Strategi pengobatan Pengobatan Tuberkulosis

alternatif untuk rifampicin dalam pengobatan kombinasi OAT Departemen Kesehatan Republik Indonsia, 2011. Tabel II. Golongan Obat Anti Tuberkulosis OAT Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2011 Golongan I lini pertama Golongan II lini kedua Golongan III golongan floroquinolone Golongan IV bekteriostatik lini kedua Golongan IV non WHO Isoniazid, rifampicin, pyrazinamid, ethambutol, streptomycin Kanamycin, amikacin, capreomycin Ofloxacin, levofloxacin, moxifloxacin Ethionamide, prothionamide, cycloserine, para amino salisilat, terizidone Clofazimine, linezolid, amoxilin- clavulanate, thioacetazone, clarithromycin, imipenem Panduan OAT-FDC yang digunakan berdasarkan Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis 2011 yaitu pasien tuberkulosis kategori 1 mendapat terapi 2HRZE4HR3, pasien tuberkulosis kategori 2 mendapat terapi 2HRZESHRZE5HR3E3, kategori anak 2HRZ4HR dan kategori sisipan. Dosis OAT disesuaikan dengan berat badan pasien dan dikemas dalam 1 paket untuk 1 pasien Departemen Kesehatan Republik Indonsia, 2011. Paket kombipak terdiri dari obat lepas yang dikemas dalam 1 blister harian, yaitu rifampicin, isoniazid, pyrazinamid, dan ethambutol. Sedangkan OAT FDC dan penggunaannya dijelaskan antara lain sebagai berikut. 1 Kategori 1: 2HRZE4HR3 Tahap intensif diberikan 2HRZE, lama pengobatan 2 bulan dan pengobatan diberikan harian yang terdiri dari rifampicin, isoniazid, pyrazinamid, dan ethambutol berbentuk FDC. Tahap lanjutan adalah 4HR3, lama pengobatan 4 bulan. Pengobatan diberikan 3 kali seminggu. Isoniazid dan rifampicin diberikan dalam bentuk FDC Departemen Kesehatan Republik Indonsia, 2011. Tabel III. Dosis OAT FDC pasien tuberkulosis kategori 1 Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2011 Berat badan Tahap intensif tiap hari selama 56 hari HRZE 15075400275 Tahap lanjutan 3 kali seminggu selama 16 minggu HR 150150 30-37 kg 4FDC 2 tablet 2FDC 2 tablet 38-54 kg 4FDC 3 tablet 2FDC 3 tablet 55-70 kg 4FDC 4 tablet 2FDC 4 tablet ≥71 kg 4FDC 5tablet 2FDC 5 tablet 2 Kategori 2: 2HRZESHRZE5HR3E3 Tahap intensif diberikan 2HRZESHRZE, lama pengobatan 3 bulan. Rifampicin, isoniazid, pyrazinamid, dan ethambutol diberikan dalam bentuk FDC dan streptomycin diberikan selama 2 bulan pertama dalam bentuk suntikan setiap hari. Tahap lanjutan adalah 5HR3E3, lama pengobatan 5 bulan. Isoniazid dan rifampicin diberikan dalam bentuk FDC dan ethambutol diberikan secara lepas. Pengobatan diberikan 3 kali seminggu. Tabel IV. Dosis OAT FDC pasien tuberkulosis kategori 2 Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2011 Berat Badan Tahap lanjutan 3 kali dalam seminggu HR 150150 + E 275 Selama 56 hari Selama 28 hari Selama 20 minggu 30-37 kg 4FDC 2 tab + 500 mg streptomycin inj. 4FDC 2 tab 2FDC 2 tab + 2 tab Ethambutol 38-54 kg 4FDC 3 tab + 750 mg streptomycin inj. 4FDC 3 tab 2FDC 3 tab + 3 tab ethambutol 55-70 kg 4FDC 4 tab + 1000 mg streptomycin inj. 4FDC 4 tab 2 FDC 4 tab + 4 tab ethambutol ≥71 kg 4FDC 5 tab + 1000 mg streptomycin inj. 4FDC 5 tab 2FDC 5 tab + 5 tab ethambutol 3 Kategori anak Pada sebagian besar kasus tuberkulosis anak, pengobatan cukup dilakukan selama 6 bulan dan dievaluasi setiap 2 bulan. Setelah pemberian obat 6 bulan, lakukan evaluasi baik klinis maupun pemeriksaan penunjang. Evaluasi klinis tuberkulosis anak merupakan parameter terbaik untuk menilai keberhasilan pengobatan. Prinsip pengobatan tuberkulosis anak adalah menggunakan 3 jenis obat dalam waktu 6 bulan. OAT pada anak diberikan Tahap intensif HRZE 15075400275 + S setiap hari, baik pada tahap intensif maupun tahap lanjutan dan dosis obat harus disesuaikan dengan berat badan anak Departemen Kesehatan Republik Indonsia, 2011. Gambar 2. Alur tatalaksana pasien tuberkulosis anak Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2011 Tabel V. Dosis OAT pada anak Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2011 Jenis obat Berat badan 10 kg Berat badan 10-19 kg Berat badan 20-32 kg Rifampicin 75 mg 150 mg 200 mg Isoniazid 50 mg 100 mg 300 mg Pyrazinamid 150 mg 300 mg 600 mg Skor 6 Beri OAT selama 2 bulan dan dievaluasi Respon + Teruskan terapi, sambil mencari penyebabnya Respon - Terapi diteruskan 4 OAT sisipan OAT sisipan sama seperti pengobatan pada pasien tuberkulosis kategori 1 tahap intensif yang diberikan selama 28 hari. Penggunaan OAT golongan II lini kedua seperti kanamicin tidak dianjurkan kepada pasien baru tanpa indikasi yang jelas karena potensi obat tersebut jauh lebih rendah daripada OAT golongan I lini pertama dan dapat menyebabkan risiko resistensi pada OAT golongan II lini kedua Departemen Kesehatan Republik Indonsia, 2011. Tabel VI. Dosis OAT FDC sisipan Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2011 Berat badan Tahap intensif tiap hari selama 28 hari HRZE 15075400275 30-37 kg 4FDC 2 tablet 38-54 kg 4FDC 3 tablet 55-70 kg 4FDC 4 tablet ≥71 kg 4FDC 5 tablet

