Perkembangan sosioemosional dari pasangan Sejarah perceraian dalam keluarga

Bagi wanita, ketika istri berkontribusi sebesar 50 sampai 60 dari jumlah pendapatan keluarga dan ketika mereka menunjukkan rendahnya kebahagiaan pernikahan maka perceraian lebih mungkin terjadi. Penjelasan ini menunjukkan bahwa ketika kedua pasangan memiliki sumber keuangan yang sama atau seimbang maka kurang ada kewajiban untuk bertahan dalam hubungan yang tidak membahagiakan Rogers dalam Newman Newman, 2006.

c. Perkembangan sosioemosional dari pasangan

Perkembangan sosioemosional dicerminkan melalui dimensi penerimaan diri self-acceptance, otonomi, dan pengekspresian diri. Masalah komunikasi seringkali dikemukakan pria dan wanita sebagai penyebab perceraian. Pasangan yang memiliki karakteristik bermasalah dalam hubungan mereka selama periode sebelum pernikahan, yang sering tidak sependapat dan memiliki persepsi yang berbeda mengenai bagaimana menyelesaikan selisih pendapat lebih berkemungkinan untuk bercerai tiga tahun setelah pernikahan Fowers, Montel, Olson dalam Newman Newman, 2006. Kestabilan pernikahan bergantung pada kedua pasangan dalam mencapai identitas mereka masing-masing. Pencapaian ini membantu membangun keseimbangan kekuatan dan saling menghargai yang sangat penting dalam kedekatan emosional dan intelektual. Universitas Sumatera Utara

d. Sejarah perceraian dalam keluarga

Amato Deboer dalam Newman Newman, 2006 menyatakan bahwa individu dari orangtua yang bercerai lebih mungkin akan bercerai dibandingkan individu dari keluarga yang harmonis. Ada banyak penjelasan untuk hal ini. Salah satu interpretasinya adalah bahwa dengan melihat orangtua mereka mengakhiri pernikahan mereka, maka anak akan memandang pernikahan bukan sebagai komitmen sepanjang hidup dan memiliki sikap yang positif terhadap perceraian sebagai strategi untuk menyelesaikan konflik pernikahan Greenberg Nay dalam Newman Newman, 2006. Penjelasan lainnya adalah anak yang memiliki orangtua tunggal single parent dan dari keluarga yang menikah lagi remarried family lebih berkemungkinan untuk menikah pada usia muda dibandingkan dengan anak yang berasal dari keluarga utuh, sehingga meningkatkan kemungkinan perceraian. Penjelasan lainnya bahwa anak dari orangtua yang memiliki konflik pernikahan, akan mengalami afek negatif dan kemarahan orangtua. Hal ini akan menciptakan hubungan attachment yang tidak aman dan akan menghasilkan kemampuan hubungan yang rendah yang pada akhirnya akan sulit untuk membentuk dan mempertahankan hubungan intim dengan orang lain Amato Booth dalam Newman Newman, 2006.

3. Dampak Perceraian