Kontribusi bagi beberapa indikator SPM pendidikan dasar dalam hal jumlah guru mengajar. Kontribusi bagi target MDGs, khususnya terkait dengan parisipasi anak untuk sekolah. Pembentukan Kebijakan Daerah Satu langkah strategis yang

24

3. Kontribusi bagi beberapa indikator SPM pendidikan dasar dalam hal jumlah guru mengajar.

Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 15 Tahun 2010, bahwa “di seiap SDMI tersedia dua orang guru yang memenuhi kualiikasi akademik S1 atau D-IV dan 2 dua orang guru”. Melalui program Sangihe Mengajar telah tersedia sebanyak 26 guru dengan kualiikasi S1 16 orang guru pada awal program ditambah 10 orang guru pada tahun kedua. Demikian pula dengan indikator SPM Pendidikan Dasar yang mensyaratkan “Satuan pendidikan menerapkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan KTSP sesuai ketentuan yang berlaku”. Para guru Program Sangihe Mengajar yang ikut memainkan peran pening dalam memberikan masukan kepada Kepala Sekolah, termasuk Kelompok Kerja Guru KKG dalam menerapkan KTSP.

4. Kontribusi bagi target MDGs, khususnya terkait dengan parisipasi anak untuk sekolah.

Meski masih terlalu dini untuk menganalisis kontribusi kehadiran guru terhadap peningkatan parisipasi anak untuk bersekolah, maupun mencegah anak putus sekolah, namun seidak nya kehadiran guru-guru dari Sangihe Mengajar ini mampu memberikan moivasi pada orang tua dan siswa untuk tetap bersekolah. Hal ini menciptakan kondisi belajar mengajar yang normal sebagaimana lazimnya. Secara umum MDGs Kabupaten Kepulauan Sangihe terus mengalami peningkatan. Untuk Angka Parisipasi Murni SD MI misalnya, jika pada Tahun 2010 hanya sebesar 82,51, maka pada Tahun 2012 nilainya mencapai 85,26. Sedangkan untuk Angka Parisipasi Murni SMPMTs, jika pada tahun 2010 sebesar 50,36, maka pada Tahun 2012 meningkat menjadi 56,06.

5. Peningkatan semangat belajar anak usia sekolah di pulau-pulau dan desa terpencil.

Hasil monitoring dan evaluasi yang dilakukan Dikpora, diperoleh informasi bahwa kehadiran para guru Sangihe Mengajar mendapatkan apresiasi dari masyarakat dan siswa sekolah. Hal-hal kecil non teknis pembelajaran kerap menjadi perhaian, seperi: perhaian terhadap kebiasaan siswa membantu orang tua mencari tambahan pendapatan, pendekatan keagaamaan yang di-lakukan agar anak bersekolah dan beribadah, serta perhaian hal-hal guna membuat kondisi lingkungan sekolah yang asri dan nyaman menjadi faktor non teknis yang mendorong anak tertarik dan termoivasi untuk 25 sekolah dan belajar. Kehadiran siswa juga semakin baik, semangat belajar siswa mulai meningkat, beberapa alat peraga sekolah yang selama ini idak dimanfaatkan mulai dipahami penggunaannya serta mulai tumbuhnya perhaian orang tua murid agar anaknya lebih prioritas ke sekolah.

D. Pembelajaran

Beberapa hal yang dapat ditarik sebagai pembelajaran dari Program Sangihe Mengajar adalah: 1. Memprioritaskan sumber daya lokal, calon guru berkualitas dari kabupatenkota yang bersangkutan, untuk ditempatkan sebagai tenaga pendidik di pulau- pulau dan desa terpencil. 2. Program Sangihe Mengajar merupakan satu bentuk penerapan kewenangan pemerintah daerah dalam menangani persoalan kekurangan guru di pulau- pulau dan desa terpencil. 3. Keterampilan dan pengetahuan guru yang didukung dengan pendekatan yang tepat, sangat mendukung moivasi siswa belajar. 4. Peran sebuah program bantuan donor seperi Proyek BASICS, ternyata cukup efekif sebagai pemicu, fasilitator dan inovasi prakik-prakik cerdas yang sudah dikembangkan di tempat lain dan tetap sejalan dengan program dan kebijakan pemerintah pusat.

