Jenis interaksi obat Interaksi Obat

jaringan tubuh. Distribusi obat adalah perjalanan obat dari darah ke beberapa jaringan tubuh seperti lemak, otot dan jaringan otak. Obat masuk ke dalam jaringan yang berbeda memiliki kecepatan yang berbeda tergantung pada kecepatan obat menembus membran Tatro, 2007. Terjadi interaksi pada fase distribusi jika dua obat yang berikatan tinggi dengan protein atau albumin bersaing untuk mendapatkan tempat pada protein atau albumin di dalam plasma. Akibatnya terjadi penurunan dalam pengikatan dengan protein pada salah satu atau kedua obat itu sehingga lebih banyak obat bebas yang bersikulasi dalam plasma dan meningkatkan kerja obat, efek ini dapat menimbulkan toksisitas obat Syamsudin, 2011. 3 Interaksi obat pada tahap metabolisme Proses metabolisme adalah proses mengubah obat yang masuk ke dalam tubuh menjadi lebih polar agar dapat dieksresikan oleh ginjal dan menghasilkan metabolit inaktif. Terdapat dua fase pada proses metabolisme obat yaitu fase I terdiri dari reaksi oksidasi, reduksi dan hidrolisis sedangkan fase II terdiri dari reaksi konjugasi. Reaksi fase I bertujuan mengubah obat menjadi senyawa yang lebih polar dan reaksi fase II bertujuan membuat senyawa menjadi inaktif Syamsudin, 2011. Didalam proses metabolisme, sitokrom P450 CYP450 dan keluarganya merupakan enzim-enzim yang berperan penting dalam proses metabolisme fase I. Suatu obat dapat meningkatkan metabolisme obat lain dengan cara menginduksi atau menginhibisi enzim-enzim CYP450 dan isoenzimnya. Inhibitor enzim merupakan obat yang dapat menurunkan metabolisme obat lain dengan cara menginhibisi enzim- enzim di hati Becker, 2011. Jika suatu obat dikombinasikan dengan inhibitor enzim pemetabolisme obat tersebut maka proses metabolisme obat akan menurun dan memperlambat proses eliminasi obat serta meningkatkan konsentrasi dan efek obat di dalam plasma. Proses metabolisme obat yang meningkat akan mempercepat proses eliminasi obat serta menurunkan konsentrasi obat di dalam plasma, yang berakibat menurunkan efek obat Syamsudin, 2011. 4 Interaksi pada proses ekskresi Ekskresi obat sebagian besar terjadi lewat ginjal melalui urin dan melalui empedu. Interaksi pada proses ekskresi dapat terjadi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu perubahan pH urin, perubahan ekskresi empedu dalam bentuk siklus enterohepatik, perubahan ekskresi aktif pada tubulus ginjal dan perubahan aliran darah ginjal Baxter, 2010. a Perubahan ekskresi aktif pada tubular ginjal. Obat yang memiliki mekanisme transport yang sama dalam tubulus ginjal, dapat mengakibatkan penurunan ekskresi obat satu sama lain melalui kompetisi dalam berikatan Syamsudin, 2011. b Perubahan pH urin. Obat adalah suatu asam lemah atau basa lemah, ketika urin bersifat basa maka obat-obatan basa lemah akan direabsorpsi kedalam tubulus distal. pH urin dapat bervariasi sesuai dengan makanan yang dikonsumsi, variasi pH urin berkisar antara 4,5 –8,0. Ketika pH urin asam maka obat-obat yang bersifat basa akan lebih mudah diekskresikan. Pada suasana basa atau nilai pH tinggi, obat asam lemah yang memiliki pKa 3-7 sebagian besar berada dalam bentuk terion dan tidak larut dalam lemak, sehingga obat tidak dapat berdifusi ke dalam sel tubulus ginjal dan akan tetap berada dalam urin dan dikeluarkan dari tubuh Syamsudin, 2011. Obat yang bersifat basa lemah dengan nilai pKa 7,5-10,5 dalam suasana basa akan berada dalam bentuk tidak terionisasi dan terlarut dalam lemak. Hal tersebut mengakibatkan obat dapat berdifusi ke dalam sel tubulus ginjal dan terjadi peningkatan konsentrasi obat. Sebaliknya pada saat suasana urin asam maka obat yang bersifat basa tersebut akan lebih mudah diekskresikan Syamsudin, 2011. b Interaksi obat secara farmakodinamik. Interaksi obat secara farmakodinamik adalah interaksi antar obat yang menyebabkan terjadinya perubahan respon pasien terhadap satu obat atau lebih yang diberikan secara bersamaan tanpa mempengaruhi parameter farmakokinetik obat tersebut. Interaksi farmakodinamik menimbulkan efek-efek obat yang aditif, sinergis atau antagonis jika dua obat atau lebih yang mempunyai kerja yang serupa atau tidak serupa diberikan Tatro, 2007. 1 Efek obat sinergis. Interaksi obat sinergis terjadi ketika dua obat atau lebih yang tidak memiliki atau memiliki efek farmakologi yang sama diberikan secara bersamaan akan memperkuat efek obat lain dan dapat menimbulkan peningkatan efek yang signifikan. Efek yang dihasilkan dapat merupakan efek yang diinginkan atau yang tidak diinginkan yang berbahaya bagi pasien yang mengkonsumsi obat tersebut Tatro, 2007. 2 Efek obat aditif. Interaksi yang terjadi pada dua atau lebih obat yang memiliki efek terapeutik yang sama saat diberikan secara bersamaan. Efek yang dihasilkan dari pemberian obat-obat tersebut secara bersamaan merupakan jumlah dari efek kedua obat yang digabungkan secara tersendiri sesuai dengan dosis yang digunakan. Efek yang terjadi tersebut dapat merupakan efek yang diinginkan atau tidak diinginkan Syamsudin, 2011. 3 Efek obat antagonis. Efek yang dihasilkan dari interaksi obat yang terjadi antara dua atau lebih obat yang memiliki efek antagonis atau efek farmakologi yang berlawanan. Efek dari obat-obat yang berinteraksi tersebut akan saling meniadakan efek obat satu sama lain jika diberikan secara bersamaan Syamsudin, 2011. c Interaksi farmasetik. Interaksi farmasetik merupakan interaksi yang terjadi karena pencampuran obat secara langsung baik fisik atau kimiawi. Hasil dari interaksi tersebut adalah terjadi pembentukan endapan, perubahan warna dan mungkin dapat tidak terlihat. Interaksi farmasetik terjadi di luar tubuh sebelum obat diberikan Nah, 2007.

