64
Pendidikan dan Kebudayaan dan hal lainnya adalah para guru tidak mau membiarkan anak didiknya tersesat dengan keaaan ini, sehingga para guru
berusaha senmaksimal mungkin untuk menrapkan K-13 meskipun dalam keadaan terpaksa.
b. Pelatihan dan Pendampingan Guru
Sejak persiapan implementasi K-13 SMA di Kabupaten Belu telah melakukan pelatihan guru, kepala sekolah dan pengawas. Pelatihan
dilakukan secara berjenjang dan kerkesinambungan. Pelatihan untuk implementasi K-13 diselenggarakan oleh LPMP, Diknas maupun sekolah
secara mandiri, sehingga dalam waktu singkat Kabupaten Belu telah mampu menyelenggarakan pelatihan yang cukup signifikan.
Data mengenai pelatihan dan pendampingan guru diperoleh dari pembagian kuesioner dan wawancara dengan responden. Kuesioner
dibagikan kepada kepala sekolah, guru dan pengawas. Dalam aspek pelatihan terdapat 5 indikator yaitu:
1 Keseuaian materi pelatihan yang diberikan dengan kebutuhan guru
dalam proses pembelajaran 2
Kesesuaian kompetensi instruktor yang memberi pelatihan dengan materi pelatihan yang diberikan
3 Kesesuaian alokasi waktu yang disediakan dengan materi pelatihan
4 Penyampaian materi tentang softskill kepemimpinan, kepribadian, dll
dalam pelatihan 5
Penekanan pentingnya pengembangan karakter anak didik dalam K-13 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
Sedangkan dari aspek pendampingan, hanya 1 indikatornya yaitu : kunjungan dan pendampingan yang dilakukan oleh tim dari Provinsi atau
Kabupaten kepada bapakibu guru selama implementasi K-13. Berdasarkan hasil analisis data diperoleh persentase persepsi kepala
sekolah, guru dan pengawas terhadap penyelenggaraan pelatihan adalah sebagai berikut
Tabel 4.2 Tabel Skor Nilai aspek Pelatihan
No Responden Jumlah n N
DP Kesimpulan
1 Kepala
Sekolah 7
38 56
67, 85 Baik
2 Guru
70 1120
1400 80
Sangat Baik 3
Pengawas 2
19 24
79,17 Baik
Jumlah 79
75, 67 Cukup Baik
Keterangan : n:
Skor nilai yang diperoleh dari jawaban responden N
: Skor ideal seluruh responden. Untuk aspek pelatihan karena seluruh pertanyaan dalam kuesioner berjumlah 5 maka dikalikan
dengan 5, sedangkan untuk kepala sekolah dikalikan 2 karena jumlah pertanyaannya berjumlah dua.
DP :Deskripsi Persentase
Mencermati data penelitian di atas dapat dipastikan bahwa pelaksanaan pelatihan terhadap guru dan kepala sekolah dari persepsi
66
kepala sekolah berjalan dengan baik yaitu sebesar 67, 85. Sedangkan menurut pendapat dan persepsi para guru, pelatihan berjalan sangat baik
dengan persentase yang diperoleh sebesar 80. Mengkonfirmasi data yang diperoleh dari guru dan kepala sekolah, peneliti membagikan
kuesioner kepada pengawas sebagai supervisor, auditor dan sekaligus sebagai pengawas bagi para guru dan kepala sekolah. Dari kuesioner
yang dibagikan diperoleh hasil sebesar 79, 16. Jadi dapat dikatakn bahwa pelatihan yang dilaksanakan dalama rangka implementasi K-13 di
Kabupaten Belu berjalan dengan baik dengan rata-rata persentase hasil penelitian 75, 67.
