daun sirih. Tujuan dari perawatan ini adalah untuk menghilangkan kuman dan bau vagina. Air rebusan daun sirih dipakai sebagai irigari vagina sebelum melakukan
mandi wajib nifas dan setiap selesai buang air kecil maupun air besar. Air rebusan daun sirih, yang digunakan untuk irigasi vagina ini terkadang bagi sebagian wanita
nifas dicampur dengan daun sere. Kemudian menapali perut sampai ke vagina dengan menggunakan daun sirih. Tujuan dari perawatan ini dimaksudkan agar tubuh dan
vagina tidak bau. Namun sebelum ditempelkan ke kulit perut, terlebih dahulu daun sirih diganggang diatas api, kemudian diolesi dengan minyak makan, agar mudah
melekat jika ditempelkan. Pemasangan daun sirih ini dilakukan setelah pemakaian parem dan sebelum pemasangan gurita.
2.4 Perawatan Ibu Nifas Berdasarkan Aspek Budaya
Dalam konteks kehamilan dan kelahiran bayi, setiap masyarakat memiliki cara – cara budaya mereka sendiri untuk memahami dan menanggapi peristiwa
pertumbuhan janin dan kelahiran bayi, yang sudah dipraktekan jauh sebelum masuknya sistem medis biomedikal di lingkungan komuniti mereka. Berbagai
kelompok masyarakat juga mempunyai cara – cara tertentu dalam mengatur aktivitas – aktivitas mereka saat menghadapi wanita yang hamil dan bersalin. Demikian pula
didalam berbagai kebudayaan terdapat cara – cara tertentu sebagai respons mereka saat menanggapi kematian bayi dan ibunya Swasono, 1998.
Meskipun kelahiran dan kehamilan bayi secara unversal dilihat dalam pengertian dan kepentingan yang sama, yakni untuk kelangsungan umat manusia,
Universita Sumatera Utara
namun dalam kehidupan berbagai kelompok masyarakat, terdapat bermacam – macam dalam menanggapi proses itu. Berbagai kelompok masyarakat yang
menitikberatkan perhatian mereka terhadap aspek kultural dari kehamilan dan kelahiran menganggap proses ini sebagai tahapan hidup yang harus dijalani
Syafrudin dan Meriam, 2010. Persalinan berjalan lancar merupakan hal wajar, apabila terjadi hal – hal yang
mengganggu persalinan anak lahir cacat, lahir mati, ibu meninggal saat melahirkan dinyatakan ada hubungan antara musibah dengan ketidaktaatan dan pelanggaran atas
tradisi dan kebiasaan nenek moyang.
Menurut pendekatan biososiokultur dalam kajian antropologi, kehamilan dan kelahiran tidak hanya dilihat dari aspek biologis dan fisiologisnya saja, tetapi dilihat
juga sebagai proses yang mencakup seperti pandangan budaya mengenai kehamilan dan kelahiran, wilayah tempat kelahiran berlangsung, para pelaku, atau penolongnya,
cara pencegahan bahaya dan pusat kekuatan dalam pengambilan keputusan mengenai pertolongan, serta perawatan bayi dan ibunya.
Selain itu ditemukan pula sejumlah pengetahuan dan perilaku budaya yang dinilai tidak sesuai dengan prinsip – prinsip kesehatan menurut ilmu kedokteran atau
bahkan memberikan dampak kesehatan yang kurang menguntungkan bagi ibu dan anaknya.
Terbentuknya janin dan kelahiran bayi merupakan suatu fenomena yang wajar dalam kelangsungan hidup manusia, namun setiap kebudayaan atau setiap daerah
Universita Sumatera Utara
mempunyai persepsi atau pandangan, interpretasi dan respon perilaku yang berbeda – beda.
Pengaruh sosial budaya sangat jelas terlihat pada ibu hamil dan keluarga yang menyambut masa-masa kehamilan. Upacara-upacara yang diselenggarakan mulai dari
kehamilan 3 bulan, 7 bulan, masa melahirkan dan masa nifas sangat beragam menurut adat istiadat daerah masing-masing Syafrudin, 2009.
Faktor yang paling mempengaruhi status kesehatan masyarakat terutama bagi ibu hamil, bersalin, dan nifas adalah lingkungan, selain itu pendidikan dari masing-
masing dari kaum ibu tersebut. Seandainya mengetahui dan memahami hal-hal yang mempengaruhi status kesehatan terhadap hal itu, maka diharapkan masyarakat tidak
melakukan kebiasaan atau adat istiadat yang merugikan kesehatan khususnya bagi ibu nifas Syafruddin, 2009.
Pada kenyataannya keadaan ini tidak hanya dapat mencakup dari aspek biologis saja tetapi juga sosiokultural. Hal ini dapat diketahui dari respon yang
berbedabervariasi untuk setiap masyarakat yang memiliki cara-cara khusus seperti pengobatan, larangan, dan praktek budaya yang berbeda pula Swasono, 1998.
Sama halnya dengan penelitian Sari 2004 budaya melayu juga memiliki aturan selama perawatan masa nifas berupa pantangan keluar rumah selama 40 hari.
Dengan alasan kondisi ibu yang belum pulih total akan mudah terserang penyakit dan ada juga yang mengatakan kalau ibu yang baru selesai melahirkan diganggu oleh roh
jahat. Larangan lain yaitu tidak mengkonsumsi sayuran yang licin seperti kangkung.
Universita Sumatera Utara
Pada masyarakat Bajo di Saloso, Kabupaten Kendari, untuk keselamatan ibu dan bayinya dilakukan upacara adat dengan berbagai syarat dan aturan yang harus
dipenuhi selama maupun sebelum proses upacara tersebut terlaksana. Begitu juga pada masyarakat Aceh yang memiliki aturan berupa pantangan meninggalkan rumah
selama 44 hari bagi wanita yang baru melahirkan. Anjuran untuk berbaring selama masa nifas, perawatan nifas dengan pengurutan, penghangatan badan, konsumsi
minuman berupa jamu-jamuan dan pantangan makan - makanan tertentu Swasono, 1998.
Perawatan nifas pada masyarakat Aceh juga memiliki kebiasaan yang dilakukan turun temurun sesuai dengan hasil penelitian Juliana 2010 bahwa
seseorang setelah melahirkan dirawat oleh ibu kandungnya dan selang satu hari setelah melahirkan dimandikan serta dibilas vaginanya dengan daun sirih dilanjutkan
badan diolesi parem dan dahi diolesi pilis. Selama tujuh hari dilakukan tutum mata atau memanasi mata dengan kain yang dibasahi dengan air hangat agar penglihatan
kembali terang. Tidak hanya itu, pengurutan juga rutin dilakukan untuk memperbaiki peranakan dan memakai gurita agar perutnya tetap kencang serta dilakukanya
penghangatan badan dengan sale atau batu hangat.
2.5 Kerangka Berpikir