primary adalah terjadinya kerusakan paru yang luas dengan tanda terjadinya kavitas atau efusi pleura Hardjoeno, 2007.
3. Patogenesis
Penyakit tuberkulosis dikendalikan oleh sistem imun selular. Saat adanya infeksi oleh Mycobacterium tuberculosis, magrofag berperan sebagai agen efektor
utama dan limfosit T sebagai agen pendukung kekebalan. Magrofag dan limfosit T akan berkerjasama untuk melakukan perlindungan tubuh terhadap Mycobacterium
tuberculosis. Mycobacterium tuberculosis dapat masuk kedalam tubuh melalui tiga jalur yaitu saluran pernafasan, saluran cerna dan melalui luka terbuka di kulit Dipiro
et al, 2008. Infeksi tuberkulosis terbanyak disebabkan adanya inhalasi pada jalur
tuberkel di aleveolar dari parenkim paru-paru dan mengakibatkan terjadinya proses peradangan. Leukosit polimorfonuklear akan berusaha melawan Mycobacterium
tuberculosis, namun seringkali leukosit mengalami kegagalan dan akan digantikan oleh makrofag. Alveoli yang terserang Mycobacterium tuberculosis akan mengalami
infiltrasi dan membentuk sel tuberkel epiteloid. Limfosit akan mengelilingi sel tuberkel epiteloid dan proses nekrosis bagian sentral lesi akan mengalami pemadatan
yang disebut nekrosis kaseosa Hardjoeno, 2007.
4. Manifestasi Klinis
Gejala tuberkulosis antara lain yaitu batuk lebih dari 3 minggu dengan atau tanpa sputum, malaise, gejala flu, demam, nyeri dada, sesak nafas dan batuk darah.
a. Batuk atau batuk darah. Batuk terjadi akibat adanya iritasi pada bronkus.
Keadaan dan kondisi bronkus pada setiap penyakit tidak sama, maka kemungkinan terjadinya batuk setelah penyakit berkembang dalam jaringan,
timbul setelah berminggu-minggu atau berbulan-bulan. Sifat batuk dimulai dari batuk kering dan berlanjut menjadi batuk berdahak yang mengadung
sputum didalamnya. Batuk akan berkembang ke batuk berdarah akibat pecahnya pembuluh darah. Pecahnya pembuluh darah pada penderita
tuberkulosis karena terjadi ulkus pada dinding bronkus. b.
Malaise. Penyakit tuberkulosis merupakan penyakit yang bersifat peradangan menahun. Gejala malaise sering ditemukan berupa anoreksia, penurunan berat
badan, nyeri pada kepala, meriang, nyeri pada otot, dan sering berkeringat pada malam hari. Gejala malaise semakin lama semakin berat dan gejala ini
muncul dan hilang secara teratur. c.
Demam. Penderita tuberkulosis mengalami demam mulai dari 37,5 C sampai
dengan 41 C. Demam akan hilang dan muncul kembali sesuai daya tahan
tubuh penderita dan berat ringannya infeksi yang terjadi. d.
Nyeri dada. Nyeri dada timbul apabila infiltrasi radang sudah sampai pada bagian pleura sehingga menimbulkan pleuritis, yaitu terjadinya gesekan kedua
pleura sewaktu pasien menarikmelepas nafasnya Sukandar dkk, 2009.
5. Kategori pasien tuberkulosis
Kategori pasien tuberkulosis terbagi menjadi dua kategori. Pasien tuberkulosis kategori 1 adalah pasien baru tuberkulosis paru dengan BTA positif atau
pasien tuberkulosis baru dengan BTA negatif namun memiliki foto toraks positif atau pasien tuberkulosis ekstra paru. Pasien tuberkulosis kategori 2 adalah pasien
tuberkulosis yang telah diobati sebelumnya, namun mengalami kekambuhan, pengobatan yang gagal atau pengobatan yang terputus Dipiro et al, 2008.
6. Diagnosis tuberkulosis
a. Diagnosis pada pasien dewasa. Diagnosis pada suspek tuberkulosis dapat
ditegakkan dengan ditemukan BTA pada pemeriksaan dahak secara mikroskopis. Penderita tuberkulosis harus diperiksa 3 spesimen dahak dalam
waktu 2 hari berturut-turut, yaitu sewaktu, pagi, sewaktu SPS. Hasil pemeriksaan dinyatakan positif apabila sedikitnya dua dari tiga SPS tersebut
BTA positif Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2011. Jika hanya satu spesimen yang positif perlu diadakan lebih lanjut yaitu
foto rontgen dada atau pemeriksaan SPS diulang. Jika hasil foto rontgen mendukung tuberkulosis, maka penderita didiagnosis sebagai penderita
tuberkulosis BTA positif. Jika dalam rontgen tidak mendukung tuberkulosis maka pemeriksaan lain dapat dilakukan. Alur diagnosis tuberkulosis pada
dewasa dapat dilihat pada Gambar 1 Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2011.