Dampak Perceraian PERCERAIAN 1. Definisi Perceraian

d. Sejarah perceraian dalam keluarga

Amato Deboer dalam Newman Newman, 2006 menyatakan bahwa individu dari orangtua yang bercerai lebih mungkin akan bercerai dibandingkan individu dari keluarga yang harmonis. Ada banyak penjelasan untuk hal ini. Salah satu interpretasinya adalah bahwa dengan melihat orangtua mereka mengakhiri pernikahan mereka, maka anak akan memandang pernikahan bukan sebagai komitmen sepanjang hidup dan memiliki sikap yang positif terhadap perceraian sebagai strategi untuk menyelesaikan konflik pernikahan Greenberg Nay dalam Newman Newman, 2006. Penjelasan lainnya adalah anak yang memiliki orangtua tunggal single parent dan dari keluarga yang menikah lagi remarried family lebih berkemungkinan untuk menikah pada usia muda dibandingkan dengan anak yang berasal dari keluarga utuh, sehingga meningkatkan kemungkinan perceraian. Penjelasan lainnya bahwa anak dari orangtua yang memiliki konflik pernikahan, akan mengalami afek negatif dan kemarahan orangtua. Hal ini akan menciptakan hubungan attachment yang tidak aman dan akan menghasilkan kemampuan hubungan yang rendah yang pada akhirnya akan sulit untuk membentuk dan mempertahankan hubungan intim dengan orang lain Amato Booth dalam Newman Newman, 2006.

3. Dampak Perceraian

Ketika pernikahan berakhir, individu yang bercerai harus memulai kembali hidupnya dari awal. Namun perceraian seringkali menimbulkan dampak yang Universitas Sumatera Utara besar dalam kehidupan individu, mengubah dunia mereka selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun Craig, 2001. Pada dua tahun pertama setelah perceraian, individu seringkali menunjukkan beragam tanda dari dampak emosional seperti kecemasan, depresi, dan kemarahan, serta rasa penolakan dan tidak kompeten Hetherington Camara dalam Craig, 2001. Perceraian dihubungkan dengan rasa kehilangan seperti kehilangan sumber keuangan, dukungan emosional, peran pasangan dalam pernikahan dan sebagai orangtua, serta dukungan sosial Demo, Fine, Ganong dalam Newman Newman, 2006. Kehilangan sumber pendapatan dapat berdampak pada kehilangan materi lainnya. Misalnya wanita yang bercerai dan anaknya mungkin harus pindah ke rumah yang lebih murah, menjual banyak harta milik mereka,dan meninggalkan komunitas dimana mereka sudah membangun jaringan teman dan dukungan sosial. Kehidupan sosial dari pria dan wanita yang bercerai juga mengalami perubahan. Namun, dalam banyak kasus, teman-teman tetap memberi dukungan selama dua bulan setelah perceraian, namun persahabatan ini seringkali memudar seiring berjalannya waktu. Pada umumnya wanita lebih banyak kehilangan hubungan persahabatan dibandingkan dengan pria, yang selalu terlibat dalam kegiatan sosial teman-temannya yang telah menikah. Khususnya ibu yang tidak bekerja akan merasa terasing. Kehilangan kontak sosial dengan suami membuat wanita merasa terperangkap dalam dunia yang didominasi oleh anak-anak dan kehidupan merawat anak. Kesehatan fisik dan mental mereka juga mengalami Universitas Sumatera Utara penurunan setelah bercerai. Individu yang bercerai lebih berkemungkinan meninggal pada usia muda, dikirim ke rumah sakit jiwa, berusaha melakukan bunuh diri, dan mengalami kecelakaan motor Goetting dalam Craig, 2001.

C. PERNIKAHAN LAGI REMARRIAGE

Pada umumnya, ketika rasa sakit akibat perceraian mulai berkurang, kebanyakan individu menunjukkan resiliensi dan keinginan mereka untuk berpartisipasi sepenuhnya dalam kehidupan sekali lagi. Menurut statistika, pada kenyataannya tidak peduli seberapa sulit pengalaman perceraian yang dialami, individu memiliki keinginan untuk mencoba pernikahan sekali lagi. Glick dalam Craig, 2001 melaporkan bahwa 80 orang yang bercerai akan menikah lagi pada akhirnya. Rata-rata orang menikah lagi dalam kurun waktu empat tahun setelah bercerai, pria lebih cepat daripada wanita. Papalia 2007 menyatakan bahwa angka perceraian yang tinggi bukanlah tanda bahwa individu tidak ingin menikah lagi. Namun, hal ini justru mencerminkan suatu keinginan untuk menikah lagi dengan bahagia dan keyakinan bahwa perceraian seperti suatu proses pembedahan yang menyakitkan dan traumatis namun diperlukan untuk mencapai kehidupan yang lebih baik. Menurut Bray, Coleman, Ganong Fine dalam Craig, 2001, individu menikah lagi dengan alasan cinta, masalah finansial, untuk mendapatkan bantuan dalam mengasuh anak, menghilangkan rasa kesepian, dan penerimaan sosial. Ketika individu yang bercerai dan memiliki anak menikah lagi, mereka akan membentuk reconstituted families, yang dikenal juga sebagai stepfamilies Universitas Sumatera Utara