikanan budidaya BDY, Tabel 50
memperlihatkan interaksinya dengan komponen lainnya. Kegiatan perikanan budidaya tidak begitu berkembang di Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau. Hal
ini karena disamping Kabupaten Hilir mempunyai perairan yang luas, juga struktur tanah yang kurang bagus untuk pengembangan kegiatan perikanan
budidaya. Secara langsung, operasional kegiatan budidaya di lokasi berpengaruh terhadap kesejahteraan nelayan KN, pertumbuhan kegiatan perikanan budidaya
X61, dan incomependapatan nelayan budidaya masing-masing dengan koefisien 5,198, 1,000, dan 2,836. Semua pengaruh tersebut sifat positif yang menunjukkan
setiap pengembangan kegiatan perikanan budidaya di Kabupaten Rokan Hilir terutama pada tataran operasional yang melibatkan masyarakat akan memberi
dampak positif pada lingkungan sekitarnya. Tabel 50 Pengaruh koefisien pengaruh langsung, tidak langsung, dan pengaruh
total dalam interaksi BDY pada model peran usaha perikanan dalam kesejahteraan nelayan di Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau
Konstruk dimensi Konstruk
PL PTL
PT LU
KOT TKP
BDY X22
PROS X41
X83 KN
5,198 5,198
X61 1
1 X63
2,836 2,836
X81 X82
X53 X52
X51 X34
X33 X23
118 Tabel 50 Lanjutan
Konstruk dimensi Konstruk
PL PTL
PT X13
X73 Y11
5,198 5,198
Y14 5,277
5,277 Y12
1,041 1,041
X71 X91
X92 X31
X42 X21
X12 Tabel 51 menyajikan probabilitas pengaruh dari interaksi kegiatan
perikanan budidaya secara langsung. Berdasarkan Tabel 51 tersebut, kegiatan perikanan budidaya BDY berpengaruh signifikan terhadap kesejahteraan
nelayan KN dan incomependapatan nelayan budidaya X63 karena mempunyai probabilitas di bawah 0,005, yaitu masing-masing 0,011 dan 0,012. Hal ini
menunjukkan bahwa pengaruh kegiatan perikanan budidaya dengan koefisien 5,198 sangat nyata dan berarti dalam membantu peningkatan kesejahteraan
nelayan secara umum di Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau. Secara finansial, pengembangan tersebut terutama pada tataran operasional seperti penggunaan
bibit unggul dan kemudahan pakan sangat dibutuhkan untuk membantu peningkatan pendapatan nelayan budidaya yang ada.
Tabel 51 Probabalitas pengaruh interaksi BDY pada model peran usaha perikanan dalam kesejahteraan nelayan di Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau
Estimate S.E C.R. P Label KN
BDY 5.198 2.040 2.548 0,011
par-16 X61
BDY 1.000
Fix X63
BDY 2.836 1.133 2.503 0,012
par-11 Namun demikian, pertumbuhan kegiatan perikanan budidaya misalnya
dengan cara penambahan luasan kolam atau mobilisasi masyarakat pada usaha budidaya kurang begitu penting di lokasi karena jumlah anggota masyarakat yang
tertarik pada kegiatan budidaya tidak begitu banyak seperti halnya pada kegiatan
119 perikanan tangkap. Hal ini ditunjukkan oleh probabilitas pengaruh kegiatan
perikanan budidaya BDY terhadap pertumbuhan kegiatan perikanan budidaya X61 yang tidak jelas fix. Sedangkan untuk mobilisasipenyerapan tenaga kerja
pada kegiatan perikanan budidaya ini juga sejak awal sudah dikeluarkan dari model karena korelasinya yang rendah.
Pada tataran teknis ini, kegiatan perikanan budidaya ini secara tidak langsung mempunyai pengaruh positif terhadap pendapatan Y11, pendidikan
Y12, dan penyerapan tenaga kerja Y14 masing-masing dengan koefisien 5,198, 5,277, dan 1,041. Ketiga komponen ini merupakan dimensi konstruk dari
komponen kesejahteraan nelayan. Terkait dengan ini, maka pengembangan kegiatan perikanan budidaya sangat membantu peningkatan kesejahteraan nelayan
secara umum dalam aspek pendapatan, pendidikan anak, dan pekerjaan, meskipun secara langsung tidak semuanya dipengaruhi. Adanya pengaruh langsung dan
tidak langsung menghasilkan pengaruh total kegiatan perikanan budidaya ini terhadap komponen lainnya berjumlah 7 pengaruh. Semua pengaruh tersifat
positif yang menunjukkan bahwa setiap upaya pengembangan usaha perikanan budidaya di Kabupaten Rokan Hilir Provinsi akan menghasilkan pengaruh positif
terhadap kesejahteraan masyarakat sekitar. Tabel 52 menyajikan pengaruh langsung PL, pengaruh tidak langsung
PTL, dan pengaruh total PT dari interaksi yang dilakukan oleh kegiatan processingpengolahan hasil perikanan PROS di Kabupaten Rokan Hilir
Provinsi Riau. Tabel 52 Pengaruh koefisien pengaruh langsung, tidak langsung, dan pengaruh
total dalam interaksi PROS pada model peran usaha perikanan dalam kesejahteraan nelayan di Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau
Konstruk Dimensi Konstruk
PL PTL
PT LU
KOT TKP
BDY X22
PROS X41
X83 KN
-0,741 -0,741