diperoleh melalui persamaan regresi hubungan kadar air pelet dengan densitas kamba. Densitas kamba yang diinginkan pada produk snack Taro
net adalah 58.33-63.89 gcm
3
, sehingga kadar air pelet yang diperlukan adalah 11.81-12.36.
3. Mutu Organoleptik Hasil Goreng
Kadar air pelet sebelum digoreng menentukan tingkat pengembangan produk sehingga mempengaruhi tekstur hasil goreng.
Tekstur hasil goreng snack Taro net dapat dibagi menjadi empat kategori yaitu standar, porian, keriting dan bantat. Deskripsi masing-masing tekstur
dan penyebab terjadinya dapat dilihat pada Tabel 24. Tabel 24. Deskripsi tekstur hasil goreng
Kategori Deskripsi Penyebab
Standar Permukaan merata dengan rongga
udara kecil yang seragam. Kadar air sesuai
Porian Struktur tidak seragam dan
memiliki gelembung-gelembung besar di permukaan
Kadar air terlalu tinggi, indeks ekspansi tinggi
Keriting Pengembangan tidak
merata, ada
bagian yang tidak mengembang Kadar air tidak merata
Bantat Tesktur keras, rapuh, tidak ada
rongga udara atau gelembung. Kadar air terlalu rendah,
indeks ekspansi rendah
Sumber : Miles 1960
Berdasarkan Tabel 24, dapat disimpulkan bahwa tekstur hasil
goreng dipengaruhi oleh kadar air pelet yang juga menentukan indeks ekspansi produk. Tekstur hasil goreng ini akan menentukan tingkat
kerenyahan produk, yang merupakan atribut utama setiap produk snack. Tingkat kerenyahan hasil goreng pada beberapa kategori tekstur hasil
goreng dapat dilihat pada Tabel 25. Tabel 25. Tingkat kerenyahan hasil goreng
a
w
Kategori 1 2
Rata-rata Kadar air
Tingkat kerenyahan
Porian 0.28 0.26 0.27 3.14
+++ Standar 0.25 0.29
0.27 3.70
++ Keriting 0.31 0.30
0.31 3.80
- Bantat 0.31 0.34 0.33
4.31 -
Keterangan : - tidak renyah, + agak renyah, ++ renyah, +++ sangat renyah
Menurut Prastyanty 1998, kerenyahan merupakan fungsi dari a
w
. Semakin meningkat a
w
, maka kerenyahan semakin menurun. Berdasarkan tabel di atas hasil goreng porian dan standar memiliki a
w
paling kecil yaitu 0.27 tetapi tingkat kerenyahannya masing-masing sangat renyah dan
renyah. Hasil goreng keriting dan bantat memiliki a
w
tinggi yaitu 0.31 dan 0.33 tetapi tidak renyah sama sekali. Hasil perhitungan a
w
ini kurang sensitif karena a
w
meter yang digunakan hanya memiliki ketelitian sampai ±0.02.
Selain a
w
, kadar air hasil goreng juga berpengaruh terhadap tingkat kerenyahan hasil goreng. Hasil goreng porian memiliki kadar air paling
rendah yaitu 3.14 tetapi memiliki tingkat kerenyahan paling tinggi, sedangkan hasil goreng standar dengan kadar air 3.70 hanya memiliki
tingkat kerenyahan ++ atau renyah. Hasil goreng keriting dan bantat yang memiliki kadar air 3.80 dan 4.31, tidak renyah.
Hasil goreng porian memiliki tingkat kerenyahan paling tinggi namun tidak dikehendaki, karena tekstur porian memiliki rongga udara
besar yang membuat snack tidak berisi. Hasil goreng keriting dan bantat juga tidak dikehendaki karena teksturnya cenderung keras dan tidak
renyah. Snack
Taro net yang mengalami proses penggorengan berpotensi terjadi oksidasi lemak. Berdasarkan kurva stabilitas bahan pangan
Gambar 3, oksidasi lemak terjadi pada a
w
sekitar 0.05-0.8. Jadi, snack Taro net dengan a
w
rata-rata 0.27-0.33 memungkinkan terjadinya oksidasi lemak yang dapat menyebabkan bau tengik dan rasa tidak enak pada
produk.
4. Potensi Pertumbuhan Mikrobiologi pada Penyimpanan Produk Akhir