88
B. Faktor-faktor yang Menghambat Implementasi Kurikulum 2013 di
Kabupaten Belu
Bagian ini mendeskripsikan dan membahas tentang masalah penelitian kedua yaitu kendala yang dihadapi dalam implementasi K-13 di Kabupaten
Belu. Peneliti mencoba untuk mendeskripsikan faktor-faktor yang menghambat implementasi K-13 di Kabupaten Belu selama implementasi berlangsung.
Faktor penghambat implementasi K-13 di Kabupaten Belu dapat dirumuskan dari hasil wawancara dengan narasumber terkait dengan
implementasi K-13. Berikut rincian wawancara dengan narasumber baik para guru, siswa dan kepala seklolah sebagai informan kunci key-informan.
“Pastilah Pak, ada faktor panghambat dalam pelaksanaan implementasi K-13. Oke pak, saya terangkan yang pertama yakni saya kurang dalam
mendapatkan informasi yang valid tentang K-13. Kedua, pemerintah dalam mensosialisasikan K-13 masih lambat jadi kita yang kena
imbasnya. Imbasnya yakni kita tertatih dalam usaha pendalaman dan pengaplikasian K-13 tersebut. Faktor ketiga, saya lebih suka
menggunakan kurikulum KTSP 2006. Karena kurikulum 2006 sudah lama saya pakai, jadi saya paham apa yang harus saya lakukan.
Menurut saya itu yang menjadi penghambat dalam K-13
”. Evodius K. Suri, S.Fil- Guru SMAN 1 Lamaknen.
“Saya merasa lebih senang dengan kurikulum yang lama, karena waktunya lebih enak. Kita masuk kelas jam 7.15, pulang jam 1. Tapi
kalau kurikulum yang baru ini, kita masuk jam 7, pulang jam 2. Belum lagi sore kita harus les sore, pulang ke asrama kadang tidak makan
langsung ganti baju untuk les sore“ Karolus De Carvajal, siswa SMAN I Tasifeto Timur.
“Faktor penghambatnya adalah buku dan jaringan komputer dan internet.“
Gresiana Mau – siswa SMAN I Atambua
“Faktor penghambatnya adalah sarana prasaran yang terbatas, kemudian waktu yang terlalu menekan siswa sampai ada orang tua yang mengadu
89
di sini bilangnya waktu sekolah anak-anaknya terlalu panjang dan apa segala macam. Tetapi harus diakui bahwa kami mengalami keterbatasan
sarana prasarana. Buku saja kami peroleh hampir setelah akhir semester. Sedangkan tenaga guru masih bisa diandalakan setelah
mereka mengikuti pelatihan-pelatihan. Meskipun tertatih tapi kami bisa menlaksanakan K-
13” Godefridus Nahak, SE. MM, Kepala Sekolah SMA Stella
Gratia-Atambua. “Tidak bisa dipungkiri bahwa sarana prasarana pendukung K-13
menjadi halangan dan kendala utama bagi semua sekolah dalam melaksanakan K-13. Hal ini terjadi karena durasi waktu pemberitahuan
tentang implementasi dan persiapan sekolah yang terlalu singkat sehingga membuat kami kesulitan untuk mempersipkan segala sesuatu
terkait implementasi K-13 di Kabupaten Belu. Tetapi ke depannya, saya rasa kami sebagai pemerintah siap untuk implementasi K-13 di
Kabupaten Belu, paling lambat tahun 2019, setelah kami melakukan pembenahan-
pembenahan”. Novelino Ramos, Kepala Bidang Kurikulum di Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan Kabuapten Belu. “Dari hasil pengawasan dan superivisor yang kami lakukan, semua guru
mengeluhkan kekurangan sarana prasarana yang menghambat mereka dalam melaksanakan K-13. Bahkan ada beberapa sekolah di kecamatan
yang jauh dari kota yang mengeluhkan akses internet yang tidak terjangkau. Mereka mengeluhkan hal ini karena K-13 yang berbasis
teknolgi, yang mana internet dan fasilitas lainya seperti ketersediaan
komputer menjadi sangat penting” Marsel Bau, Pengawas SMA di Kabupaten Belu.
Dari semua data yang diperoleh dari wawancara maka, peneliti dapat mengetahui faktor penghambat dalam implementasi K-13 di SMA Kabupaten
Belu. Penghambat tersebut antara lain : 1
Keterbatasan Sumber Daya Manusia SDM pendukung implementasi K- 13
Dimensi sumber daya manusia meliputi jumlah, komposisi, karakteristik kualitas, dan persebaran penduduk Effendi, 1991. Dimensi
90
tersebut saling terkait satu dengan yang lainnya. Selain keterkaitan antara kuantitas dan kualitas, komposisi dan persebaran juga sangat penting.