2. Kategori signifikansi klinis interaksi obat

Berdasarkan Chelmow et al. 2014, kategori signifikansi klinis interaksi obat dapat dibedakan menjadi tiga kategori yaitu serius, signifikan dan minor. Kategori signifikansi klinis interaksi obat serius adalah kombinasi obat tidak dapat digunakan karena dapat membahayakan keadaan pasien, sehingga dibutuhkan alternatif untuk pemilihan obat lain yang tidak membahayakan kondisi pasien Chelmow et al., 2014. Kategori signifikansi klinis interaksi obat signifikan diperlukan adanya modifikasi dosis dan modifikasi waktu pemberian antara kedua obat, serta diperlukan monitoring khusus pada kombinasi obat yang diberikan. Kategori signifikansi klinis interaksi obat minor adalah kombinasi obat dapat diberikan kepada pasien karena tidak menimbulkan efek yang membahayakan bagi pasien Chelmow et al., 2014. Berdasarkan Tatro 2007, kategori signifikansi klinis interaksi obat dapat dibedakan menjadi lima kategori meliputi kategori signifikansi klinis 1, kategori signifikansi klinis 2, kategori signifikansi klinis 3, kategori signifikansi klinis 4, dan kategori signifikansi klinis 5 yang didasarkan pada onset, tingkat keparahan interaksi dan dokumentasi. Onset adalah kecepatan efek klinis dari interaksi obat yang berpengaruh pada tingkat keparahan, sehingga diperlukan tindakan pencegahan untuk menghindari efek dari interaksi tersebut. Onset interaksi cepat ditandai dengan timbulnya efek interaksi obat yang terlihat dalam waktu kurang dari 24 jam setelah pemberian obat. Pada onset interaksi obat cepat perlu dilakukan penanganan medis untuk mencegah timbulnya efek dari interaksi tersebut. Onset interaksi lambat ditandai dengan timbulnya efek dari interaksi obat yang terlihat dalam waktu lebih dari 24 jam setelah pemberian obat. Pada onset interaksi lambat tidak perlu dilakukan penanganan medis untuk mencegah timbulnya efek dari interaksi tersebut Tatro, 2007. Tingkat keparahan interaksi adalah suatu potensi keparahan yang ditimbulkan akibat interaksi obat. Tingkat keparahan interaksi obat digunakan untuk menilai risiko dan manfaat terapi yang telah diberikan. Dilakukan penyesuaian dosis atau modifikasi waktu atau jalur administrasi pemberian obat agar efek negatif dari interaksi obat dapat dihindari Tatro, 2007. Tingkat keparahan interaksi obat dibedakan menjadi tiga yaitu major, moderat dan minor. Tingkat keparahan major interaksi obat berpotensi mengancam nyawa atau dapat menyebabkan kerusakan permanen. Tingkat keparahan moderat interaksi obat menyebabkan penurunan kondisi klinis pasien sehingga diperlukan terapi tambahan untuk menangani interaksi obat yang terjadi, sedangkan tingkat keparahan minor interaksi obat menghasilkan efek yang relatif ringan dan tidak diperlukan pengobatan tambahan Tatro, 2007. Dokumentasi adalah tingkat kepercayaan bahwa interaksi obat dapat menyebabkan perubahan pada suatu respon klinis. Tingkat dokumentasi adalah evaluasi kualitas dan relevansi klinis dari pustaka utama yang mendukung terjadinya interaksi. Lima tingkat dokumentasi interaksi obat yaitu established, probable, suspected, possible, dan unlikely Tatro, 