merugikan kesehatan, sebagian perawatan yang didasarkan oleh kebudayaan juga memiliki manfaat bagi kesehatan Kalangie, 1994.
Budaya merupakan salah satu dari perwujudan atau bentuk interaksi yang nyata sebagai manusia yang bersifat sosial. Budaya yang berupa norma, adat istiadat
menjadi acuan perilaku manusia dalam kehidupan dengan yang lain. Pola kehidupan yang berlangsung lama dalam suatu tempat, selalu diulangi, membuat manusia terikat
dalam proses yang dijalaninya. Keberlangsungaan terus – menerus dan lama merupakan proses internalisasi dari suatu nilai-nilai yang mempengaruhi
pembentukan karakter, pola pikir, pola interaksi perilaku yang kesemuanya itu akan mempunyai pengaruh pada pendekatan intervensi keperawatan cultural nursing
approach Putra S, 2012.
2.3 Budaya Jawa
Suku Jawa merupakan suku terbesar di Indonesia, baik dalam jumlah maupun luas penyebarannya. Mereka kerap menyebut dirinya sebagai Wong Jowo atau Tiang
Jawi. Orang Jawa telah menyebar hampir ke semua pulau besar di Indonesia sejak abad ke-18. Selain menyebar di wilayah nusantara, suku Jawa pada saat itu juga
sudah dibawa ke Suriname Amerika Selatan. Budaya suku Jawa secara turun-temurun salah satunya adalah mengonsumsi
jamu. Mengonsumsi jamu kerap menjadi pilihan karena dianggap lebih alami dan tidak ada efek samping. dr. Dante Saksono, SpPD, PhD, dari RS Cipto
Mangunkusumo mengakui memang orang yang memiliki masalah di ginjal harus
Universita Sumatera Utara
lebih berhati-hati mengonsumsi jamu. Maka dari itu jika ingin minum jamu harus yang sudah benar-benar teruji secara klinis. Minum jamu bisa berbahaya jika tidak
disertai dengan banyak minum air. Air putih ini membantu cairan yang disaring ke ginjal tidak terlalu pekat sehingga tidak mengganggu kerja ginjal. Begitu juga halnya
pada perawatan masa nifas, orang Jawa kerap sekali melakukan perawatan dengan mengkonsumsi Jamu Putra S, 2012.
Dalam makanan dan kesehatan banyak ditemukan masalah yang berhubungan dengan kepercayaan-kepercayaan, pantangan-pantangan, dan upacara-
upacara yang seringkali mencegah orang memanfatkan makanan yang tersedia bagi mereka. Kebiasaan makanan beragam dalam konteks budaya, mengubah kebiasaan
atau pola makanan tradisional bukan hal yang mudah, mengingat dari semua kebiasaan yang paling sulit diubah adalah kebiasaan makanan. Apa yang kita sukai
dan tidak kita sukai, kepercayaan-kepercayaan kita terhadap apa yang dapat dimakan atau tidak dapat dimakan, dan keyakinan kita dalam hal makanan yang
berhubungan kesehatan dan ritual, telah ditanamkan sejak usia muda. Kebiasaan makan sebagaimana halnya dengan kebiasaan-kebiasaan lain hanya dapat dimengerti
dalam konteks budaya secara menyeluruh Saptandari P, 2012. Dalam penelitian Dewi 2009 perawatan yang biasa banyak dilakukan wanita
Jawa pada awal memasuki masa nifas adalah mandi wajib nifas. Dengan tujuan untuk menghilangkan najis setelah proses persalinan. Mandi ini hanya dilakukan satu kali
selama masa nifas, tepatnya esok hari setelah proses persalinan, dan dilakukan pada pagi hari. Perawatan yang lain yaitu irigasi vagina dengan menggunakan air rebusan
Universita Sumatera Utara
daun sirih. Tujuan dari perawatan ini adalah untuk menghilangkan kuman dan bau vagina. Air rebusan daun sirih dipakai sebagai irigari vagina sebelum melakukan
mandi wajib nifas dan setiap selesai buang air kecil maupun air besar. Air rebusan daun sirih, yang digunakan untuk irigasi vagina ini terkadang bagi sebagian wanita
nifas dicampur dengan daun sere. Kemudian menapali perut sampai ke vagina dengan menggunakan daun sirih. Tujuan dari perawatan ini dimaksudkan agar tubuh dan
vagina tidak bau. Namun sebelum ditempelkan ke kulit perut, terlebih dahulu daun sirih diganggang diatas api, kemudian diolesi dengan minyak makan, agar mudah
melekat jika ditempelkan. Pemasangan daun sirih ini dilakukan setelah pemakaian parem dan sebelum pemasangan gurita.
2.4 Perawatan Ibu Nifas Berdasarkan Aspek Budaya