“Yah seperti kita jualan gini aja, kalo kawan-kawan ini yah ‘kawin aja kenapa sih, manatau kita senang’ kan gitu.”
W.T.W.130511.1; baris 778-781
1. Goal
T memiliki harapan untuk menikah lagi, untuk mendapatkan seorang pendamping dalam hidupnya. T berharap dengan menikah lagi maka T akan lebih
bahagia di hari tua, mendapatkan kasih sayang lagi, agar ada yang menjaga T di saat sakit. T juga berpikir bahwa dengan menikah lagi, dia akan mendapatkan
bantuan dari pasangan hidupnya kelak untuk mengatasi masalah ekonomi. “pasti, karna saling membantu kan kalo ada, saling mengerti. Lagian hidup
ini butuh kita kasih sayang ya kan, kasih sayang seorang suami itu...” W.T.W.250511.2; baris 495-498
“Tapi kalo seandainya kita kawin lagi atau kita punya kawan lagi, masa- masa tua kita pasti kita akan senang kan gitu.”
W.T.W.250511.2; baris 487-490
T memandang pernikahan lagi ini sebagai hal yang penting, tetapi bisa juga dikatakan tidak penting. Di satu sisi, pernikahan lagi menjadi penting karena
dengan menikah lagi T akan mendapatkan teman di saat sedih, di saat sakit ada yang menemani, dan T juga akan merasa lebih bahagia di hari tuanya jika dia
memiliki pendamping lagi. Di sisi lain, T berpikiran bahwa T masih memiliki anak yang mungkin bisa menjaganya di hari tua nanti sehingga T tidak harus
menikah lagi. “...Kalo memang anak bisa ngurus kita nanti sudah tua ya gak perlu lagi
kita berumahtangga lagi sebenarnya. Cuman kadang-kadang yah perasaan sedih di saat sendiri, di saat sakit, gak ada kawan kadang-kadang gak enak
juga kan. Gak enak, sakit juga perasaan kalau kita begitu kita sakit, di saat
Universitas Sumatera Utara
sedih gak ada kawannya. Masalah penting bisa dibilang penting, bisa bilang juga gak lah, fifty fifty la dia ya, gak pala bisa dibilang penting bisa
gak juga.” W.T.W.130511.1; baris 596-613
T tidak menentukan target waktu untuk menikah, asalkan T telah menemukan seseorang yang cocok dengan dirinya T mau menikah lagi.
“gak, kapan aja kalo itu cocok, kakak mau.” W.T.W.250511.2; baris 510-511
2. Pathway Thinking
Pathway thinking mencakup pemikiran mengenai kemampuan untuk menghasilkan satu atau lebih cara yang berguna untuk mencapai tujuan yang
diinginkan. Pathway thinking menandakan kemampuan seseorang untuk mengembangkan suatu jalur untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
Dengan adanya harapan menikah lagi, T berusaha untuk mencari dan melakukan pendekatan dengan laki-laki, dengan cara lebih banyak berteman dan
berkumpul bersama teman-temannya. T berpikir bahwa melalui pertemanan ini, T bisa mencari pasangan hidup yang cocok dengannya.
“kalo harus berbuat apa, gak mungkin kita gak ada perbuatan. Istilahnya gak ada usaha kita bisa dekat dengan laki-laki ya kan. Yah gak mungkin
lah, kita pasti berusaha mencari.” W.T.W.110611.3; baris 321-326
“iya dari kenalan, kalo misalnya ada acara apa kita keluar-keluar.” W.T.W.110611.3; baris 329-330
Universitas Sumatera Utara
T menjadi lebih terbuka dengan laki-laki dan mulai bersimpatik atau menaruh perhatian dengan laki-laki. Dengan terbuka dan mulai bersimpatik
dengan orang lain, T berpikir bahwa dia dapat menemukan pasangan hidup lagi yang benar-benar sesuai dengan harapannya.
“yah aku simpatik sama orang itu pasti ada. Simpatik sama orang yah ada tapi dia mau apa gak kita kan gak tau kan gitu ya kan. Kalo simpatik sama
orang ada, simpatik lah. Kalo dia mau nanggapin alhamdulilah, kalo gak apa boleh buat.”
W.T.W.130511.1; baris 664-671
Namun T juga berpikir bahwa dalam mencari pasangan hidup ini, T harus lebih bersikap hati-hati lagi agar tidak mengalami kegagalan seperti sebelumnya.
T lebih banyak belajar dari kehidupan yang lampau, T tidak ingin kembali mengalami kegagalan rumahtangga untuk kedua kalinya.
“...Udah macam mana coba, udah gak mungkin lah makanya kita kan harus hati-hati, bisa dibilang harus super berhati-hati lah mencari pasangan
hidup kan gitu. Jangan sembarangan, kalo dia mau kita pun harus mau kan nanti kalo pada akhirnya pun juga kita kecewa lagi..untuk kedua kali..kan
lebih sakit lagi.” W.T.W.130511.1; baris 720-729
3. Agency Thinking