Di Kabupaten Belu, salah satu faktor yang menyebabkan terhambatnya proses implementasi K-13 adalah Sumber Daya Manusia
SDM. Banyak dimensi yang dinilai dari faktor ini yaitu kurangnya jumlah guru pengajar, banyak guru yang memiliki tingkat pemahaman
terbatas tentang K-13, serta ada guru yang tidak memiliki kemampuan dalam mengolah barang elektronik karena masih terpaku dengan pola
pengajaran yang lama. 2
Keterbatasan sarana-prasarana pendukung implementasi K-13buku, laboratorium, perpustakaan, komputer, jaringan internet, LCD, proyektor
Salah satu faktor yang mendukung keberhasilan program pendidikan adalah sarana prasarana pendidikan. Sarana dan prasarana
pendidikan adalah salah satu sumber daya yang menjadi tolak ukur mutu sekolah
dan perlu
peningkatan terus-menerus
seiring dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang cukup canggih. Oleh karena itu sarana prasarana harus disiapkan secara cermat dan
berkesinambungan. Dalam penyelenggaraan pendidikan, sarana prasarana sangat
dibutuhkan untuk menghasilkan Kegiatan Belajar Mengajar KBM yang efektif dan efisien. Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan yang menyangkut standar sarana dan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
91
prasarana pendidikan secara nasional pada Bab VII Pasal 42 dengan tegas disebutkan bahwa
a Setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana yang meliputi
perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, bahan habis pakai, serta perlengkapan
lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajran yang teratur dan berkelanjutan.
b Setiap satuan pendidikan wajib memiliki prasarana yang
meliputi lahan, ruang kelas, ruang pimpinan satuan pendidikan, ruang pendidik, ruang tata usaha, ruang perpustakaan, ruang
laboratorium, ruang bengkel kerja, ruang unit produksi, ruang kantin, instalasi daya dan jasa, tempat berolahraga, tempat
beribadah, tempat bermain, tempat berekreasi, dan ruang atau tempat lain yang diperlukan untuk menunjang proses
pembelajaran yang berkelanjutan.
Berdasarkan data dari hasil penelitian yang dilakukan di Kabupaten Belu, sarana dan prasarana masih sangat terbatas untuk
implementasi K-13. Langkah yang perlu diambli untuk mengatasi hal ini adalah perlu adanya kerja sama antara pemerintah dan institusi sekolah
serta orang tua untuk membenahi sarana dan prasarana yang masih kurang. Hal ini perlu dilakukan agar implementasi K-13 ke depannya tidak lagi
menghadapi hambatan yang sama.
3 Kurangnya informasi yang akurat tentang K-13 karena lambatnya sosialisasi dari pihak Departemen pendidikan dan Kebudaayaan tentang K-
13. K-13 dimulai pada bulan Juli tahun ajaran 20132014 yang
merupakan tahun ajaran baru bagi satuan pendidikan. Implementasi K-13 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
92
dilakukan di beberapa sekolah diawali pada kelas I dan kelas IV SDMI, kelas VII SMPMTs, dan kelas X SMAMA.
Pemerintah mengadakan sosialisasi K-13 kepada DPR, DPRD, Gubernur, BupatiWali Kota, Dewan Pendidikan, Dinas Pendidikan
ProvinsiKabupatenKota dan masyarakat. Pemerintah juga memberikan Pelatihan K-13 kepada guru, kepala sekolah, dan pengawas Pedoman
Pelatihan Implementasi K-13. Hal yang menjadi hambatan di sini adalah para guru, siswa, pengawas dan kepala sekolah merasa bahwa masih ada
warga sekolah yang terlambat untuk mengetahui substansi dari K-13, sehingga ketika diimplementasikan mereka sulit untuk beradaptasi dengan
kurikulum yang baru ini.
4 Kebiasaan para guru masih menggunakan metode pembelajaran lama. Metode lama yang dimaksudkan di atas adalah guru aktif dan siswa
pasif. Sehingga guru secara leluasa bertatap muka dengan siswa, mengajar dan berbagi ilmu pengetahuan. Sedangkan metode baru yang dituntut
dalam K-13 adalah metode guru pasif dan siswa aktif. Sehingga guru hanya menjadi fasilitator bagi murid. Metode baru ini dirasa memberatkan
karena guru-guru yang sudah terbiasa dengan cara mengajar lama, secara cepat harus merubah kebiasaan mereka dan menggunakan kebiasaan yang
baru. 5
Waktu yang terlalu membebani siswa PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
93
Perubahan waktu dari 38 jam per minggu menjadi 44 jam per minggu menjadi beban tersendiri bagi siswa dan guru-guru. Guru-guru
merasa kesulitan harus mengajar selama sehari penuh khusus untuk guru- guru yang mengajar pagi dan sore hari. Begitu juga dengan siswa yang
sekolah pada pagi hari dan harus mengikuti les tambahan di sekolah.
Walaupun sudah dipersiapkan dengan matang, teliti dan hati-hati, desain K-13 ini tentunya tetap memiliki banyak kendala dalam implementasinyat
seperti yang diktakan oleh Alawiyah 2013 bahwa masih ditemukan beberapa kendala, termasuk kebingungan satuan pendidikan dan guru.
C. Strategi-stretegi Yang Perlu Disiapkan di Kabupaten Belu Untuk