Sarana Prasarana Evaluasi Konteks contex

48 dilakukan untuk mengkaji keterlaksanaan dan dampak dari penerapan kurikulum. Model evaluasi yang digunakan peneliti untuk memperoleh data mengenai implementasi kurikulum di tingkat Sekolah Menengah Atas SMA di Kabupaten Belu adalah model CIPP. Sesuai dengan namanya, model ini terbentuk dari 4 jenis evaluasi yaitu evaluasi konteks context, masukan input, pelaksanaan process, dan hasil product yang dikembangkan kali pertama oleh Stufflebeam 1971.

1. Evaluasi Konteks contex

Arikunto 2009 menjelaskan bahwa, evaluasi konteks adalah upaya untuk menggambarkan dan merinci lingkungan kebutuhan yang tidak terpenuhi, populasi dan sampel yang dilayani, dan tujuan proyek. Indikator dalam evaluasi konteks adalah: a. Keadaan sekolah yang bersangkutan :sarana prasarana yang ada di sekolah tersebut b. Pemahaman guru tentang K-13, c. Pemahaman siswa tentang K-13 d. Keterlibatan komite sekolah dalam pengembangan kurikulum.

a. Sarana Prasarana

Menurut Syarief 2012, sarana dan prasarana dalam konteks pendidikan adalah semua fasilitas yang diperlukan dalam proses belajaran mengajar, baik yang bergerak maupun tidak bergerak, yang secara langsung ataupun tidak langsung dapat berpengaruh terhadap tujuan 49 pendidikan. Pengadaan sarana-prasarana sangat ditekankan dalam K-13. Dalam penelitian ini, aspek sarana dan prasarana terdiri dari 5 indikator, yaitu : 1 Ketersediaan laboratorium yang memadai untuk menunjang implemetasi K-13 2 Ketersediaan berbagai media pembelajaran media cetak, elektronik, maupun media berbasis lingkungan sekolah selain buku. 3 Ketersediaan aksebilitas penggunaan sarana dan prasarana 4 Kelayakan kondisi fasilitas pendukung pembelajaran 5 Terfasilitasinya bahan ajar yang dibutuhkan guru dalam proses pembelajaran Kuesioner tentang sarana prasarana ini dibagikan kepada kepala sekolah, guru, siswa, pengawas dan komite sekolah. Berdasarkan hasil dari pembagian kuesioner kepada responden yang dilakukan di SMA di Kabupaten Belu, diperoleh data sebagai berikut Tabel 4.1. Skor Nilai Aspek Sarana Prasarana No Responden Jumlah n N DP Kesimpulan 1 Kepala Sekolah 7 64 140 45,71 Kurang Baik 2 Guru 70 818 1400 58, 42 Baik PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 50 3 Siswa 70 600 1400 42,85 Kurang Baik 4 Pengawas 2 23 40 57, 50 Baik 5 Komite sekolah 7 69 140 49,28 Kurang Baik Jumlah 156 50, 57 Kurang Baik Keterangan: n: skor nilai yang diperoleh dari jawaban responden N : skor ideal seluruh responden. Karena seluruh pertanyaan dalam kuesioner berjumlah 5 maka dikalikan dengan 5 DP : Deskripsi Persentase Data di atas menunjukkan bahwa sarana dan prasarana penunjang implementasi K-13 di Kabupaten Belu masuk dalam kategori kurang baik. Hal ini menjadi indikasi terhambatnnya implementasi K-13 di Kabupaten Belu. Berdasarkan data wawancara juga diperoleh hasil yang negatif mengenai aspek sarana dan prasarana, yaitu: “Hal yang menghambat kami dalam melaksanakan kurikulum baru ini adalah sarana dan prasarana seperti buku tidak ada, laboratorium juga hanya ada untuk MIPA saja, tidak tahu pegang computer, belum tahu main internet”. Kanisius Leto, Siswa SMAN I Lamaknen “Tidak bisa dipungkiri bahwa sarana prasarana pendukung K-13 menjadi halangan dan kendala utama bagi semua sekolah dalam melaksanakan K-13. Hal ini terjadi karena durasi waktu pemberitahuan tentang implementasi dan persiapan sekolah yang terlalu singkat sehingga membuat kami kesulitan untuk PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 51 mempersipkan segala sesuatu terkait implementasi K-13 di Kabupaten Belu. Tetapi ke depannya, saya rasa kami sebagai pemerintah siap untuk implementasi K-13 di Kabupaten Belu, paling lambat tahun 2019, setelah kami melakukan pembenahan- pembenahan”. Novelino Ramos, Kepala Bidang Kurikulum di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabuapten Belu. “Dari hasil pengawasan dan superivisor yang kami lakukan, semua guru mengeluhkan kekurangan sarana prasarana yang menghambat mereka dalam melaksanakan K-13. Bahkan ada beberapa sekolah di kecamatan yang jauh dari Kota yang mengeluhkan akses internet yang tidak terjangkau. Mereka mengeluhkan hal ini karena K-13 yang berbasis teknolgi, yang mana internet dan fasilitas lainya seperti ketersediaan computer menjadi sangat penting”. Marsel Bau, Pengawas SMA di Kabupaten Belu. Berdasarkan data kuesioner dan data wawancara yang diperoleh peneliti di lapangan, peneliti bisa mengatakan bahwa sarana prasarana di Kabupaten Belu masih mengalami kekurangan yang signifikan. Hal ini bisa dilihat pada tabel 4.1. di atas. Dalam tabel di atas tergambar jelas bahwa dari kuesioner yang dibagikan kepada responden, rata-rata yang diperoleh adalah 50, 57. Skor terendah dari aspek sarana prasarana diperoleh dari pengisian kuesioner yang dilakukan oleh siswa yaitu 42,85 sedangkan skor tertinggi diperoleh dari kuesioner yang diisi oleh guru yaitu 58, 42. Sedangkan dari data wawancara, peneliti juga bisa mengatakan bahwa sarana prasarana seperti ketiadaan buku, kekurangan laboratorium dan kekurangan komputer menjadi kendala tersendiri dalam implementasi K-13 di tingkat SMA di Kabupaten Belu. Selain itu, masalah persiapan menjadi dimensi yang juga disorot oleh pihak pemerintah dalam implementasi K-13 ini. 52 Sarana dan prasarana pendidikan merupakan salah satu sumber daya yang penting dan utama dalam menunjang proses pembelajaran di sekolah. Untuk itu, perlu dilakukan peningkatan dalam pendayagunaan dan pengelolaannya agar tujuan yang diharpkan dapat tercapai. Dari hasil penelitian yang diperoleh, peneliti merekomendasikan cara untuk mengatasi kendala yang dihadapi dalam aspek sarana dan prasarana, yaitu: pelibatan pemerintah baik pusat maupun daerah untuk merencanakan secara matang rencana implementasi K-13 secara khusus di daerah tertinggal seperti Kabupaten Belu dengan cara mengadakan sarana prasarana penunjang implementasi K-13 seperti mengecek ketersediaan laboratorium, kelancaran distribusi buku dan ketersediaan komputer dan jaringan internet dan media pem,belajaran pendukung implementasi K-13 sebelum mengambil keputusan untuk menerapkan Kurikulum baru.

b. Pemahaman Guru tentang K-13