waste 2.46 ke atas dan 50-nya mempunyai jumlah waste 2.46 ke
bawah. Standar deviasi data adalah 0.64, semakin besar standar
deviasi menunjukkan data semakin bervariasi. Rasio skewness data adalah 0.29 yang berada di antara -2 sampai +2, maka dapat
disimpulkan bahwa data berdistribusi normal. Kelima sampel tidak mempunyai varians yang sama, maka
dilakukan transformasi data Lampiran 19. Dari data waste yang
telah ditransformasi, diperoleh nilai signifikansi dari test of homogeneity of variances
yaitu 0.39. Karena nilai probabilitas 0.05, maka berarti kelima varians populasi adalah identik. Berdasarkan uji
ANOVA pada Lampiran 20, hasil pengujian menunjukkan bahwa
rata-rata jumlah waste pada kelima mesin pengering kedua tersebut memang berbeda.
Dengan melihat tanda pada hasil analisis post hoc dengan test
Bonferroni dan Tukey Lampiran 21 terlihat bahwa jumlah waste
rata-rata dari mesin 1 berbeda nyata dengan mesin 6 begitu juga
sebaliknya. Pada homogenous subsets Lampiran 22, mesin 2, 3 dan
5 berada pada subset 1 dan 2, sedangkan mesin 1 pada subset 1 dan mesin 6 pada subset 2. Hal ini menunjukkan bahwa mesin 1 dan mesin
6 memiliki perbedaan dengan yang lain.
2. Diagram Sebab Akibat
Diagram sebab akibat sering disebut sebagai diagram Ishikawa dan diagram Tulang Ikan. Diagram sebab akibat berguna untuk mengetahui
faktor-faktor yang mungkin menjadi penyebab munculnya masalah berpengaruh terhadap hasil. Penyusunannya dilakukan dengan teknik
brainstorming sumbang saran. Secara umum terdapat 5 faktor yang
berpengaruh yaitu 1 lingkungan, 2 manusia, 3 metode, 4 bahan, dan 5 mesin peralatan Muhandri dan Kadarisman, 2005. Upaya
minimalisasi waste yang dilakukan adalah mengatasi penyebab masalah. Oleh karena itu diperlukan identifikasi penyebab masalah pada tiap
tahapan.
Proses pemotongan berlangsung mulai dari pemotongan bahan, kemudian ditampung pada ember, dinaikkan ke lori dan didorong menuju
ruang mesin pengering pertama. Pada tahap pemotongan, jumlah waste yang tinggi disebabkan oleh faktor lingkungan, bahan, manusia, metode
dan mesin. Diagram sebab akibat pada tahap pemotongan dapat dilihat
pada Gambar 27.
Jumlah waste Pemotongan tinggi
Bahan Alat wadah
Manusia Metode
Lingkungan kelelahan
pengalaman Cara Pengangkutan
Ke Mesin FD
Ruangan panas Lantai rusak
Kapasitas ember
Tapioka tabur kurang
Gulungan tidak rapih
Gambar 27. Diagram sebab akibat waste pada tahap pemotongan Berdasarkan Gambar 27, faktor kelelahan dan pengalaman manusia
mempengaruhi jumlah waste. Pengalaman yang kurang dalam menggunakan mesin pemotong menyebabkan banyaknya hasil potongan
substandar, karena tidak memotong pada posisi yang benar, sedangkan kelelahan menyebabkan pekerja tidak berkonsentrasi dan terburu-buru
sehingga banyak pelet yang jatuh dan terbuang. Hal ini juga dipengaruhi oleh kondisi lembaran adonan. Lembaran adonan yang tidak digulung
rapih menyebabkan potongan miring pelet substandar dan banyak menyisakan pinggiran gulungan yang tidak terpotong. Sagu tabur
lembaran adonan yang kurang menyebabkan lembaran lengket dan robek ketika ditarik untuk dipotong. Pelet substandar, pelet yang terjatuh,
pinggiran gulungan lembaran, lembaran adonan yang robek akan dibuang dan menjadi waste.
Metode yang digunakan dalam pengangkutan pelet kurang efektif karena ditampung menggunakan ember. Penampungan ini kurang efektif
karena, kapasitas ember yang kecil menyebabkan seringnya pergantian pengisian ember. Pergantian ember ini menyebabkan banyak pelet
terjatuh, karena kecepatan pergantian tidak sama dengan kecepatan aliran pelet yang keluar dari mesin pemotongan. Kemudian pelet dalam ember
diangkut menggunakan lori, sehingga mudah terjatuh apalagi kondisi lantai banyak yang rusak. Selain itu, ruangan yang panas menyebabkan
pekerja mengangkut pelet dengan cepat sehingga mudah terjatuh karena tersandung lantai yang rusak.
