Kehidupan Responden Setelah Perceraian

sudah terlanjur sakit hati dan tidak mau hidup dengan mantan suaminya lagi karena telah diduakan. Akhirnya T dan mantan suami bercerai. Pernikahan T hanya bertahan selama sepuluh tahun dan penyebab utama perceraian adalah karena mantan suami T menikah lagi diam-diam dengan wanita lain. Menurut cerita T, mantan suaminya tidak sanggup hidup sederhana sehingga dia mencari wanita lain yang kehidupannya lumayan dan bisa membiayai dia. Mantan suami ingin hidup enak tanpa harus bekerja susah payah. Hal ini terlihat dari kehidupan istri dari mantan suami T yang sekarang lebih lumayan dibandingkan T karena wanita itu bekerja sebagai seorang sekretaris perusahaan. Sampai saat ini, walaupun sudah berpisah, mantan suami T masih memberikan biaya kepada anaknya sebesar dua ratus ribu setiap bulan dan mantan suami pun masih berhubungan baik dengan anaknya.

b. Kehidupan Responden Setelah Perceraian

T tidak pernah menyangka bahwa kehidupan rumahtangganya akan berakhir dengan perceraian pada akhirnya. T tidak menyangka karena T merasa mantan suaminya adalah orang yang baik dan lembut. Setelah perceraian, T merasa sedih, sangat terpukul, dan sakit hati. T juga merasa kecewa dengan mantan suami. T merasa mantan suami berubah karena keadaan hidup sederhana yang tidak bisa diterima mantan suami. “sakit..sakit la..sakit perasaan..sepertinya memang keknya kita terpukul kali ya..keknya kekmana itu ya, dulu kita gak nyangka lah kalo bakalan rumah tangga kita seperti itu. Gak nyangka la, karna pun dia dulu juga dia orang yang baek, uda gitu kan sebenarnya dia gak pala-pala kali jahat kali gak la. Dia baik tapi itu lah mungkin gara-gara keadaan, dia gak bisa hidup Universitas Sumatera Utara susah sama kita ya kan sampe dia berumah tangga lagi. Sakit la, sakit kali itu..sakit.” W.T.W.130511.1; baris 101-114 Selain itu, T juga menjadi malu dengan teman dan tetangganya. Pada awal masa bercerai, T menjadi lebih tertutup dan lebih banyak berdiam diri di rumah. T bahkan tidak pernah lagi mengikuti perkumpulan di kampungnya karena T merasa malu bertemu dengan orang lain, akibat kehidupan rumahtangganya yang berantakan. T juga tidak bisa terbuka dengan keluarganya karena rasa malu akan kehidupan rumahtangganya. Pada malam hari, T lebih banyak merenung memikirkan masalah rumahtangganya dan masalah anaknya, bagaimana untuk membiayai anaknya yang masih kecil dan harus bersekolah. “...Itu kalo rumahtangga kita berantakan, malu sama keluarga, malu sama tetangga. Pokoknya dimanapun gak nyaman lah, gak enak...” W.T.W.130511.1; baris 271-275 “Makanya waktu pertama kali sakit lah, pokoknya jadi serba salah. Kita mau apa juga serba salah, sedih ya kan, malam juga gak bisa tidur mikirkan masalah rumahtangga kita, mikirkan bisa gak kita menghidupi anak kita.” W.T.W.130511.1; baris 337-343 Bahkan T menjadi tertutup dengan orang lain, terutama dengan laki-laki. T menjadi bersikap kasar dan tidak menanggapi laki-laki yang mendekatinya. “...kalo dulu perasaan kakak seperti tertutup kali lah...Kalo dulu kakak gak, gak ada kakak terima, kakak gak suka pun ngomong-ngomong sama laki-laki kalo dulu tapi kalo sekarang uda mendingan...Kalo dulu kakak, bisa kakak kasar gitu, bisa kakak kasar, gak suka.” W.T.W.130511.1; baris 826-827 dan baris 830-843 Universitas Sumatera Utara Rasa sedih T semakin bertambah karena adanya pembicaraan di luar yang tidak baik mengenai T, membuat T menjadi lebih sakit dan malu dengan hancurnya kehidupan rumahtangganya. Bahkan pembicaraan tersebut tidak hanya datang dari orang lain tetapi datang juga dari pihak keluarga yaitu dari saudara- saudara iparnya. “Kalo masalah tetangga gak enak bicara pasti ada, apalagi keluarga, datangnya dari keluarga sendiri pun ya. Gak usah dari tetangga, dari keluarga sendiri pun ada. Apalagi dari orang lain, wajar kalo orang lain, kalo keluarga sendiri sakit..cukup sakit. Lebih sakit kita dari keluarga daripada orang lain.” W.T.W.130511.1; baris 325-334 Masalah yang kemudian muncul pada T setelah perceraian adalah masalah ekonomi, karena T juga termasuk orang yang berada di golongan bawah, hidup yang pas-pasan. Apalagi T memiliki anak yang masih kecil dan perlu biaya sekolah pada waktu itu. T menjadi banyak pikiran, memikirkan kehidupannya, memikirkan bagaimana menghidupi anaknya. Masalah ekonomi dirasakan menjadi masalah yang paling berat bagi T setelah bercerai. “sebenarnya yang paling dihadapi yang masalah cerai ini masalah kehidupan kakak kan kakak orang gak punya ya kan, waktu anak lagi kecil, udah itu butuh biaya sekolah mau makan, susu mahal. Itu aja yang paling berat dulu kakak masalah ekonomi...” W.T.W.130511.1; baris 397-403 dan baris 430-432 Di satu sisi T merasa sedih dan terpukul karena perceraian, namun di sisi lain T juga merasa lebih nyaman setelah bercerai. T merasa bebas dari tekanan karena tidak ada lagi mantan suami yang rewel dan banyak mengatur. T juga Universitas Sumatera Utara berpikir bahwa dia tidak boleh terlalu lama larut dalam kesedihan, T harus bangkit dan menata kembali hidupnya. “Kalau dulu, kita masih ada tekanan ya karna punya suami yang rewel, dia rewel orangnya. Punya suami yang rewel, kita kan tertekan rasanya, tertekan juga ada. Setelah kita gak sama dia, rasanya lebih..lebih nyaman..gak lagi. Memang sakit, pertamanya sakit lama-lama kita harus berpikir, kita gak boleh terlarut seperti itu.” W.T.W.130511.1; baris 159-168

c. Harapan Responden Untuk Menikah Lagi