F. Pembiayaan

Untuk mendukung pemenuhan guru di daerah terpencil dan kepulauan melalui Program Sangihe Mengajar, Proyek BASICS telah mengalokasikan dana sebesar 174,773,000,- selama Tahun 2012 dan Tahun 2013. Dana tersebut dipergunakan untuk penguatan kapasitas Dinas Dikpora, penguatan kapasitas Tim P2SM, pelaksanaan sosialisasi, seleksi dan pelaihan bagi guru, peluncuran program, honor guru, dan kegiatan pembinaan berkala. Untuk menjamin kepasian bahwa Program Sangihe Mengajar berjalan sesuai dengan yang diharapkan dengan asas efekiitas dan eisiensi serta produkif dilakukan kegiatan monitoring dan evaluasi dengan alokasi anggaran Rp. 64.240.000 . 26

G. Tesimoni

Dinas Pendidikan Kabupaten Kepulauan Sangihe Jl. Baru Tona-Tahuna Kabupaten Kepulauan Sangihe 95815 TlpFax:0432 21701; 0432 21701 E-mail: dinasdikpora-sangihe.com; htp:www.dikpora-sangihe.com Rita Mirontoneng, Guru Sangihe Mengajar di SD Inpres Mandoi Kampung Malisade, Tabukan Tenggara Program Sangihe Mengajar menempatkan Rita Mirontoneng, 29 tahun, sebagai Guru Tidak Tetap di SD Inpres Mandoi, Kampung Malisade, Kec. Tabukan Tenggara. Kehadiran Rita sebagai guru terbilang cukup berprestasi. Pasalnya, baru 2 bulan ditempatkan di sekolah tersebut Rita sudah berhasil menerapkan metode pembelajaran inovaif dan membuat proses belajar mengajar menjadi lebih menarik bagi peserta didik. Pengawas Sekolah dari Kecamatan memuji kemampuan Rita yang menjadi contoh bagi guru-guru PNS lainnya di sekolah tersebut. “Saya bangga sekali dijadikan contoh oleh Pengawas Sekolah.” Sri Abast, 29 tahun: Guru Tidak Tetap Program Sangihe Mengajar di Pulau Selengkere “Pada awal saya bertugas, masyarakat kurang menerima saya karena mereka idak percaya. Setelah mereka sering menginip sewaktu saya sedang mengajar di kelas dan anak-anak diajari Bahasa Ingris, maka mereka mulai menerima saya. Sekarang anak-anak menjadi semangat sekali bersekolah. Dulu biasa datang jam 9 karena malamnya pergi mengail ikan dengan orang tuanya, sekarang jam 7 pagi mereka sudah datang semua.” Kontak Detail 27 4.1.2 Program Basekolah: Kerjasama Mulipihak dalam Penanganan Pendidikan Anak Putus Sekolah di Kota Bitung, Sulawesi Utara. Pada tahun 2011, sebuah media lokal Kota Bitung melansir berita bahwa ditemukan 1.830 anak putus sekolah pendidikan dasar di Kota Bitung. Reaksi keraspun kemudian bermunculan dari sejumlah anggota DPRD dan Pemerintah Daerah Kota Bitung. Walikota Bitung memerintahkan jajaran di SKPD terkait untuk mengecek kebenaran data tersebut sekaligus melakukan upaya untuk mengatasi permasalahan putus sekolah pendidikan dasar di Kota Bitung. Melalui kerjasama mulipihak dan dengan dukungan Proyek BASICS, lahirlah Program Basekolah. Program ini merupakan sebuah kerjasama mulipihak antara pemerintah daerah, khususnya beberapa SKPD terkait urusan pendidikan dan penanganan kemiskinan, pemerintah kecamatan dan kelurahan, organisasi masyarakat sipil, organisasi profesi pendidikan, kelompok kepemudaan, kelompok perempuan, dan mendapatkan dukungan penuh DPRD Kota Bitung.