Tahap pengeringan pertama berlangsung mulai dari pemasukkan pelet basah loading, proses pengeringan pada mesin pengering pertama
dan penurunan pelet unloading. Pada tahap pengeringan pertama, jumlah waste
yang tinggi disebabkan oleh faktor lingkungan, manusia, metode dan mesin. Diagram sebab akibat pada tahap pemotongan dapat dilihat
pada Gambar 28.
Jumlah waste Pengeringan pert ama
tinggi
Alat wadah Manusia
Metode
Lingkungan kelelah an
pengalam an Cara unloading
Ruangan panas kontruksi mesin
Gambar 28. Diagram sebab akibat waste pada tahap pengeringan pertama
Faktor kelelahan dan pengalaman manusia mempengaruhi jumlah waste
. Kelelahan pekerja menyebabkan pemasukkan bahan loading terburu-buru apalagi ruangan panas. Selain itu, pengalaman pekerja
bagaimana cara pemasukkan bahan yang benar ke mesin mempengaruhi
jumlah waste. Proses loading dilakukan pada konveyor mesin yang berjalan, sehingga jika kurang pengalaman banyak pelet yang jatuh ketika
loading bahan. Selain itu, metode loading bahan dengan cara mengangkat
ember setinggi hampir 0.75 meter dan menuangkan isinya pada mesin kurang efektif karena membuat pekerja cepat lelah dan tidak semua bahan
tertuang dengan baik ke dalam mesin. Hal lain adalah konstruksi mesin, ada beberapa bagian mesin yang
tidak tertutup rapat. Pelet memiliki ukuran yang relatif kecil, sehingga ketika proses pengeringan berlangsung banyak pelet terjatuh melalui
celah-celah yang terdapat pada mesin. Tahap pengeringan kedua berlangsung mulai dari pemasukkan pelet
loading, proses pengeringan pada mesin pengering kedua dan penurunan pelet unloading. Pada tahap pengeringan kedua, jumlah waste yang
tinggi disebabkan oleh faktor lingkungan, manusia, metode dan mesin.
Diagram sebab akibat pada tahap pemotongan dapat dilihat pada Gambar 29.
Jumlah waste Pengeringan kedua
tinggi
Alat wadah Manusia
Metode
Lingkungan kelelahan
pengalaman Cara loading dan
unloading bahan
Ruangan panas kontruksi mesin
Gambar 29. Diagram sebab akibat waste pada tahap pengeringan kedua
Seperti tahap yang lain, faktor kelelahan dan pengalaman manusia berperan dalam tingginya jumlah waste. Pengalaman menentukan
keterampilan dalam loading dan unloading bahan secara cepat, jika pengalaman kurang proses loading dan unloading menjadi berantakan dan
banyak pelet yang terjatuh. Selain itu, faktor kelelahan pekerja juga berpengaruh, jika dikalkulasikan setiap pekerja pada tahap pengeringan
kedua harus mengangkut 371 kg peletjam loading dan unloading. Kelelahan ini akan menyebabkan kecerobohan yang berakibat banyak
pelet yang jatuh ketika pengangkutan. Selain itu, ruangan yang panas mempercepat kelelahan pekerja.
Metode loading dan unloading pelet pada mesin pengering kedua juga kurang efektif. Pekerja harus mengangkat kontainer pelet setinggi
hampir 1.5 meter untuk memasukkannya ke dalam mesin, satu kontainer pelet untuk dua lubang mesin pengering kedua. Sehingga ketika pelet
dimasukkan banyak yang terjatuh. Begitu pula, pada saat unloading, pelet diturunkan pada tempat penampungan pelet. Kemudian pelet diserok dan
dimasukkan dalam kontainer pelet. Pelet yang terjatuh tidak dipergunakan kembali tetapi dibuang menjadi waste. Konstruksi mesin yang
mempengaruhi jumlah waste adalah engsel pintu mesin yang longgar, sehingga ketika pengeringan berlangsung dengan cara berputar, pintu
mesin menjadi longgar ada celah dan banyak pelet terjatuh.
3. Upaya Minimalisasi Waste