C. Interaksi Obat

Interaksi obat adalah fenomena perubahan efek atau farmakokinetik dari suatu obat yang disebabkan oleh obat lain ketika diberikan secara bersamaan. Interaksi obat yang terjadi dapat membahayakan atau mengurangi khasiat dari suatu obat. Namun juga dapat terjadi interaksi obat yang menguntungkan atau yang diinginkan Becker, 2011.

1. Jenis interaksi obat

Terdapat tiga jenis interaksi obat yaitu interaksi farmakokinetik, interaksi farmakodinamik dan interaksi farmasetik. a. Interaksi farmakokinetik. Obat dapat dikatakan berinteraksi melalui interaksi farmakokinetik apabila interaksi antara dua obat atau lebih mempengaruhi proses absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi salah satu obat atau lebih di dalam tubuh Hacker, 2009. Interaksi dapat diukur pada perubahan parameter farmakokinetik yaitu konsentrasi maksimal Cmax, konsentrasi obat di dalam tubuh persatuan waktu AUC, waktu paruh eliminasi dan total obat yang diekskresikan lewat urin Cl Tatro, 2007. 1 Interaksi pada proses absorpsi Interaksi pada proses absorpsi adalah ketika dua obat atau lebih digunakan pada waktu yang bersamaan, maka laju absorpsi dari salah satu atau kedua obat mengalami perubahan. Interaksi pada proses absorpsi dapat dipengaruhi oleh perubahan pada pH saluran pencernaan, kelarutan obat, metabolisme saluran pencernaan, flora usus, mukosa usus, adsorpsi, khelasi, perubahan motilitas saluran pencernaan, induksi atau inhibisi dari protein transporter obat, malabsorpsi yang disebabkan oleh obat dan mekanisme kompleks lainnya Tatro, 2007. Salah satu obat dapat menghambat, menurunkan atau meningkatkan laju absorpsi obat yang lain. Hal ini dapat terjadi dengan cara memperpendek atau memperpanjang waktu pengosongan lambung dengan menambah pH lambung dan dengan membentuk kompleks dengan obat. Obat-obatan yang dapat meningkatkan kecepatan pengosongan lambung seperti laksatif, narkotik dan antikolinergik dapat meningkatkan motilitas lambung dan usus halus sehingga dapat menyebabkan peningkatan laju absorpsi obat Syamsudin, 2011. Interaksi obat pada proses absorpsi terjadi di dalam usus halus. Usus merupakan lokasi utama untuk absorpsi obat karena wilayah absorpsi yang sangat luas, daya serap obat yang lebih tinggi dan jumlah aliran darah melalui kapiler usus lebih besar sehingga obat yang diserap dapat diangkut ke sirlukasi sistemik Syamsudin, 2011. Pada perubahan motilitas saluran pencernaan, respon suatu obat dapat berubah karena terdapat obat lain yang mengubah motilitas saluran pencernaan. Apabila waktu transit obat ke dalam saluran pencernaan mengalami peningkatan atau terjadi penurunan maka obat akan terabsorpsi cepat atau lambat Albert, 2008. 2 Interaksi pada proses distribusi Setelah obat mengalami proses absorpsi ke dalam darah maka obat tersebut akan bersirkulasi secara cepat ke seluruh jaringan tubuh, saat darah mengalami sirkulasi obat bergerak dari aliran darah kemudian masuk ke

Dokumen yang terkait

Evaluasi penggunaan obat antihipertensi pada pasien geriatri di Instalasi Rawat Inap RSUD Panembahan Senopati Bantul.

0 1 50

Evaluasi peresepan antibiotika pada pasien diare dengan metode gyssens di instalasi rawat inap RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta periode April 2015.

0 4 213

Evaluasi interaksi penggunaan obat hipoglikemi pada pasien rawat inap di Bangsal Cempaka RSUD Panembahan Senopati Bantul periode Agustus 2015.

0 1 92

Evaluasi interaksi penggunaan obat antihipertensi pada pasien rawat inap di Bangsal Cempaka RSUD Panembahan Senopati Bantul periode Agustus 2015.

0 4 109

Evaluasi penggunaan obat Hipoglikemia pada pasien di instalasi rawat inap bangsal Bakung RSUD Panembahan Senopati Bantul Periode Agustus 2015.

1 6 117

Studi literatur interaksi obat pada peresepan pasien gagal ginjal kronik di instalasi rawat jalan RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta periode Desember 2013.

7 45 147

Evaluasi penggunaan obat antihipertensi pada pasien geriatri di Instalasi Rawat Inap RSUD Panembahan Senopati Bantul

0 0 48

Studi pustaka interaksi obat pada peresepan pasien tuberkulosis di Instalasi Rawat Jalan RSUD Panembahan Senopati Bantul periode Oktober-Desember 2013 - USD Repository

0 0 140

Studi literatur interaksi obat pada peresepan pasien diabetes melitus tipe 2 di Instalasi Rawat Jalan RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta periode Desember 2013 - USD Repository

0 1 205

Studi literatur interaksi obat pada peresepan pasien hipertensi di Instalasi Rawat Jalan RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta periode Desember tahun 2013 - USD Repository

0 0 144