A. Masalah dan Peluang

Kota Bitung merupakan salah satu kota di Provinsi Sulawesi Utara dengan segudang penghargaan nasional dan internasional atas berbagai prestasi pembangunan di wilayahnya. Kemajuan kota tersebut ternyata masih menyisakan beberapa pekerjaan rumah dalam penyelenggaran pendidikan dasar yang nota bene menjadi salah satu urusan wajib pemerintah daerah. 28 Putus sekolah dapat diakibatkan dari faktor sekolah dan faktor di luar sekolah atau lingkungan siswa. Faktor sekolah sangat terkait dengan metode pembelajaran yang dapat berkontribusi mendorong siswa termoivasi untuk bersekolah. Sedangkan faktor di luar sekolah atau lingkungan, sangat banyak variabel yang mempengaruhi, seperi: tekanan ekonomi rumah tangga yang mendorong anak untuk bekerja, pergaualan lingkungan yang mempengaruhi serta moivasi siswa itu sendiri. Anak putus sekolah merupakan salah satu target pembangunan bidang pendidikan yang ditunjukan dalam Angka Partsipasi Murni APM. Target ini juga menjadi komitmen internasional yang juga termuat dalam Tujuan Pembangunan Milenium atau Millenium Development Goals MDGs. Selain anak putus sekolah, tentu saja masih terdapat hal lain yang berkontribusi bagi APM itu sendiri, yaitu penduduk yang sama sekali idak pernah bersekolah atau umumnya menjadi buta huruf. APM pendidikan dasar Kota Bitung pada Tahun 2010 adalah 92 persen atau masih ada 8 persen anak yang idak sekolah atau putus sekolah dari total 32.861 anak usia sekolah pendidikan dasar di Kota Bitung pada tahun yang sama. Temuan dan informasi anak putus sekolah yang dirilis oleh media lokal sebagaimana disebut diatas dapat dikatakan masuk akal, bahkan kemungkinan lebih dari angka yang disebutkan tersebut. Peluang utama yang menjamin dan mendukung upaya pemerintah daerah dalam pengentasan anak putus sekolah di Kota Bitung adalah program dan kebijakan nasional terkait wajib belajar sembilan tahun. Hal ini merupakan bagian yang diamanatkan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2008 tentang Wajib Belajar. Dalam rangka mendukung pemerintah daerah atas hal tersebut, pemerintah pusat juga melakukan terobosan melalui Bantuan Operasional Sekolah BOS dan Bantuan Siswa Miskin BSM Dalam rangka penanganan pendidikan anak putus sekolah di Kota Bitung dan penuntasan Program Wajib Belajar Sembilan Tahun, Pemerintah Kota Bitung bersama pihak-pihak terkait mencanangkan Program Basekolah.

B. Langkah-langkah Pelaksanaan

Berikut digambarkan langkah-langkah yang ditempuh dalam pelaksanaan Program Bitung Basekolah tersebut. 29

1. Pembentukan Kebijakan Daerah Satu langkah strategis yang

dilakukan dalam penanganan anak putus sekolah adalah membangun komitmen pemerintah daerah dan pihak-pihak terkait untuk bersama- sama menanganinya. Upaya tersebut di lakukan dengan cara pembentukan Peraturan Walikota tentang Pedoman Umum Program Penanggulangan Anak Usia Sekolah Putus Sekolah dan Surat Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Dikpora Kota Bitung untuk teknis pelaksanaanya. Langkah ini mutlak dilakukan jika akan mendorong gerakan yang lebih masif dan didukung oleh Komponen masyarakat secara lebih luas.

2. Pembentukan Tim Kerja Daerah