33
pembiayaan operasionalnya sampai Tahun 2015 adalah TPPK. Secara formalisik TPPK sudah menjadi satu bagian dari gerakan pemerintah
daerah dalam penanganan anak putus sekolah. Secara insitusi, organisasi ini tentu akan menjadi organisasi yang diharapkan mapan dan profesional.
Tentu saja untuk kearah tersebut masih dalam proses, minimal telah terbentuk tata kelola organisasi, telah memiliki pengalaman-pengalaman
organisasi dalam menangani anak putus sekolah serta keterampilan- keterampilan dalam mendukung pengembangan pendidikan melalui
dukungan Proyek BASICS maupun APBD. Semua itu menjadi modal dasar bagi individu maupun organisasi TPPK itu sendiri.
Meskipun naninya program wajib belajar sembilan tahun dan penanganan anak putus sekolah akan tercapai, persoalan pendidikan tentu akan terus
ada. Tentu saja TPPK yang memiliki pengalaman dan keterampilan akan lebih mudah melakukan penyesuaian-penyesuaian guna berkontribusi
mendukung pemecahan masalah pendidikan. Demikian juga dengan BKR, kader pendidikan yang inggal dan menjadi bagian dari mas yarakat
kelurahan, merupakan ujung tombak untuk sumber data dan informasi anak putus sekolah. Pengalaman BKR dan relasi dengan para pihak di ingkat
kelurahan akan meningkatkan eksistensi BKR sebagai agen pembangunan masyarakat pada level kelurahan.
D. Pembelajaran
1. Penanganan anak putus sekolah idak bisa semata-mata ditangani
oleh sekolah dan dinas pendidikan. Pendekatan
persuasif dan
kekeluargaan langsung pada keluarga anak putus sekolah jauh lebih efekif.
2. Peran pemerintah daerah dalam memperkuat otonomi sekolah terkait pendataan anak putus sekolah, kurikulum dan manajemen berbasis sekolah
sangat berkontribusi langsung pada upaya percepatan pencapaian SPM dan MDGs
3. Organisasi masyarakat sipil yang fokus pada bidang pendidikan dan memiliki tata ke-lola organisasi yang baik merupakan elemen pening dalam
mendukung pemerintah daerah dalam menekan angka putus sekolah.
34
E. Pembiayaan Program Basekolah
cukup efekiif untuk mengembalikan anak-anak putus sekolah dengan alokasi anggaran yang relaif idak terlalu besar untuk mencapai
visi besar dalam upaya mencetak kader bangsa yang lebih berkualitas. Ada iga komponen utama yang mendapatkan dukungan pendanaan dari Proyek BASICS,
antara lain: • Penguatan TPPK dan Kampanye Anak Putus Sekolah Kembali bersekolah
sebesar Rp. 119.638.500; • Pengembangan Data Anak Putus Sekolah berbasis Database Oline sebesar
Rp. 40.453.500; • Pelaihan Kurikulum untuk Pendidikan Sekolah Dasar sebesar Rp.
59.037.000.
F. Tesimoni
Herman Rompis Kepala Dinas Dikpora Kota Bitung:
Kolaborasi yang terjalin antara Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kota Bitung dengan TPPK, kini telah membuahkan hasil yang membanggakan. Pasalnya, Pemerintah Kota Bitung
telah mengalokasikan anggaran daerah sebesar 980 milyar pada APBD Perubahan Tahun 2013 setelah kolaborasi TPPK dan Dikpora melahirkan Peraturan Walikota Bitung Nomor
4 Tahun 2013 Tentang Pedoman Penanggulangan Anak Putus Sekolah. Kini melalui upaya TPPK, telah berhasil mengembalikan 80 anak terancam putus sekolah ke sekolah formal
pada tahun 2013
Dikpora Kota Bitung: Jl. Sam Ratulangi No, 45, Kota Bitung 95511
Tlp 0438-21882, 31882; fax. 21008 email; Contact Person: Nona Maniri HP. 08124485032
Kontak Detail
35
Program Sumikolah adalah sebuah gerakan bersama antara Pemerintah Daerah dan masyarakat Kabupaten Minahasa Utara untuk mengentaskan
anak putus sekolah. Sumikolah merupakan bahasa Tombulu-Minahasa yang berari “ke sekolah”. Penggunaan bahasa lokal dimaksudkan sebagai strategi
membangkitkan harga diri orang Minahasa yang menjunjung inggi nilai-nilai pendidikan.
Program Sumikolah sejalan dengan Program Wajib Belajar Wajar Sembilan Tahun yang dicanangkan Pemerintah pusat. Pendekatan yang dilakukan juga
menekankan pada relasi sosial antara masyarakat, tokoh masyarakat desa serta aparatur pemerintah penyelenggara layanan pendidikan.
A. Masalah dan Peluang