Sedangkan berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti mengenai dimensi pelatihan yang diberikan kepada para guru ada
berbagai macam pandangan yang berbeda mengenai hal ini. Penjelasan yang diperoleh peneliti dari hasil wawancara adalah sebagai
berikut: “Menurut saya pelatihan dan pendampingan yang diberikan
sangat sesuai dengan apa yang kami para guru butuhkan di lapangan ketika harus mendidik anak-anak dengan kurikulum
yang baru. Sedangkan waktu yang disediakan untuk pelatihan masih sangat kurang karena kami dipaksa untuk memahami
memahami materi K-13 dalam waktu yang relatif singkat yaitu 3 hari pelatihan. Hal ini membuat kami mengalami kesulitan dalam
pengembangan K-13 terutama dalam hal penilaian karena banyak aspek baru yang muncul dalam format peni
laian” Rio Kali, S.Pd, Guru Bahasa Inggris SMA I Tasifeto Timur.
Senada dengan hal ini, kepala sekolah SMA Mgr Gabriel Manek Lahurus Bapak Videlis Bau menambahkan bahwa staf gurunya
mengalami kesulitan dalam hal penilaian karena alokasi waktu pelatihan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
yang singkat dan tidak adanya pelatihan khusus soal apek aspek dalam K-13.
“Guru-guru saya banyak mengeluhkan tentang format penilaian dalam K-13 yang menuntut guru guru untuk melakukan penilaian
kepada para siswa dari banyak aspek. Setelah saya mencari tahu apa akar masalahnya akhirnya saya menemukan bahwa yang
menjadi persoalan adalah waktu pelatihan yang singkat dan materi dipaparkan secara umum saja, dalam hal ini tidak dibagi
dalam dimensi-
dimensi menurut kurikulum yang baru”. Videlis Bau, S. Ag, Kepala sekolah SMAK Gabriel Manek-
Lahurus. Pada dimensi pendampingan dari tim Kabupaten atau Propinsi
diperoleh hasil sebagai berikut: dari kuesioner yang dibagikan kepada para guru diperoleh hasil 48,31. Sedangkan hasil olah data mengenai
pelatihan persepsi kepala sekolah adalah 46,45. Persensentase rata-rata yang diperoleh dari analisa data adalah 44,88. Nampak bahwa
pendampingan terhadap implementasi K-13 di tingkat SMA di Kabupaten Belu berjalan kurang baik.
Hasil wawancara dengan para guru dan para kepala sekolah juga menggambarkan dengan jelas kondisi real di lapangan terkait
pendampingan pelaksanaan K-13. “Selama 6 bulan kami menjalankan K-13, kami tidak pernah
mendapat kunjungan dari Pendamping K-13 dari Kabupaten ataupun Provinsi. Dan hari ini saya kaget dan baru mengetahui
bahwa ternyata dalam K-13 ada Tim pendamping yang rutin mengunjungi sekolah untuk melihat penerapan K-13
” Yohanes Bau Mali,S.Pd, Kepala Sekolah SMAN I Lamaknen.
“Tidak pernah ada yang mengunjungi sekolah kami untuk melihat perkembangan penerapan K-13. Kami dengan para gury
saling bahu membahu untuk menyelesaikan persoalan yang PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
muncul dalam penerapan K-13. Ada pengawas yang datang itu pun bukan untuk mendampingi kami tetapi untuk melakukan
supervisi”. Prima Tae, S.Pd, Guru SMA Stella Gratia Atambua.
“Kami tidak pernah melakukan pengawasan dan pendampingan secara khusus ke sekolah-sekolah. Kami hanya melakukan
supervisi secara umum ke sekolah-sekolah. Selain karena jarak yang lumayan jauh kalo ke luar kota, juga karena kami tidak
dibiayai. Kami hany
a mengharapkan gaji bulanan kami”. Marsel Bau, Pengawas Tingkat SMA Kabupaten Belu.