2007. Tingkat dokumentasi established adalah interaksi obat yang sangat jelas terjadi, yang terbukti terjadi secara klinis berdasarkan hasil banyak penelitian. Tingkat dokumentasi probable adalah interaksi obat dapat terjadi, namun tidak terbukti secara klinis. Tingkat dokumentasi suspected adalah interaksi obat diduga dapat terjadi, terdapat beberapa penelitian yang memerlukan studi lebih lanjut untuk memastikan interaksi obat yang terjadi. Tingkat dokumentasi possible adalah interaksi obat yang belum pasti dapat terjadi, terdapat data penelitian yang mendukung namun sangat terbatas. Tingkat dokumentasi unlikely adalah interaksi obat kemungkinan tidak terjadi, tidak terdapat bukti terjadinya perubahan efek klinis pada pasien Tatro, 2007. Berdasarkan Tatro 2007, signifikansi klinis interaksi obat dapat dirangkum sebagai berikut: 1. Kategori signifikansi klinis 1, tingkat keparahan major adalah risiko yang ditimbulkan berpotensi mengancam jiwa individu atau dapat menyebabkan kerusakan yang permanen, sehingga kombinasi obat harus dihindari. Dokumentasi mengenai interaksi obat meliputi established, probable atau suspected. 2. Kategori signifikansi klinis 2, tingkat keparahan moderat adalah risiko yang ditimbulkan dapat menyebabkan terjadinya penurunan dari kondisi klinis pasien sehingga dibutuhkan terapi tambahan atau perawatan di rumah sakit. Dokumentasi mengenai interaksi obat meliputi established, probable atau suspected.

Dokumen yang terkait

Evaluasi penggunaan obat antihipertensi pada pasien geriatri di Instalasi Rawat Inap RSUD Panembahan Senopati Bantul.

0 1 50

Evaluasi peresepan antibiotika pada pasien diare dengan metode gyssens di instalasi rawat inap RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta periode April 2015.

0 4 213

Evaluasi interaksi penggunaan obat hipoglikemi pada pasien rawat inap di Bangsal Cempaka RSUD Panembahan Senopati Bantul periode Agustus 2015.

0 1 92

Evaluasi interaksi penggunaan obat antihipertensi pada pasien rawat inap di Bangsal Cempaka RSUD Panembahan Senopati Bantul periode Agustus 2015.

0 4 109

Evaluasi penggunaan obat Hipoglikemia pada pasien di instalasi rawat inap bangsal Bakung RSUD Panembahan Senopati Bantul Periode Agustus 2015.

1 6 117

Studi literatur interaksi obat pada peresepan pasien gagal ginjal kronik di instalasi rawat jalan RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta periode Desember 2013.

7 45 147

Evaluasi penggunaan obat antihipertensi pada pasien geriatri di Instalasi Rawat Inap RSUD Panembahan Senopati Bantul

0 0 48

Studi pustaka interaksi obat pada peresepan pasien tuberkulosis di Instalasi Rawat Jalan RSUD Panembahan Senopati Bantul periode Oktober-Desember 2013 - USD Repository

0 0 140

Studi literatur interaksi obat pada peresepan pasien diabetes melitus tipe 2 di Instalasi Rawat Jalan RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta periode Desember 2013 - USD Repository

0 1 205

Studi literatur interaksi obat pada peresepan pasien hipertensi di Instalasi Rawat Jalan RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta periode Desember tahun 2013 - USD Repository

0 0 144