Menurut Pangabean 2004 pelatihan dapat didefinisikan sebagai suatu cara yang digunakan untuk memberikan atau meningkatkan
keterampilan yang dibutuhkan untuk melaksanakan pekerjaan. Pelatihan bisa diartikan juga sebagai kesiapan. Menurut Arikunto 2011, kesiapan
adalah suatu kompetensi, sehingga seseorang yang mempunyai kompetensi bararti seseorang tersebut memiliki kesiapan yang cukup
untuk berbuat sesuatu. Kesiapan tersebut mulai dari pemahaman, mental, maupun kemampuan guru yang berasal dari dalam diri guru itu sendiri
dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Pelatihan yang dilakukan di Kabupaten Belu dalam rangka
pengembangan K-13
merupakan persiapan
dalam menghadapi
implementasi K-13. Bagi banyak guru menilai pelatihan berjalan dengan cukup baik lihat tabel pelatihan di atas. Hal ini dilandaskan pada
pengalaman dan pengetahuan yang diperoleh para guru setelah mengikuti pelatihan. Tetapi bagi segelintir guru merasa bahwa pelatihan ini berjalan
kurang baik dengan berbagai alasan yang mendasarinya diantaranya alokasi pelatihan yang terlalu singkat, pelatihan hanya berfokus pada
69
pengetahuan umum seputar K-13 dan instruktur pelatihan yang kurang menguasai materi pelatihan. Akibatnya adalah banyak guru yang merasa
kesulitan dalam mengaplikasikan materi pelatihan khususnya dalam aplikasi penilaian. Kesulitan-kesulitan ini sekaligus memotret bahwa
pelatihan berjalan kurang baik dan kurang terfokus pada seluruh aspek dalam pengembangan K-13.
Tabel 4.3 Tabel Skor Nilai Aspek Pendampingan
No Responden Jumlah n N
DP Kesimpulan
1 Kepala
Sekolah 7
10 28
35,71 Kurang Baik
2 Guru
70 109 280 38,92
Kurang Baik Jumlah
77 37,31
Kurang Baik
Keterangan n
: Skor nilai yang diperoleh dari jawaban responden N
: Skor ideal seluruh responden. untuk aspek pendampingan, jumlah pertanyannya adalah 1 sehingga akan dikali 1.
DP : Deskripsi Persentase
Sedangkan dari seluruh aspek evaluasi, aspek pendampingan memperoleh skor terendah yaitu 44, 48 lihat tabel 4.3. Padahal jika
dilihat, aspek pendampingan menjadi salah satu aspek penentu dalam menyukseskan implementasi K-13. Pendampingan bertujuan untuk
70
memperoleh hasil implementasi dari setiap sekolah, untuk memngetahui perkembangan setiap sekolah dalam implementasi K-13. Dari
pendampingan, para siswa, guru dan kepala sekolah bisa menyampaikan kesulitan yang mereka hadapi dalam implementasi K-13. Para guru
secara jujur mengatakan bahwa tidak pernah ada tim pendamping yang datang ke sekolah mereka. Para pengawas juga ketika dikonfirmasi
mengatakan hal yang sama dengan alasan jarak yang terlalu jauh. Untuk mengatasi persoalan di atas, beberapa hal kongkrit yang
harus dilaksanakan di Kabupaten Belu terkait dengan pelatihan dan pendampingan adalah:
1 Pelatihan harus difokuskan pada seluruh aspek pengembangan K-13
mulai dari aspek layanan kesiswaan, proses pembelajaran hingga aspek penilaian.
2 Waktu pelaksanaan harus disusun sesuai rencana dan kebutuhan
sosialisasi dan tingkat pemahaman peserta sosialisasi guru. 3
Perlu adanya persiapan yang matang dari para instruktur sebelum memberi pelatihan kepada para guru
4 Dibentuk tim khusus pendamping K-13 di setiap Kabupaten untuk
mendampingi sekolah-sekolah secara khusus SMA di Kabupaten Belu dalam mengimplementasikan K-13 dan dibuat jadwal
kunjungan dan pendampingan tetap ke sekolah-sekolah di Kabupaten belu
71
c. Manajemen Pembelajaran